Melihat bagaimana lifestyle mereka, apa saja pencapaian mereka, sehingga secara tidak sadar alam bawah sadar kita mengatur bahwa apa yang kita lihat dan apa yang kita konsumsi dari social media itu adalah suatu tolak ukur untuk menetapkan tujuan yang sama dalam kehidupan kita.Â
Secara tidak langsung kita menggunakan hidup orang lain sebagai standar untuk arah dan tujuan hidup kita.Â
Itulah mengapa banyak sekali kita jumpai anak muda yang menggebu-gebu dan berambisi untuk meraih kekayaan dengan cepat
Hal itu tidak lain dan tidak bukan karena standar mereka mengikuti standar hidup orang-orang atau public figure yang mereka ikuti di social media tanpa tahu apakah itu relevan atau tidak bagi mereka.
Hidup di abad digital ini memang mau tidak mau seperti mendorong kita untuk berkompetisi dengan orang lain dalam hal apapun, sebagai dampak dari semakin terbukanya akses informasi dan setiap orang bisa mem publish dirinya dan hidupnya dengan bebas.
Kita tidak bisa menyalahkan mereka yang melakukan itu juga karena semua orang punya keputusan hidup masing-masing.
Namun, alangkah baiknya kita sebagai penikmat social media dan sebagai msayarakat umum ini untuk tidak terlalu terjerumus dalam lomba lari untuk menunjukkan hidup siapa yang lebih bernilai, hidup siapa yang lebih punya impact, hidup siapa yang keren dan hidup siapa yang biasa-biasa saja.
Di saat semua orang berlomba untuk menujukkan kualitas hidup yang baik yang seharusnya dilakukan seperti apa, orang-orang yang menjalani hidup biasa-biasa saja tanpa banyak terpengaruh ajakan lifestyle yang katanya sedang tren, adalah orang-orang yang punya privilege.
Kok bisa? Ya, karena mereka punya prinsip hidup dan kedaulatan diri sendiri.
Di saat semua orang hectic dan bingung dengan pencapaian dan aktualisasi diri di social media, mereka tetap tenang menjalani hidup sehari-hari sebagaimana adanya. Mereka punya inner peace.