Menurut Arswendo, 'Menulis itu mudah'. Bagian tersulit adalah fokus dan konsisten untuk tetap menulis dalam kondisi apapun.
Sejak kecil, saya ingin sekali jadi penulis. Sewaktu SD, setiap membaca majalah Ceria dan Mitraku, majalah yang setiap bulan dikirim Mendikbud ke sekolah, selalu terbersit keinginan untuk mengirimkan tulisan. Apa daya saya tidak tahu bagaimana caranya dan tidak ada yang mengarahkan.
SMP dan SMA pun demikian. Walaupun rajin diam-diam mengirimkan puisi ke mading dengan nama samaran, saya tetap tidak berani mengirimkannya ke majalah MOP yang waktu itu menjadi majalah wajib tiap pelajar. Saya hanya bisa tersenyum bangga setiap ada yang memuji puisi yang terpampang di mading sekolah.
Sewaktu kuliah, penulisan puisi masih tetap di halaman belakang buku catatan, atau halaman depan buku teks/diktat. Kemudian saya mulai menjadi penulis bayangan. Untuk menambah biaya kuliah, saya menulis rangkuman, makalah, pidato, dan apapun permintaan teman kuliah. Mereka mendapatkan nilai bagus, dan saya pun tambah pintar :D
Setelah menikah kegiatan menjadi penulis bayangan tetap berjalan. Terutama saat peringatan HUT RI. Pak RT selalu bangga membaca pidato karya saya :D. Dan keahlian saya membuat makalah dan karya ilmiah pun tetap bermanfaat membantu dapur berasap.
Akhirnya saya bosan dengan karya ilmiah. Setelah bergabung dengan facebook, bertemulah saya dengan KBM, sebuah grup kepenulisan di facebook. Di sinilah saya belajar bagaimana menulis fiksi. Cerpen pertama saya sangat kaku (mungkin terpengaruh bahasa ilmiah hehehe) dan banyak mendapatkan kritikan pedas. Akhirnya Mas Agung (salah seorang admin, penulis buku best seller Gara-Gara Indonesia menyarankan saya fokus di penulisan humor. Saya pun setuju. Karena menulis humor sangat menyenangkan. Bisa saya kerjakan sambil menumis, mencuci, mengepel, menyapu, atau menyuapi si kembar.
Setiap hari, sambil melakukan pekerjaan rumah tangga (saya memiliki empat anak), saya selalu menulis minimal satu cerita humor berbentuk fiksimini yang terdiri minimal dua paragraf. Suatu tulisan sederhana memang. Tapi setelah dikumpulkan dari 2012 sampai 2016, subhanallah jadilah di bulan Maret 2016 saya menyelesaikan tiga buku sekaligus.
Pertama, buku Koplakivator berisi rentetan kejadian bersejarah di Indonesia yang dikemas dalam cerita humor dari tahun 2012-2015. Kedua, buku Republik Koplak Ora Koplak Ora Kepenak (RKOKOK) adalah ditulis dari tahun 2015-2016, dibantu oleh warga Republik Koplak yang hebat-hebat. Ketiga, Udin Yang Tak Dirindukan, adalah kumpulan cerpen komedi romantis yang juga saya tulis dari kurun 2014-2016. Sebelumnya, Januari 2016 buku antologi saya bersama teman-teman KBM yang berjudul Trilogi Rasa juga telah terbit.
Jadi yang diperlukan oleh kita agar bisa menulis buku adalah tetap konsisten dan fokus dalam menulis, entah sambil menumis, mengepel, berdagang, bekerja, berdakwah, dan lainnya. Satu paragraf yang kita tulis setiap hari, jika konsisten akan berwujud menjadi sebuah buku suatu saat nanti.
Ingatlah bahwa RA Kartini namanya dikenang dan diperingati sebagai pahlawan bukan karena jasanya mengusir penjajah, tapi lebih karena buah pemikirannya ditulis dalam surat, lalu dibukukan.
Tetaplah menulis. Jadilah pemenang, tulislah sejarahmu sendiri.
Jonggol, 21/04/2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H