Mohon tunggu...
Umi NurBaity
Umi NurBaity Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serabutan

Man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pada Suatu Mural Menjadi Viral

4 September 2021   17:01 Diperbarui: 4 September 2021   17:20 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diunduh dari suara.com

Mural menjadi hal unik di kalangan seniman dan masyarakat pengagumnya terutama anak-anak muda. Mereka mengekspresikan mural sebagai bentuk seni lain yang begitu mencolok. Di sela-sela coretan yang mereka buat, sebenarnya ada secercah harapan timbul untuk melakukan perubahan. Sebabnya mural menandai adanya ide-ide kreatif masyarakat dalam menanggapi persoalan hidup di negeri ini. Setidaknya menyentil para petinggi negeri agar lekas berkemas melakukan intopeksi diri terkait pandemi. Maka, heran bila pelaku pembuat mural ini diinterogasi dan disuruh minta maaf dalam rekaman yang beredar di seluruh penjuru sosmed. Kiranya dengan begini masyarakat cenderung tertekan karena negeri ini sudah tidak ingin mendengar rakyatnya sambat. Bagaimana dengan pejabat yang tengah berebut kursi di tengah pandemi sementara, rakyatnya terbiar begitu saja.

Pada masa kemerdekaan dahulu, mural menjadi ajang ekspresi euphoria masyarakat. Terbukti dengan banyaknya coretan mural yang ditemukan di gang-gang sempit, di tembok-tembok bangunan, dan di sepanjang trotoar jalanan. Dilansir dari Tempo (4/9/2021) bahkan Presiden Soekarno menegaskan dalam pidato HUT RI 17 Agustus 1956. "Di tembok-tembok rumah, di tembok-tembok jembatan, orang tuliskan isi hatinya dengan singkat, tetapi tegas: Indonesia never again the lifeblood of any nation. Indonesia tidak lagi akan jadi darah hidupnya sesuatu bangsa asing. We fight for freedom, we have only to win. Kita berjuang untuk kemerdekaan. Kita pasti menang," ucap Soekarno dalam pidatonya. Hal ini memberikan gambaran bagi kita bahwa sejatinya rakyat memang boleh bersuara baik melalui kesenian mural atau sekadar curhatan sosial media asal tidak menyinggung SARA dan tahu batasan.

Telah diketahui bersama di Tangerang Selatan terpampang sebuah mural bertuliskan Tuhan Aku Lapar yang dihapus aparat. Menurut kabar yang beredar, mural tersebut dibuat karena kegeraman masyarakat terkait PPKM darurat. Dua orang pelaku pembuatnya didatangi aparat untuk diinterogasi secara mendalam. Ada pula di Pasuruan, sebuah mural bergambar dua kartun bertuliskan Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit juga dihapus satpol PP. Paling terbaru sebuah mural Wabah Kelaparan di Tangerang kembali dihapus petugas aparat. (Jawa Pos diakses pada 4/9/2021)  Lagi-lagi rakyat dilarang sambat sampai terdengar pejabat. Kalau begitu, maka benarlah Tuhan lebih mendengar sambat dari hamba-hambanya. Jika kita menilik lebih dalam mural Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit, tentu cocok dengan ramainya kasus vaksin yang diperjualbelikan ilegal, ada pula kasus jual beli sertifikat vaksin ilegal, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.  

Baru-baru ini sebuah mural bertuliskan Mulat Sarira Angrasa Wani melekat si salah satu ruko Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah pada Rabu, 1 September 2021. Lokasi ruang seni mural yang disediakan Pemkot Solo sebagai kawasan destinasi wisata. Pemkot Solo juga berencana menambah ruang bagi seni mural  Solo. Irul Hidayat, sosok Praktisi Mural Solo sekaligus alumnus Magister Seni Urban IKJ Jakarta menjelaskan bahwa ia tidak yakin fenomena grafiti dengan bentuk-bentuk kritik bisa diterapkan. Tak semua genre dapat tampil di ruang-ruang yang disediakan Pemkot. (Kompas diakses pada 4/9/2021) Ditambah lagi dengan adanya linimasa dari polisi dengan berkata "We keep eyes on you," Kami memata-mataimu. (Jawa Pos diakses pada 4/9/2021) Pada intinya masyarakat sudah merasa suaranya terbatas, lebih-lebih ada campur tangan aparat yang menindak para pemural jalanan.

Agaknya sayembara penghapusan mural yang tengah gencar membuktikan bahwa kekuatan aparat sudah kewalahan. Di Jogja sendiri mural beragam kritik menjadi ajang kompetisi, mural tercepat yang dihapus petugas menambah poin tersendiri. Bukan lebih baik melakukan evaluasi terhadap kinerja Pemerintah yang setengah hati. Malah makin sibuk mengurusi curahan hati masyarakat kini.

Sukoharjo, dalam naungan pena seorang pembelajar garis keras. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun