Mohon tunggu...
Farhan Iskandar
Farhan Iskandar Mohon Tunggu... Guru - Penyair Akhirat

Sebelum daun itu kering basahilah bibirmu dengan pujian

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Yang Tulus, Yang Lulus

12 Februari 2020   17:15 Diperbarui: 12 Februari 2020   17:17 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kira-kira 2 tahun lalu dokter mendiagnosa saya postif terkena tipes/ tifus yang bisa disebut penyakit usus, tidak ada kehkawatiran atau perasaan-perasaan menyeramkan ketika itu.

Setiap malam saya harus bermandikan keringat hingga 3 kali lepas pakaian, setiap kali bangun dari tidur perlu uluran tangan orang tua yang paling rentan tubuh tidak boleh terkena banyak-banyak air, dan nasi lembek yang paling mengerti kala itu.

Seminggu berlalu saya yakin pasti sembuh karna setiap kali sakit 1 hari 1 malam tubuh otomatis kembali pada suhu normal namun tetap badan serasa dipuasakan seharian full tanpa sahur, menginjak minggu kedua; sudah ada ketakutan  dan kesedihan karna Tuhan sudah setengah di hati setengah di otak lalu minggu ketiga; mata selalu berlinang takut-takut artikulasi mulut ini merendahkan diri dan ke-Maha Kuasaan-Nya kehilangan liburanlah, pembelajaraan, pelajaran-pelajaran yang baru dihafal.
 
Masuk minggu keempat berbarengan dengan babak baru perkuliahan, lagi-lagi terancam dicutikan mengingat kesadaran dan kemapanan tubuh yang baru setengah pulih, saya bergumam "Apakah Gusti Allah tega membuat saya tidak membaca al-Qur'an, pelajaran selama sebulan penuh, lalu sekarang orang tua menyuruh cuti kuliah?", sambil bercucuran air mata.

Saya memaksakan kehendak untuk tetap kuliah tidak ingin ada ketertinggalan dengan syarat satu dua minggu memulihkan stamina tubuh, ada dampingan orang tua ketika masa perkuliahan tapi saya bersikeras tidak ingin menyusahkan barang seharipun dan akhirnya 2 minggu selanjutnya kembali ke jakarta dengan perasaan gembira dalam kondisi jalan masih tergopoh-gopoh.

Memang tidak ada pembelajaran dalam sebulan itu, namun ada satu kalimat yang terpancang dalam jiwa "Semua yang diusahakan hanya titipan-Nya", terkadang dipinjamkan, diambil, lalu dipinjamkan lagi, jika memang bermanfaat akan diberikan namun esensi yang terkandung barang (materi/ imateri) tersebut tetap milik pemberi yang pertama.

~MERDEKA~
17 Agustus 2017

Muhammad Farhan Iskandar 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun