Mohon tunggu...
Umar Soleh
Umar Soleh Mohon Tunggu... Lainnya - karyawan swasta

Daku hanyalah semi kerdil, dari bebijian diantara bebijian lainnya. Daku sekedar penjaja sulaman kata dan pemain gaung rima

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lorong Waktu

28 Maret 2013   21:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:03 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berandai ketika aku temui lorong waktu
Aku bisa melanglang ke silamnya masa lalu
Dan aku pun bisa terawang misteri masa depanku
Tapi, kemanakah hendak dituju?

Haruskah aku berbalik ke silamnya masa lalu?
Memungut apa-apa yang terluput dari tanganku
Atau haruskah aku terawang misterinya masa depanku?
Biar aku tahu rahasia apa yang bakal berlaku padaku

Berandailah aku, melanglang ke silamnya masa lalu
Memungut apa-apa yang terluput dari tanganku
Sempurnakan setiap jengkal usahaku
Dan berkarib dengan sesiapa yang belum aku tahu

Hingga kembalilah aku pada masaku
Ah, kenapa dulu tidak begitu?
Pengandaian yang cuma buat panjang sedihku
Sungguh pun demikian, tiada terubah sedikit pun hidupku

Hingga sampailah aku pada sadarku
Hidupku tetaplah hasil rencana masa silamku
Tiada faedah mengandai baiknya masa lalu
Pun begitu ia sebuah bahan ajar, tuk berbaik di masa depanku

Berandailah aku, menerawang misteri masa depanku
Mengintip rahasia yang akan berlaku padaku
Cari kesudahan setiap peritiwa di duniaku
Dan telisik penggal-penggal kehidupanku

Hingga kembalilah aku pada masaku
Sungguh tercekat dengan rasa tak menentu
Kemana hendak berlari atas sesuatu yang bakal berlaku
Hilang juang, tinggal pasrah tunggu yang terpasti bagiku

Hingga sampailah aku pada sadarku
Tetaplah indah misteri takdir itu
Tiada faedah mengandai intip, tersebab jadikan diri kaku
Indah memilih, mulia berjuang, mengharap takdir terbaiku

Mengandai perbaiki masa laluku, mungin aku mampu
Tapi, tak akan berfaedah pada apa yang telah belaku
Sebuah kehati-hatian, agar tiada bertambah kesedihan itu
Cukuplah yang lampau, jadi ajar tuk berbaik di masa depanku

Mengandai mengintip masa depanku, mungkin aku mampu
Tapi itu hanyalah prasangka, tersebab ia tertutup bagiku
Sebuah kehati-hatian, menyangka yang baik padaku
Cukuplah ia jadi harapan, tuk berusaha jemput takdir terbaiku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun