Melati menatap Jaka tajam. "Itu adalah hasil dari apa yang Mas lakukan. Bukankah selama kita menikah, Mas tidak pernah memberiku uang?"
"Tapi kau tidak pernah kekurangan, bukan? Kau makan dengan layak, pakaianmu bagus. Di mana letak syukurmu?"
"Ya, aku bersyukur karena tidak kelaparan tinggal denganmu. Tapi---" suara Melati melemah, air matanya mengalir perlahan membasahi pipinya. "Apa makna rumah tangga menurutmu, Mas?"
"Aku tidak peduli, Dek. Dan aku harap kamu mengerti. "Â
Tidak ada yang dimengerti Melati. Dari semua ucapan Jaka yang dia mengerti hanya jangan mengatakan pada siapapun. Hingga hari terus berganti dan tahun terus berlalu. Melati berubah jadi orang lain. Dia sering berbicara sendiri, di setiap kesempatan dia benar-benar mengatakan apa yang ada di dalam hatinya. Tidak ada tawa, hanya rupa datar yang menahan sakit. Hingga puncaknya saat anak mereka berusia 10 tahun. Jaka menceraikan Melati. Alasannya klasik, Jaka takut jika Melati mengamuk, Jaka sungguh menilai Melati sebagai orang gila. Selama menikah dengan Melati, Â Jaka menjual kayu, sawah atau apapun itu tanpa sepengetahuan Melati. Tidak pernah sekalipun Melati menerima uang dari Jaka. Melati tidak pernah berani bertanya ke mana uangnya atau dari mana lagi uang itu. Tapi dalam hati Melati sungguh takut jika suaminya berselingkuh dan dia sudah berjanji tidak akan mengatakan apapun yang terjadi di dalam rumah mereka. Semua Melati pendam sendiri, hingga akhirnya apa yang dia pendam itu keluar dengan sendirinya. Jiwa Melati terganggu. Tanpa ada yang bercerita, orang-orang sudah tahu jika ada luka yang dalam di batin Melati tapi perempuan itu tidak pernah mengatakan.Â