Mentalitas Kerja Kita Dan Mentalitas Kerja Nasional Memang, kita belum tahu persis seperti apa mentalitas nasional kita, walaupun Presiden Jokowi dengan slogan kerja, kerja dan kerja. Namun, berdasar atas pandangan hidup bangsa kita yakni Pancasila, maka kita dapat menyatakan bahwa mentalitas nasional kita adalah mentalitas kerja Pancasila. Pertanyaan kita adalah, macam apa itu mentalitas Pancasila ? Di sinilah kesulitannya melukiskan mentalitas bangsa indonesia, mengingat betapa anekanya keadaan masyarakat kita dengan kepelbagaian nilai-nilai budayanya, agama dan nilai-nilai lainnya yang kini sedang berkembang. Lukisan dan panorama nilai-nilai yang ada saja, sudah membuat kita bertanya, yang mana yang sebenarnya nilai yang kita anut.Apalagi jika kita mau menanyakan mentalitas kerja nasional yang seperti apa ? Namun demikian, ada suatu fakta yang tidak perlu di ragukan lagi yakni bahwa bangsa kita sedang melaksanakan pembangunan dan modernisasi itu. Dengan demikian, kita bisa berkata, bahwa kini tengah berlangsung satu mentalitas pembangunan dan modernisasi yang pada umumnya bisa kita lihat sebagai suatu gerak kerja nasional, perencanaan sebagai orientasi, pentahapan sebagai pedoman pelaksanaan, dan pembangunan fisik sebagai penampakan utamanya.
Dalam suasana kerja itulah, kita kini bekerja. Dalam kondisi seperti itulah mentalitas kerja kita uji, di nilai dan di kaji kemantapan dan ketangguhannya. Apakah cukup kuat idealisme kerja kita di tengah ide-ide rasional dan gaya modern yang kini tengah berlangsung ?
Apakah cukup pengabdian kita di tengah kenyataan pembagian rejeki dan penikmatan kesempatan, kesetiaan dalam bekerja salah, kerja sambil ngobyek ? apakah mentalitas kita tidak akan goyah bertatapan dengan mentalitas yang arusnya lebih kuat ? Benarkah bahwa gerak kerja kita cukup mapan dari sudut rasionalisasinya, perencanaanny, pertahapannya dan pengembangan mental secara materialnya ? Bila tidak, maka tidak lama lagi mentalitas kerja kita akan ambruk karena sudah rapuh. Kita harus selalu kritis terhadap pola kerja dan pelayanan kita, dan jangan sampai kita tertelan arus tanpa kita sendiri mampu mengerti kemana arus itu mengalir, dan bagaimana kita bisa keluar dari arus yang mengalir deras itu. Setidak-tidaknya kita tetap sadar bahwa kita sedang berada di dalam arus itu. Kita juga bekerja bukan untuk menentang arus, karena kesetiaan kita kepadatuhan tidak dengan maksud untuk berada pada pihak yang bertentangan dengan masyarakat dan pemerintah. Adalah keliru untuk berpendapat bahwa kerja dan pelayanan kita sebagai perlawanan terhadap kerja dan pelayanan pemerintah, bahkan justru kita perlu dan harus menjalin kerja sama dengan pemerintah dan aparatnya. Yang perlu kita perhatikandan jangan di lupakan adalah nilai-nilai kita sendiri yakni kebenaran, kejujuran, keadilan, kasih dan syukur kepada tuhan. Inilah yang seharusnya membedakan pelayanan dan kerja kita. Kita boleh larut dalam cara kerja, tetapi tidak dalam motivasi, sebab kita bekerja untuk mengabdi dan bukan perampok.
Gerak Dan Langgam kerja kita Ada suatu gerak yang tak dapat begitu saja di ubah dari kerja dan pelayanan kita yakni langgam dan iramanya. Gerak kerja kita ibarat langgam keroncong di pdu dengan irama jazz. Lebih runyam lagi, kalau cara kerja kita bagaikan orang sedang klenengan nyamleng di tabrak musik rock dan dangdut. Inilah kondisi kerja kita saat ini. Bukankah kita tahu bahwa kebanyakan langgam kerja kita ( pelayanan kristiani ) masih bergerak dengan lamban, asal ada iman, kurang terencana, tidak jelas tahap-tahapnya, idealisme melulu, dan kasih serta pengabdian belaka ? Ibarat perjalanan sebuah gerobak, yang meskipun kita lelap tertidur di dalamnya, sang sapi aku berjalan terus dan akhirnya ke tujuan. Bahkan tak jarang terjadi, ketika sang sapi berpapasan dengan sapi lain jenisnya, lalu berhenti dengan omong-omong dengan bahasanya, sementara kita terbangun dari tidur dan mimpi jadi sapi, lantas dengan tergopoh kitapun menyapa tukang pedati lainnya : ‘apa kabar bang?”. Ini masih mendingan ( lumayan-red. ), saking kaget, bahkan kita tidak sempat menyapa lagi, dan serta merta mengusik sapi, ‘huss ........ herrrrrr .... huss ..... herrrr’ dan gerobakpun bergerak di tari sang sapi.
Aman memang, berjalan dengan goncangan dan irama gerobak, biarpun berpapasan dengan mobil dan segala macam kendaraan, sebab semuanya akan minggir sambil tersenyum, ‘maklum gerobak sih’. Maka minggirlah mercedes, Holden, Volvo, Toyota, Sepeda, Truk, bahkan pejalan kaki, semua minggir dengan penuh pengampunan karena maklum dan mengerti bahwa kita ini Cuma gerobak, atau mungkin merasa kasihan kepada sapi kita ?
Kita memang berada di antara gerobak dan jet, antara dua gerak yang sungguh berbeda. Dimana kita sekarang ? Anda di mana dan kita di mana ? Baiklah, tetapi awas, perjalanan gerobak bukan tanpa rintangan, karena kita harus awas, jangan sampai melewati pintu penutup kereta api yang tidak lagi berfungsi, karena kereta api tidak pernah peduli,apakah dia sapi/gerobak, siapa saja akan di gilasnya dan tidak ada ampun. Ia tidak peduli dengan huss...... herrrrrr, tidak peduli karena klakson dan sempritan, ia akan melaju terus. Dan kita, ya .... huss .... herrrrrr, namun awas, jangan sampai lelap tidur dan mimpi jadi ..... huss ...... herrrrr....sapi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H