Mahasiswa Prodi Teknik Industri,FTI,Unissula
Penulis pertama : Umi Nur Alisah
Penulis kedua    : Dr. Ira Alia Maerani,S.H.,M.H.
Seperti yang kita ketahui, masa jabatan presiden Joko Widodo hampir berakhir dalam periodenya. Sebentar lagi paran anak muda atau yang biasa disebut dengan Gen Z akan memulai menggunakan hak suaranya untuk memilih presiden yang terpilih selanjutnya. Banyak hal yang harus anak muda pahami mengenai pentingnya menyeleksi dan memilih para pemimpin yang pantas untuk memimpin bangsa ini. Maka harus kita pahami pula mengenai hubungan pemilu ini dengan Ideologi Pancasila.
Masyarakat memegang penuh kendali hak suara, mereka memiliki hak untuk memilih wakil rakyat yang pantas yang akan mengawasi kinerja pemerintah dan yang akan membangun negri ini. Dengan melibatkan diri secara aktif dalam proses ini, mereka tidak hanya menciptakan pemimpin yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat, tetapi juga menjaga prinsip-prinsip demokrasi sebagai dasar negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan begitu, Pemilu bukan hanya sebatas proses pemilihan, melainkan sebuah peristiwa yang memperkuat semangat demokrasi, keterlibatan masyarakat, dan tanggung jawab bersama dalam membangun bangsa. Penting untuk mencermati nilai-nilai luhur Pancasila yang terkandung dalam kelima silanya, karena nilai-nilai ini memiliki dampak luar biasa jika diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu).
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan pedoman yang sangat relevan bagi peserta Pemilu dan masyarakat sebagai pemegang hak suara. Sila ini mengajarkan agar tidak menggunakan sentimen agama sebagai alat untuk mendapatkan dukungan suara atau memenangkan Pemilu. Dalam konteks ini, sila pertama mempromosikan kebebasan individu untuk memilih dan mempraktikkan agama sesuai keyakinannya, sambil menghormati kepercayaan orang lain. Hal ini juga mencakup prinsip tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain. Dalam konteks Pemilu, penting bagi setiap pemilih memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya, baik terkait partai politik maupun calon, berdasarkan keyakinan pribadi dan hati nuraninya. Prinsip saling hormat menghormati atas keyakinan orang lain menjadi landasan, menghindarkan praktik kampanye negatif yang memanfaatkan sentiment keagamaan. Pengalaman menunjukkan bahwa kampanye yang mengandalkan isu keagamaan dapat mengakibatkan polarisasi, curiga, permusuhan, dan konflik antarwarga.
Hal ini bertentangan dengan semangat dan niat para pendiri negara, seperti yang diungkapkan dalam pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, yang menegaskan bahwa Pancasila diciptakan untuk menyatukan semua golongan di Indonesia di atas segala perbedaan. Melalui Pancasila, mereka bermaksud membangun negara untuk semua, bukan hanya untuk satu golongan atau individu tertentu. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai Pancasila, kita dapat menjaga integritas Pemilu dan merawat keberagaman dalam persatuan bangsa.
Sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil Beradab, menjadi landasan filosofis yang sangat relevan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu), di mana keadilan dalam penggunaan hak memilih diharapkan menjadi kenyataan. Â Dalam konteks Pemilu, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah mencapai usia 17 tahun, sudah menikah atau pernah menikah, serta haknya tidak dicabut, memiliki hak untuk memilih pemimpin tanpa diskriminasi, dengan suara yang memiliki nilai dan derajat yang setara. Hak memilih dalam Pemilu menjadi implementasi dari hak pilih universal atau universal suffrage, dijamin dengan keadilan untuk semua warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih sesuai ketentuan yang berlaku. Pemilu, sebagai arena demokratis, merupakan satu-satunya mekanisme di mana calon pemimpin dapat bersaing secara adil dan beradab. Mereka bersaing untuk mengumpulkan dukungan dari pendukungnya, yang diatur oleh regulasi main yang menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan keadilan dalam proses Pemilu. Melalui Pemilu, upaya meraih kekuasaan atau kepemimpinan yang tidak adil, tidak beradab, dan tidak demokratis, seperti melalui peperangan, penaklukan, kudeta, atau pemberontakan---seperti yang terjadi pada masa lampau---dengan tegas ditepis. Dengan mengedepankan prinsip Kemanusiaan yang Adil Beradab, Pemilu diharapkan menjadi panggung yang mencerminkan nilai-nilai demokratis, menghindari konflik berkepanjangan, dan mewujudkan pemilihan pemimpin yang berdasarkan kehendak rakyat secara adil dan bermartabat.
Sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, menonjol sebagai panduan kunci bagi pemilih dan peserta Pemilihan Umum (Pemilu), mendorong menjaga persatuan dan harmoni dalam pelaksanaan hak pilih serta kompetisi politik. Selain itu, sila ini berperan dalam menjaga suasana Pemilu agar tetap aman dan damai, dengan kemampuan meredam potensi konflik serta mencegah pemanfaatan identitas yang dapat mengancam kesatuan dan persatuan bangsa. Sila ketiga mencerminkan pentingnya menghindari perpecahan di tengah masyarakat, menjadi semangat bagi Warga Negara Indonesia (WNI) untuk berpartisipasi secara aktif dalam kesuksesan Pemilu. Keterlibatan tersebut dapat terwujud baik sebagai penyelenggara, peserta, maupun pemilih, semuanya bertujuan untuk membangun persatuan dan kesatuan dalam rangka mewujudkan proses Pemilu yang sejuk dan membawa manfaat positif  bagi negara.
Dengan mematuhi nilai-nilai Persatuan Indonesia, diharapkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu tidak hanya berlangsung sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk kontribusi aktif dalam menciptakan lingkungan politik yang inklusif dan mendukung keberlanjutan persatuan bangsa Indonesia.
Sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, menjadi dasar yang mendasari keberadaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan sistem demokrasi. Pemilu dianggap sebagai proses yang memungkinkan pemilihan pemimpin yang berasal dari, diwakili oleh, dan bertujuan untuk kepentingan rakyat. Hak memilih berasal dari rakyat, dan dukungan suara mayoritas rakyat menentukan siapa yang akan menjadi perwakilan pemimpin mereka. Perwakilan ini nantinya bertanggung jawab menyusun dan mengambil keputusan kebijakan yang mengatur kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, sila keempat mencerminkan esensi demokrasi, di mana kebijakan negara dihasilkan melalui perwakilan yang dipilih secara adil dan transparan oleh rakyat.