KESADARAN adalah Kunci (1)
Kesadaran, dalam tradisi kuno diwakili oleh Air Ketuban. Itulah yang menjadi Pintu manusia masuk ke Arcapada Bumi. Sesudah itu diikuti dengan Ari-ari, Pemikiran, lalu Darah/Getih sebagai perasaan, dan kemudian Pusar sebagai Pengingat, diakhiri dengan Pancer, NYAWA-JIWA-SUKSMA. Kelima zat/elemen yang mendahului manusia sebelum ia diberi nama itu biasa dikenal dengan sedulur papat lima pancer.
Kesadaran itu tinggi, seharusnya, disitulah Manusis bermula. Namun hingga kini masyarakat Indonesia hampir tak mempedulikannya. Padahal kesadaran adalah KUNCI HIDUP. Pembuka Kehidupan.Â
Permasalahannya sejak pendidikan modern, penjajahan modern, tradisi tentang kesadaran terpinggirkan. Bahkan hampir hilang. Untungnya keterpinggiran itu tak akan selamanya. Akan tiba waktunya tradisi asli yang menjati dan dijaga akan kembali menghidupi manusianya. Kunci dikembalikan, dan kemudian membuka khasanah keluasan dan kekayaan sebagai bangsa besar, negeri besar Nusantara.
Lucunya, ketika bangsa Nusantara dulu khususnya jaman penjajahan dan awal kemerdekaan hingga Orde Baru, pendidikan tentang kesadaran mayoritas hanya diberikan oleh institusi-institusi yang belajar tentang filsafat barat. Dan benarlah adanya ketumpangtindihan antara kesadaran dan pemikiran. Bagaimana akhirnya pemenang dari itu adalah pemikiran. Cogito Ergo Sum. Yang menjadi cikal bakal tata cara institusi modern berproses dalam pendidikan dan pengajaran. Tak ada kesadaran perasaan ataupun ingatan untuk ditelusuri apalagi ditekuni dalam mempelajari filsafat (barat).Â
Pendidikan Indonesia sejak merdeka hingga Orde lama masih lebih baik ada pelajaran yang sifatnya implementasi yaitu budi pekerti, yang lebih dekat dengan perasaan dan ingatan. Merasa salah, ingat lalu mengubahnya untuk menjadi labih baik.Â
Pendidikan barat modern yang diserap dalam kurikulum pendidikan nasional memisahkan body, mind dan soul. Untunglah sebagai salah satu bangsa Asia, keluarga dan nilai-nilai komunal serta norma masih mengamankan Kesadaran sebagai manusia Indonesia yang menggengam value yang diturunkan dari nenek moyang beragam suku bangsanya, termasuk yang paling applicable hingga kini gotong royong.
Kesadaran dalam keseharian dapat diartikan sebagai pembuktian bahwa orang itu hidup, tidak dalam kondisi tidur atau pingsan. Orang yang bangun tidur memiliki kesadaran namun saat itu pikirannya belum bekerja secara optimal.Â
Penerimaan koginitifnya hanya dari sesuatu yang bersifat sense/rasa yang dihadirkan oleh panca indera: suara ayam berkokok, aroma kopi, atau rabaan yang membangunkan kesadaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H