Wilayah Indonesia merupakan aset bangsa yang tidak ternilai. Didalamnya terdapat berbagai macam potensi sumber daya alam dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan, hingga pertambangan. Oleh karena itu, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita miliki perlu sangat untuk dijaga, ditata dan dikelola penguasa. Ardani et al. (2022) Menyatakan Pengelolaan tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja, tapi kita sebagai warga negara hendak menjaga dan mengelola wilayahnya sendiri secara langsung. Negara diberikan kuasa oleh rakyat untuk menjaga, menata dan mengelola sumber daya alam yang terdapat di wilayah indonesia
Penguasaan negara terhadap sumber daya alam tersebut berguna untuk mengatur, mengelola, menyelenggarakan, menentukan baik dari penggunaan, dan hubungan hubungan hukum baik antara orang-orang dan perbuatan.Dalam menjalankan tugasnya tersebut, negara tidak dapat melepaskan apa yang terdapat dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa bumi, air, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pendaftaran tanah ini merupakan tugas yang diberikan kepada Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional, dan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, Arisaputra et al. (2017).
Ardani (2019) menganggap masalah tanah merupakan sesuatu yang sangat kompleks sebab menyangkut banyak aspek kehidupan masyarakat. Melihat banyaknya masalah pertanahan yang terjadi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku badan pemerintahan yang bertugas untuk menangani masalah pertanahan mulai melakukan antisipasi terhadap masalah yang timbul. Hal ini ditindaklanjuti dengan dibentuknya Pusat Data dan Informasi Pertanahan (Pusdatin), sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006.
Administrasi pertanahan di pedesaan sudah berjalan dengan baik dan masyarakat mulai menyadari pentingnya bukti kepemilikan. Bukti kepemilikan atas tanah sendiri sebagian besar dibuktikan oleh Sertifikat Hak Milik, Letter C, dan Catatan di kantor desa. Sementara itu untuk bukti kepemilikan, sebanyak 34% responden memiliki sertifikat hak milik, 19% responden memiliki bukti jual beli, 19% responden memiliki catatan di kantor desa, 4% responden menjawab bahwa sertifikat tanah masih atas nama penjual, kemudian bukti lain dalam bentuk pernyataan ahli waris, hak guna bangunan (HGB), dan warisan masing-masing sebanyak 4% responden.
Administrasi perkotaan di perkotaan sudah berjalan dengan baik. Bukti kepemilikan di perkotaan didominasi oleh SHM dan AJB serta Letter C untuk perkotaan di luar Pulau Jawa. Hasil survei melalui kuesioner yang dilakukan di Perumahan Bogor Raya Permai RW 013 Kota Bogor, didapatkan bahwa sebanyak 5,3% responden tidak memiliki tanah atas namanya sendiri dan tidak memiliki surat bukti hak tanah sebanyak 95% responden memiliki bukti kepemilikan tanah. 5,3% dari seluruh jumlah responden memiliki bukti kepemilikan tanah berupa akta jual beli (AJB). Sisanya memiliki bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat hak milik (SHM).
Sumaryanto, et al. (2016) mengungkapkan bahwa peranan tanah dalam peri kehidupan masyarakat sangat strategis, perumusan dan pelaksanaan program land reform membutuhkan pendekatan multidisiplin dan lintas sektor, serta persiapan sangat matang dan seksama dengan mempertimbangkan berbagai implikasinya yang sangat luas. Masalah administrasi pertanahan yang masih mendominasi di Indonesia baik pedesaan maupun perkotaan diantaranya terkait biaya, waktu pemrosesan, ketidaksukaan masyarakat akan prosedur yang ribet, serta kurangnya kesigapan perangkat desa.
Kelompok 6
Annisa Nurul Hasantie
Diva Kaila Safitri
Umi Nurul Fadilah
Ikhram Naafi Hamid