“Kau akan menakuti anak angsa!” Seketika Nath menoleh, seorang bocah laki-laki berdiri menyenderkan tubuhnya pada pohon aprikot. Seorang bocah laki-laki dengan rambut hitam legam serta mata hijau zambrut. Berpakaian seperti Tuan Muda yang baru saja dibuang keluarganya. Sudah lama sejak terakhir kali mereka bertemu. Bocah itu terlihat lebih gemuk dan tinggi. Benar dia adalah Nathan; bocah laki-laki yang pernah Nath tuduh sebagai pencuri. Nathan berjalan mendekati Nath yang sedang bersimpuh di atas rumput hijau mengenakan gaun secantik aprikot matang.
“Apa Tuan Putri kesepian?” ucap Nathan dengan nada mengejek. “Sedang apa kau?” ketus Nath. “Aku hanya mengambil biji aprikot. Akhir pekan ini ada festival dan aku akan ke sana,” Nathan melempar dan menangkap kembali biji aprikot di tangannya. Mendengar ucapan Nathan, Nath dengan wajah berbinar menyerang Nathan dengan berbagai pertanyaan. Dia tidak pernah keluar Kastil. Setiap kali ada festival dia hanya melihat dari atas menara atau mendengar cerita dari para pelayan. Semua tampak indah dari kejauhan.
“Apa kau bisa mengajakku? Aku ingin pergi.” Nath menyatukan dua telapak tangannya—memohon. “Apa kau benar-benar Nona yang menuduhku sebagai pencuri saat pertama kali kita bertemu?” Nathan tertegun. Bagaimana mungkin seorang Putri Duke tidak pernah pergi ke festival? Pikirnya dalam hati. Meski ragu, namun akhirnya Nathan menyetujui untuk mengajak Nath ke festival dan mulai menyusun sebuah rencana. Dia juga tidak ingin sendirian di dalam kerumunan festival. “Kau yakin kita harus melompat dari sini?” tanya Nath sedikit ragu karena harus melompat dari atas pohon.
Sebelumnya gadis itu dengan mudah menaiki sebuah pohon besar yang condong ke arah pagar. Pohon ini tumbang sejak sepekan yang lalu. Nathan mengulurkan tangan dari balik tembok. “Aku akan membantumu. Kau sudah belajar sihir bukan? Gunakanlah sihir untuk meringankan tubuhmu, dan raih tanganku,” ucap Nathan. “Apa?” Nath mengerutkan dahi. Kedua alisnya hampir bertemu. “Aku bahkan belum belajar sihir?” Nathan berdecak dan menggelengkan kepalanya. “Bagaimana bisa kau disebut Nona dari keluarga Duke. Kekuatan dasar sihir saja belum kau pelajari.
Dasar bocah!” Kraakkk… Satu tangkai pohon yang diinjak oleh Nath patah. “Peganglah ranting di sebelah kananmu,” ucap Nathan mencoba mengarahkan Nath. “Tidak jangan yang itu.” Bruugh.. Akhirnya kedua bocah itu mendarat di sisi lain kediaman Duke setelah hampir terjatuh pada pijakan ke dua. Udara dingin seketika menyusup ke balik baju keduanya. Nath memakai baju tebal dan penutup kepala. Begitu juga Nathan. Suasana riuh pemukiman yang belum pernah Nath lihat membuat matanya tak mampu berkedip; mulutnya tak berhenti berdecak kagum. Berbagai hiasan warna warni di gantung di setiap rumah, lampu-lampu berjejer di atas jalanan dan orang-orang berpakaian cantik.
Aroma apel, anggur, besi yang terbakar, dan aroma kekacauan yang bersatu padu dalam satu helaan napas. Matahari akan segera bersembunyi tapi cahaya semakin terang. Suara musik dan nyanyian bersahutan di setiap sudut bagunan. Udara dingin tidak menyurutkan minat orang untuk keluar rumah. Meskipun tidak jauh dari sana ada perang, tapi tidak terlihat satupun orang yang memerdulikan hal itu. “Apa kau mau mencoba ini?” Sebuah kue dengan isi kacang hijau Nathan sodorkan—berharap gadis itu mencoba nya.
Nath meraih kue itu. Namun dia menyimpan makanan itu dalam sakunya—untuk dimakannya nanti. “Hei! Bajumu akan kotor jika menyimpan makanan seperti itu,” tegur Nathan. Nath hanya tersenyum. “Aku tidak pernah memikirkan ini sebelumnya.” Dia memang anak kecil berusia 7 tahun. “Itu apa?” tunjuk Nath pada sebuah benda yang di gantung pada sebuah kedai. Benda yang berbentuk bulat seperti koin besar berbahan batu giok dengan ukiran simbol kerajaan di satu sisi dan lambang Duchy Carperia di sisi yang lainnya.
“Mereka bilang itu adalah jimat keberuntungan kerajaan Gradiana,” jelas Nathan. “Apa benda itu dapat memengaruhi kehidupan mereka?” Nathan mengedikkan bahu. “Entahlah. Tapi sepertinya mereka selalu percaya akan ada hal baik jika mereka menggantung benda itu.” Mereka terus berjalan hingga tak terasa kaki terasa kaku. Nath dan Nathan berhenti di sebuah air mancur besar di tengah pasar. Sebuah kolam air mancur dengan patung seseorang yang tengah menaiki seekor kuda.
“Apa ini Duke Carperia? Wah keren sekali?” Karena kesal dengan Nath yang sejak tadi banyak bertanya, Nathan memalingkan pandangannya dan berpura-pura tidak mendengar. “Apa dia Duke Carperia adik dari Raja pertama Gradiana yang menaklukkan dua Benua sekaligus? Orang ini luar biasa. Aku membaca kisahnya berkali-kali dan tidak pernah bosan,”ucap Nath dengan wajah berbinar. Kedua bola mata Nathan terbelalak mendengar ocehan Nath. “Tidakkah lebih baik kau diam.
Percuma kau memamerkan kebiasaan membacamu di sini?” sindir Nathan. “Aku hanya bahagia. Apa tidak boleh? Selama ini aku tidak pernah ke manapun. Dan sekarang aku di sini. Dulu aku hanya bisa membayangkan seperti apa festival. Tapi sekarang aku ada di sini.” Terdengar suara riang gadis itu menyatu dengan suara orang-orang yang juga tengah berlalu lalang. “Sesekali keluarlah, dunia ini luas! Kalau kau hanya membaca kau hanya akan tahu teorinya saja!” “Apa kau dengar sesuatu? Seperti kaki kuda? Dan sepertinya banyak.”