"Kamu tidak perlu berpikir berlebihan, Zuna cukup bijaksana menyikapi situasi. Mbak sudah cukup lama dekat dengannya. Dia akan menepati janjinya untuk tidak mengusik kehidupan Niar." ku jelaskan lagi.
"Syukurlah kalau begitu, aku sedikit lega."
---
Namun keesokan paginya, sesuatu yang tak kuduga membuat ku panik sesaat. Ketika adikku menelpon.
"Mbak, Mas Zuna ada di sekolah Niar, katanya tadi sudah telpon ke sampean tapi tak terjawab!"haa..? apakah dia mau menculik Niar ku?Â
Aku yang usai salat duha, gegas ku lepas mukena dan ku sambar jilbab sekenanya, tak peduli lagi entah serasi dengan warna bajuku atau tidak.
Ooh..kunci motor, baru ingat saat sudah duduk di jok, astaghfirullahhal adziiim.
Apa ku telpon dulu Zuna yaa..
Ooh .lagi! ponselku masih di kamar.
Tenaang... tenaang..aku berusaha tenang, membaca istighfar di dalam hati, melajukan motor menembus keramaian jalan raya.
Masih setengah perjalanan lagi dari jarak 700 meter yang akan ku tempuh.