Mohon tunggu...
Umi Nurvitasari Al- Rimbany
Umi Nurvitasari Al- Rimbany Mohon Tunggu... -

Orang desa merindukan surga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kekasih Surgaku

29 September 2013   11:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:14 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bismillahirrohmaanirrohim..............

Pagi ini terlihat cerah sekali. Mentari bersenyum melihatku masih dibalik jendela. Ku dengar suara kakakku yang memanggilku.

“Elys....”

“Iya Kak”

“Lis, hari ini kakak dan mbak Safira sibuk sekali, ada urusan kantor yang harus diselesaikan. Aku harap kamu tahu, tolong ini rumah masih kotor, kamu ambil sapu dan bersihkan.”

“Hem... iya kak, elys tahu kok”

Ku ambil sapu yang ada di belakang pintu dan ku selesaikan semua tugas- tugas rumah. Memang hari ini kakak terlihat sibuk sekali, begitu juga dengan mbak Safira. Ia juga tidak punya waktu untuk mengurusi rumah. Kakakku inilah yang sekarang menjadi tulang punggung keluarga, sejak ayah sakit tiga tahun yang lalu, hingga kini ia telah kembali pada Pencipta dua tahun yang lalu ketika aku masih MA. Ayah sakit struk selama satu tahun, sedangkan Ibuku sudah tiada ketika aku baru berusia sepuluh tahun.

*****

Fahrul, mengapa paras tampan wajahmu selalu menghantuiku? Apakah memang kau akan ada selalu dihatiku? Sejak aku memandang indah senyummu, sungguh hati ini tak kuasa berbohong mengungkap perasaanku. Apakah ini yang disebut cinta? Oh Fahrul....” gumamku dalam hati.

Sambil kuseduh segelas teh hangat yang menemaniku dimalam ini, ku pandang keindahan langit melalui celah- celah dinding kamarku. Ku duduk termenung memikirkan perasaanku yang telah melekat dalam jiwa. Sepertinya jiwaku telah teracuni setetes racun cinta tanpa kutemukan obat rindu untuk meredakannya.

Di kampung ini hanya ada dia yang berani serius denganku. Dan memang hanya aku yang diajakn melangkah menuju ke pelaminan. Namun akankah ini semua terwujud? Menjadi sebuah kenyataan? Ataukah hanya mimpi yang terbayang dalam benakku?

Sebenarnya yang sangat aku sayangkan adalah sikap kakakku, kak Budi. Dia pasti belum memberiku kesempatan untuk bercinta, apalagi dengan Fahrul. Meski dia adalah sosok pemuda tampan dan baik akhlaknya, namun ia tetap ada kurangnya dimata kakak.

tok-tok-tok.... Elys sudah tidur?”

Ku alihkan pandanganku ke pintu. Terdengar suara kakak memanggilku.

“Belum kak, ada apa? Kakak langsung masuk saja, nggak Elys kunci kok”

Kak Budi langsung mengambil tempat di sampingku. Ia duduk di samping jendela yang masih kubuka, agar angin malam berhembus lembut di pipiku.

“Ada apa kak?”

“Begini Lys, teman kantor kakak ada yang menanyakanmu. Dia telah lulus S1 dari IAIN, tampan dan baik juga.”

“Terus apa hubungannya denganku kak?”

Sanggahku yang sebenarnya aku sudah mengerti apa maksud kakak.

“apakah kakak ingin saya untuk mendekatinya dan menikahinya? Padahal saya tidak punya rasa cinta sedikitpun padanya. Kak, memang kakak sudah berbuat banyak sekali kebaikan untuk Elys, namun Elys mohon kak, biarkan Elys menemukan pasangan Elys sendiri.”

Lys, apakah kau masih tetap cinta dan ingin menikahi Fahrul? Lys, Fahrul itu pemuda tidak jelas, kamu lihat dia. Dirumah dia hanya memiliki seorang ibu. Sedangkan dimana ayahnya? Apakah kamu tidak malu menikah dengan seorang lelaki tanpa memiliki ayah? Dia itu anak haram Lys”.

“Cukup kak! Kak tolong, saya mohon, kakak jangan pernah mengulangi kata- kata itu lagi. Sakit kak, aku mendengarnya. Bagaimanapun juga rasa cinta itu tidak bisa di paksa. Apakah kakak mau, saumpama kakak disuruh menikah dengan seorang perempuan yang tidak kakak cintai sama sekali? Maafkan Elys kak.” Tutup ucapku.

*****

Siang ini aku sedih sekali. Teringat kata- kata kakak yang menggores hati. Kuambil sebuah kertas berwarna pink dari selip- selip buku tebalku. Ku baca surat Fahrul dua bulan yang lalu, yang ia kirimkan untukku. Surat inilah yang sekarang tumbuh menjadi perasaan cinta yang lebih berarti dalam sanubariku. Surat ungkapan cintanya padaku.

Mengingat usiaku yang selalu bertambah. Akupun merasa cukup memendam keinginanku untuk menjalin hubungan yang suci dengannya. Tinta hitamku telah memenuhi lembaran putih dihadapanku. Ku ingin mengirim surat ini pada Fahrul. Kuselipkan goresan isi hatiku di kotak almari dan akupun langsung beranjak mencari kakak ke kantor. Ingin menyampaikan keputusan bulatku.

“Maaf kak, bukan maksud Elys siang- siang seperti ini datang ke kantor kakak. Kecuali Elys ingin menyampaikan keinginan yang Elys anggap sangat penting. Elys tetap cinta pada Fahrul kak, dan Elys ingin menikah dengannya.”

Lys, apa kamu sudah berfikir matang? Apakah kamu tidak mau berfikir satu kali lagi? Bagaimana nanti dengan sikap paman- paman kita Lys? Bagaimana anggapannya padamu? Padaku juga? Jika kamu masih tetap ingin menikah dengan Fahrul?”

Ucap kakak yang tetap tak memberi ruang untukku.

“ini ada beasiswa S1 di luar negeri. Info ini kakak dapat dari teman kakak. Kamu kan pintar? Dapat nilai terbaik di sekolahmu? Apakah kamu tidak ingin melanjutlkan studimu lagi? Kakak harap kamu mengerti maksud kakak.”

*****

Kini semua barang- barangku telah siap. Dua jam kemudian aku pergi meninggalkan bumi Surabaya. Itu artinya aku harus rela untuk jauh dengan Fahrul. Ku tulis semua keputusan kakakku dalam sebuah buku harianku dan kutulis juga di kertas putih akan aku kirimkan untuk Fahrul. Fahrul, semoga kau tetap sabar menungguku hingga aku kembali ke tanah Surabaya ini. maafkan aku jika aku meninggalkanmu untuk menuntut ilmu di tanah Belanda. Aku yakin ini adalah sebuah jalan yang terbaik untuk menuju langkah pernikahan kita. Semoga Tuhan mempersatukan kita diwaktu yang akan datang Fahrul.

*****

Sudah satu tahun aku belajar di negeri kincir angin ini. dan sudah beberapa kali aku kirim surat untuk Fahrul dan ia pun membalas suratku dengan rangkaian kata- katanya yang indah. Namun kesedihan kini menghampiriku. Hari ini bukan sebuah surat yang ku terima dari Fahrul, namun dari Rizki, ia adalah teman dekat Fahrul. Aku hampir tak percaya akan hal ini. Fahrul terlalu cepat meninggalkanku. Ia telah kembali pada Sang Pencipta. Deru tangis tak dapat aku hentikan, apa yang bisa aku lakukan? Teriakku seakan membelah luas angkasa. Kecelakaan malam hari yang lalu merupakan jalannya menuju Tuhan. “Ya Tuhan mengapa ini terjadi padanya?” rintihku dalam hati sambil kubayangkan wajah manis senyumnya.

“Dalam akhir pencarian cintaku. Sebelumnya setapak demi setapak ku lalui demi temukanmu. Kadang aku merasa lelah dan hampir aku menyerah. Namun ku kuatkan hatiku untuk tetap mengejarmu. Tunggu.........tunggu aku......... hingga kini pencarian masih berlanjut. Ku mencarimu. Tak lelah kaki dan raga ini bergerak demi menemukanmu. Mungkin putihnya salju ini mampu hapuskan pekatnya sakitku kehilanganmu. Ku coba ungkapkan padaNya, betapa ku menginginkanmu kembali. Bersamamu lewati hari. Ku titipkan salam rinduku pada angin. Agar mampu kau dengar disana, disatu tempat. Ku titipkan juga pada sang malam, dan bertanya padanya tentang dirimu. Namun senyap, tetap tak ada jawab. Aku lelah hampir ku menyerah. Kini sirna sudah harapanku tuk bersamamu lagi, karena kau telah tiada. Sejak itu tak ada lagi bagiku kehidupan, kosong........... dan gelap........... hanya untaian doa yang mampu ku kirimkan untukmu, wahai kekasih surgaku.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun