Sore itu udara dingin menyusup melewati celah-celah pohon plum yang mengelilingi lapangan 20x20 meter dengan batuan granit hitam sebagai lantainya. Nath berdiri di tengah lapangan dengan pedang di tangan. Gaunnya telah berganti---dia tidak lagi tampak sebagai Lady yang anggun. Melainkan dame yang gagah di medan perang. Artur memasuki lapangan. Di awali dengan menunduk memberi salam keduanya kemudian memulainya. Nath pertama mengayunkan pedangnya. Spalsh... Cahaya biru keluar jadi jejak pedang nya di udara. Itu adalah jejal elemen angin dan air yang bercampur.Â
Sriing... Secepat kilat Artur menangkis. Kakinya selangkah ke belakang. Senyumnya tiba-tiba terkembang. "Bagus sekali Lady, Anda sangat hebat!" puji Artur.
" Bagaimana jika kita bertaruh?" Nath mengusap peluh di keningnya.
"Apa yang ingin Anda pertaruhkan?"
"Adalah apa yang ingin Anda ketahui."
"Anda membuat saya salah paham, Lady." Artur memasang kuda-kuda. Mana elemennya telah dia alirkan pada pedang dalam genggamannya. Begitu juga dengan Nath dengan tenang gadis itu berdiri sejajar dengan Artur.
Angin bercampur es mengalir ke tangan kanan yang menggenggam pedang dan gumpalan angin bercampur api di tangan kiri siap menahan atau menyerang Artur.Â
Wussh.. laki-laki melompat sejauh 5 meter ke udara. Pedang itu di arahkan ke kanan dan kiri kemudian memutar---kilatnya menyambar granit-granit dan membuat nya berhamburan. Itu adalah campuran api dan angin yang berhasil menjadi kilat petir.Â
Dengan mudah Nath menghindar. Lawannya kini bukan Jeremy dengan elemen es dan anginnya melainkan Artur yang dia sendiri tidak tahu sampai sejauh mana laki-laki itu menguasai angin. Nath melempar dua bola api dari tangan kirinya yang membelah jadi 10 bagian mengerubungi Artur. Laki-laki itu sigap melompat lebih tinggi mengindari ledakan 10 bola sekecil gumpalan apel yang menyala. Sriing... Nath menebas udara dan kilatan biru menyilaukan keluar. Itu es dan air tingkat 5 yang baru saja Nath kuasai. Jika terkena kilatnya saja tubuh berlindung zirah bisa terbelah.
Pertarungan semakin serius. Keduanya tidak akan ada yang mengalah. Tidak ada pukulan atau tendangan keduanya menggunakan serangan jarak jauh. Menit pertama granit di bawah mereka berhamburan dan menit selanjutnya granit itu lebur seperti pasir di tuang air bah. Menjauh dan menyisakan tanah merah di tengah arena. Tidak ada yang berani mendekat. Anna hanya mengamati dari jauh begitu juga Jeremy.Â