Anak itu mempunyai banyak karakter, ada yang rajin, ada yang diam, adapula yang "aktif". Â Sebagai guru kita dituntun selalu sigap dan siap terhadap kelakuan anak yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Di sini saya akan menceritakan tentang pengalaman saya mengajar kelas 3. Ada salah satu murid yang sungguh-sungguh membuat saya "rindu" sama si murid itu. Ada aja kelakuannya waktu di kelas. Dan heran saya, ketika dia melakukan "keaktifannya" itu, dia tidak pernah merasa bersalah kepada teman-teman sekelasnya saat perjalan.
Taruhlah contoh, belum lama masuk kelas, masih di jam pelajaran awal atau pagi, di saat saya sedang menerangkan pelajaran tiba-tiba dia mengambil pensil temannya lalu dipakainya, tanpa rasa bersalah. Yaa... maklumlaah, namanya anak-anak pasti trus ribut. Keributan membuat anak-anak yang lain tidak bisa konsentrasi menerima pelajaran.Â
Sebagai Guru, nah ini adalah tantangan menurut saya, prioritas mana yang harus dipilih. Tidak cukup hanya menyuruh Si Anak Aktif itu mengembalikan pensil yang diambilnya tadi, karena seakan itu adalah tindakan yang tidak memberi jera, dan akan terulang-ulang lagi. Sementara itu kalau hal itu dibahas dengan metode pendekatan kepada keduanya, yang mengambil harus minta maaf, tapi ya belum tentu yang diambil bisa menerima begitu saja. Toh, kalau tidak ditengahi atau dijelaskan, hal tersebut akan menjadi pola yang tidak baik untuk pembelajaran anak yang lain.Â
Tantangan bisa dibilang berat untuk hal tersebut, ya karena guru disamping penyampai materi ilmu juga harus bisa bertindak sebagai seorang yang sangat bijak ketika menjumpai kasus-kasus semacam itu. Gambaran untuk kasus itu semisal, Si Anak Aktif bisa aja dipaksa untuk minta maaf kepada yang diambil, tapi namanya pikiran anak-anak, itu jadi pedoman nantinya, bahwa mengambil barang bukan miliknya tanpa meminjam dahulu itu tidak apa-apa, toh nanti kalau ketahuan cuma minta maaf, karena anak-anak berfikir hal tersebut bukanlah tindakan aib atau tindakan yang hina.Â
Kegalauan guru akan timbul saat-saat kasus-kasus semacam itu muncul, di sisi lain ada banyak anak yang anteng, yang rajin yang gak nakal ingin cepat mendengar penjelasan tentang pelajaran, tapi kegaduhan kelas kalau tidak diselesaikan, ya akan terasa percuma melanjutkan pembelajaran. Sungguh kadang saya sendiri harus terus belajar dan belajar untuk menghadapi tantangan seperti itu. Untuk membuat kelas menjadi kondusif, menjadi guru yang galak akan tetapi anak-anak tidak takut, menegur tanpa membentak, mengajari tanpa memaksakan dan lain sebagainya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H