Program SDGs yang dideklarasikan pada Sidang Umum PBB September 2015 dengan sasaran global pada tahun 2030 untuk pembangunan berkelanjutan terutama pada point ke 4 yaitu Pendidikan Berkualitas. Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mengingkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua adalah tujuan dari SDGs untuk Indonesia (SDGs Bappenas). Tujuan utama dari program ini adalah membentuk peserta didik untuk menalar dengan kompetensi dasar pada aspek literasi dan numerasi. Dengan jumlah peserta didik disabilitas pada 2021 usia 5-19 tahun berkisar 3,3 % setara 2.197.833 jiwa (Kemenko PMK, 2022). Kemendikbud mengatur untuk pencapaian belajar peserta didik inklusif dari  disabilitas maupun non disabilitas dengan kurikulum Merdeka.
 Inklusif adalah sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang terbuka untuk siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda (Kemendikbud, 2022). Pendidikan inklusif ini terbuka untuk peserta didik berkebutuhan khusus: peserta didik dengan hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, hambatan majemuk, hambatan fisik motorik, hambatan intelektual, austictic spectrum disorders, serta cerdas istimewa dan berbakat,
Namun kenyatan di lapangan, sekolah-sekolah menerima anak ABK karena guru merasa iba dengan kondisi peserta didik. Namun guru dan sekolah belum siap untuk menerima ABK dari segi fasilitas dan SDM (Azizah dkk, 2019). Pemerintah diupayakan terus memberikan pengetahuan atau wawasan terkait sekolah inklusif. Seperti sekolah TK Mutiara Bunda yang menerapkan konsep personalized, dimana sekolah berupaya memfasilitasi anak sesuai dengan kebutuhanya dengan penataan setting kelas indoor dan outdoor (Yusra dkk, 2019).
Sedangkan pada SD Negeri Pencarikan yang telah mengimplementasikan sekolah inklusif yang melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Himawati dkk, 2023). Pada proses pengimplentasian pendidikan inklusif ini didukung oleh banyak pihak guru, karyawan, komite sekolah, dinas dan orang tua. Peraturan di Kota Bogor untuk sekolah yang tidak memberikan pemenuhan hak atas pendidikan inklusi bagi penyandang disabilitas akan terkena sanki sesuai dengan Perda Nomor 2 Tahun 2021 dengan sanki teguran sampai pencabutan ijin sekolah (Zahro, 2024). Ini merupakan upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah agar terciptanya pendidikan inklusif.
Pada kurikulum Merdeka pemerintah memberikan kelonggaran untuk sekolah dapat merancang pembelajaran yang mudah untuk dikondisikan pada kesiapan peserta didik, sarana dan perasarana serta kemampuan SDM untuk tenaga guru. Dengan tujuan dari kurikulum Merdeka ini peserta didik dapat menjadi pribadi yang kreatif, mandiri, kolaboratif dan komunikatif. Selain itu sekolah juga harus mendukung perkembangan sosial dan emosional dari peserta didik. Nantinya akan selaras dengan profil pelajar Pancasila yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; mandiri; bergotong-royong; berkebhinekaan global; bernalar kritis; dan kreatif.
Proses penyesuaian alur tujuan pembelajaran dan modul ajar bagi peserta didik berkebutuhan khusus (Kemendikbud, 2022) mengharuskan kita untuk: 1) menganalisis hasil asesmen diagnostik untuk memahami profil belajar siswa, 2) menetapkan capaian pembelajaran yang relevan dengan kondisi siswa, 3) merumuskan tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat disesuaikan, serta 4) merancang modul ajar yang fleksibel dan mengakomodasi kebutuhan individual siswa.
Dengan kefleksibelan dalam kurikulum Merdeka ini diharapkan menjadi penyemangat untuk guru agar dapat menyediakan pendidikan inklusif untuk semua rakyat Indonesia. Kurikulum Merdeka dan pendidikan inklusi merupakan keterpaduan untuk mencapai Indonesia Emas pada 2045. Dengan fokus pada inklusivitas dan adaptabilitas, pengalaman belajar, memperkuat kompetensi guru dan memperbaharui infrakstruktur pendidikan (Komisi X DPR RI, 2024).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H