Awal Meraih Sebuah Prestasi
Petanque merupakan sebuah olahraga tradisional yang bersal dari Prancis. Olahraga ini masuk di Indonesia 2011 dimana tahun tersebut Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan SEA GAMES dan petanque menjadi olahraga wajib di event tersebut. Federasi Olahraga Petanque Indonesia yang selanjutnya disebut FOPI dibentuk pada tahun 2011 untuk menaungi olahraga bergengsi ini. Pada saat itu Bapak Caca Isa Saleh yang menjadi Ketua Umum FOPI yang pertama kali. Lapangan pun mulai dibuat saat perhelatan SEA GAMES di area Jakabaring Sport City Palembang dengan kekuatan 9 lane pertandingan dan 22 lane latihan.
Pada tahun 2012, FOPI mulai mensosialisasikan olahraga petanque di kampus-kampus yang memiliki program studi olahraga di 5 Provinsi. Provinsi tersebut meliputi Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, Riau, Jawa Barat(Bandung), Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan Jawa Timur (Surabaya).
Olahraga Petanque pun memiliki peralatan yang sederhana dan alat disesuaikan dengan lafas lidah orang Indonesia. Peralatan petanque hanya ada 2 yaitu bosi (bola besi) dan boka (bola kayu).
Namun, saya mengenal olahraga ini saat saya duduk di Kelas 12 pada tahun 2019. Pada saat itu saya diajak dan dipaksa ikut oleh guru olahraga saya yang bernama Pak Sigit. Saat itu beliau selaku sekretaris di organisasi FOPI Banyuwangi dan beliau mencari calon atlit yang akan diajak dan diseleksi untuk mengikuti Kejurprov ketiga yang diselenggarakan di Kota Probolinggo. Saya merupakan salah satu dari banyaknya siswa yang dipilih. Dan saat itu juga hanya dari 2 sekolah yang mewakili untuk mengikuti event pertandinga petanque yaitu SMKN 1 Glagah dan SMA 1 Glagah yang merupakan sekolah saya tempat saya menuntut ilmu.
Saat itu saya giat berlatih untuk bisa terpilih mewakili Kabupaten Banyuwangi untuk mengikuti kejuaraan provinsi. Karena disitu saya berpikir itu merupakan kesempatan saya untuk bisa berprestasi di bidang olahraga tersebut dengan alasan belum banyak pesaing. Hanya ada waktu 3 bulan sebelum pelaksaan kejuaraan Provinsi dan saya manfaatkan sebaik mungkin untuk berlatih dengan waktu yang singkat tersebut.
Tidak terasa waktu berjalan cepat, 2 minggu sebelum berangkat ke Probolinggo untuk mengikuti kejuaraan Provinsi, saya dipilih dan diturunkan di nomor beregu yaitu triple woman. Saya dipasangkan dengan teman latihan saya bernama Acila dan senior saya yang bernama mbak Ayuk. Saat itu saya dan Acila tidak bisa latihan dengan mbak Ayuk karena beliau berada diluar Banyuwangi. Kita disitu juga bingung dan merasa takut tidak bisa klop karena belum pernah latihan full tim.
Telah tiba waktunya tepat setelah 3 bulan latihan, tim Banyuwangi berangkat ke Kota Probolinggo untuk mengikuti kejuaraan provinsi. Pada saat itu kejuaraan dilaksanakan selama 5 hari. Saya yang turun di nomor triple women bermain dihari ketiga. Saat itu saya berusaha memberikan yang terbaik selama saya latihan 3 bulan. Pertandiangan tiap pertandingan kita lalui, dari lolos 16 besar, 8 besar hingga lolos 4 besar. Kejuaran tersebut berlangsung sampai malam hari. Pertandingan semifinal diteruskan hingga malam hari. Disaat semifinal kita terhenti dibabak tersebut. Saya dan tim hanya bisa menjadi juara 3 bersama. Di semifinal energi saya dan teman-teman mungkin mulai terkuras karena bermain dari pagi sampai malam hari. Tetapi kita termasuk diri saya sendiri sangat bersyukur bisa berada dititik ini, di kejuaraa provinsi pertama saya. Saya senang bisa naik podium dan mendapat medali di tingkat Provinsi. Namun, dengan semua itu saya tidak merasa puas, saya jadikan itu sebagai pecutan untuk terus berlatih dan bisa lebih baik di kejuaraan selanjutnya. Ini langkah awal saya untuk bisa berprestasi lebih tinggi kedepannya dan meraih juara di pertandingan selanjutnya.