#tantangan100harimenulisnovelFCÂ
No.84. Umi SetyowatiÂ
Bab.VIÂ
29 /
Sejak pagi hingga sore, sinar mentari pekat dan rinai hujan mulai membasahi halaman asrama dan sekitarnya.Â
Nyanyian hujan mengalun merdu, diiringi suara katak blentung dari area persawahan yang berbatasan dengan tembok tinggi asrama.Â
Kembali ke ruangan setelah jam belajar berakhir, kucoba memejamkan mata, Besok adalah hari pertama ulangan umum kenaikan kelas. Selama satu minggu penuh, aku harus menambah waktu belajar sendiri.Â
Sambil rebahan, masih kubolak balik buku catatan pelajaran yang akan diujikan besok.Â
Kulihat teman -temanku juga melakukan hal yang sama. Suasana sepi tanpa celotehan dan candaan seperti biasanya.Â
Tak terasa, kantukku mulai menyerang. Kebiasaan, kalau membaca buku pelajaran, sebentar saja sudah ngantuk bahkan kadang sudah ketiduran dengan buku masih di tangan. Coba kalau membaca novel, kalaupun merasa ngantuk, mata.masih dipaksa untuk tetap mecicil sampai lembaran terakhir.Â
Entah pukul berapa aku terlelap. Malam berganti subuh, suara azan dari tape di mushola membangunkanku.Â
Bergegas kami semua bangun, mandi dan salat subuh berjamaah.Â
***
Jam pertama, berlangsung tanpa kesulitan yang.berarti.Syukurlah, yang kupelajari tadi malam, keluar dalam ulangan. Dan aku yakin jawabanku banyak yang benar. Kalau mata pelajaran umum, rasanya masih bisa kuhandle. Yang masih tanda tanya adalah pejalan agama dan sejenisnya, terlebih bahasa arab. Sayangnya tak ada lembaga kursus bahasa arab.Â
Waktu istirahat cukup panjang , aku baru ingat kalau tadi pagi cuma sarapan jajan dua biji.dan segelas susu.Rasanya perutku sekarang berdendang kroncongan minta diisi. Supaya di jam ke dua bisa menambah energi dan berfikir segar kembali. Â
"Wul, sarapan ke bu Dewi yuk " kupanggil Wulan yang ada di ruang sebelah.Â
"He he he, bu Dewi terus maunya, .kangen sama hem hem ya? " Wulan menggoda.Â
"Ssst. . . " jari telunjukku memberi isyarat di bibir, sambil tengok kanan kiri, jangan sampai ada yang mendengar.Â
Eh, sampai di warung bu Dewi, kok malah ketemu Pak Ahim, justru yang disebut Wulan hem hem, tak kelihatan batang hidungnya. Putra Bu Dewi yang sekolahnya siang di STM. Kalau pagi biasanya membantu di warung, yang membuat minuman. Kami sudah cukup akrab, aku salut, dia tak merasa malu membantu ibunya di warung.Â
"Halo, apa kabar, yang baru datang dari Banyuwangi? " sapa Pak Ahim dan mengundang kami duduk di mejanyaÂ
"Alhamdulillah, baik Pak " berdua kami gantian menyalami Pak Ahim.Â
"Pak Ahim, mengawas di ruang berapa? saya di ruang V dan mbak Yow, di ruang VI " Wulan tetiba nyeletuk. Padahal aku juga hampir bertanya hal yang sama. Bayanganku, kalau pengawas ujiannya guru magang, gak terlalu ketat.Â
"Ooh, Â hari ini dan besok di ruang I dan II bergantian. Hari terakhir di ruang kalian" sambil Pak Ahim membaca notes yang diambil dari saku bajunya.Â
"Yaah. . . " Spontan kami serempak seperti koor.Â
Sambil makan, kami masih bersahutan bicara. Pak Ahim menawarkan diri, bila ada kesulitan,kami boleh kapan saja datang dan belajar di rumah kosannyaÂ
Ketika bel masuk terdengar, secepatnya kami bertiga kembali ke sekolah.Â
"Mbak Novi, nanti pulangnya, temui saya di gues house ya! " Â Pesan Pak Ahim sebelum masuk ke ruang guru. Tak pernah dia memanggilku Yowa.Â
"Baik, Pak " sedikit heran aku, Â ada apa ya. .Â
Jam ke dua, pun kujalani tanpa kesulitan. Syukurlah, sejak dulu masih di SD - ibuk selalu menekankan, belajar itu yang paling benar adalah mengulang kembali pelajaran hari itu di rumah, menjadikan ingatan lebih kuat. Bukan belajar dengan cara kebut semalam. Semua masuk tapi sesaat hilang cepat.Â
***
 " Ada apa yang penting, Pak Ahim? ".segera saja aku tiba di gues house, setelah menaruh alat tulis di ruang asrama.Â
"Yaah, Â to the point banget, duduklah sini ke dalam, mbak Novi !"Â
"Begini, ini sehubungan dengan berakhirnya masa kami magang, setelah kalian selesai ulangan" berhenti sesaat, Pak Ahim mengeluarkan sebuah buku agenda.Â
"Acara perpisahannya hari sabtu setelah jam terakhir, saya minta tolong, mbak Novi dan kawan-kawan membentuk panitia.Â
Sebelum Pak Ahim selesei bicara, langsung ku interupsi, tanpa sadar, jujur saja aku sangat terkejut dengan tugas itu. Harusnya itu tugas Osis.Â
"Lho, kok saya, Pak? bukannya ada pengurus Osis? "
"Naah, di sini masalahnya, Osis yang baru belum dpilih, karena kalian masih ulangan. Ini bukan keputusan saya, tetapi arahan dari Bapak Kepala Sekolah dan saya yakin, mbak Novi pasti bisa, acaranya sederhana saja kok. Sudah saya susun kepanitiaannya, mbak Novi tinggal masukkan nama, bermusyawarah dengan teman -teman seasrama "kuterima konsep yang dibuat Pak Ahim.Â
"Konsomsinya ini bagaimana, pak, rencananya?" tanyaku, setelah membaca keseluruhan acara.Â
"Bagaimana kalau kita pesan di warung bu Dewi saja? mbak Novi kalkulasi, dananya akan saya berikan setelah terbentuk panitianya "
"Baik, Pak, siap saya laksanakan " tanpa ragu, kutrima tugas dari Pak Ahim. Di sekolah sebelumnya, aku sudah sering terlibat acara beginian.Â
Bersambung.Â
Manado 04 Mei 2016.Â
NB. sampai bertemu di bagian ke 30. yang akan saya publish dari Jawa.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H