Mohon tunggu...
Umar Hasan Zuhairi
Umar Hasan Zuhairi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sebuah Universitas Islam Negari di Kabupaten Pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Moderasi Beragama dan Teori Solidaritas: Mengukir Harmoni dalam Keberagaman

28 September 2023   09:11 Diperbarui: 28 September 2023   09:13 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi oleh Penulis

Pada era globalisasi dan pluralisme agama yang semakin berkembang, tantangan dalam mempertahankan harmoni dan solidaritas antar masyarakat yang beragam keyakinan semakin mendalam. Sebagai respons terhadap kompleksitas ini, konsep moderasi beragama muncul sebagai pendekatan yang penting untuk memelihara kerjasama antar kelompok beragama. Konsep ini tidak hanya menawarkan kerangka kerja praktis untuk menjaga kedamaian dalam masyarakat yang beragam, tetapi juga memiliki akar filosofis yang dalam, di dalam teori solidaritas.

Sosiolog bernama Emile Durkheim adalah salah satu tokoh yang memperkenalkan teori solidaritas, yang berfokus pada pemahaman hubungan antarindividu dalam masyarakat. Teori solidaritasnya dapat memberikan pandangan yang berharga tentang bagaimana moderasi beragama dapat menjadi perekat sosial yang kuat dalam masyarakat yang beragam keyakinan seperti Desa Linggoasri.

Menurut Durkheim, ada dua bentuk solidaritas sosial: solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik merujuk pada masyarakat tradisional di mana individu-individu memiliki kesamaan dalam norma, nilai, dan tugas mereka. Sebaliknya, solidaritas organik muncul dalam masyarakat modern yang lebih kompleks, di mana individu memiliki peran yang berbeda dalam divisi kerja sosial.

Ketika kita menerapkan konsep solidaritas ini pada moderasi beragama di Desa Linggoasri, kita dapat melihat bahwa masyarakat di sana menciptakan bentuk solidaritas organik yang kuat. Meskipun mereka memiliki keyakinan agama yang berbeda, mereka memahami dan menghargai peran dan keunikan masing-masing dalam mempertahankan kedamaian dan harmoni di desa. Mereka telah membangun jaringan kerjasama yang melibatkan individu dengan perbedaan keyakinan agama, yang tercermin dalam perayaan agama bersama dan penghargaan terhadap nilai-nilai universal.

Konsep moderasi beragama di Desa Linggoasri juga mencerminkan gagasan Durkheim tentang integrasi sosial. Integrasi sosial merujuk pada sejauh mana individu-individu dalam masyarakat terhubung dan merasa terikat satu sama lain. Dalam masyarakat yang mempraktikkan moderasi beragama, seperti Desa Linggoasri, integrasi sosial terjadi melalui penghargaan terhadap perbedaan agama dan pemahaman bahwa keragaman ini merupakan aset yang memperkaya masyarakat. Masyarakat di sini merasa terikat satu sama lain melalui rasa hormat dan kepercayaan, bukan hanya kesamaan agama.

Durkheim juga membahas peran moral dalam solidaritas sosial. Dia mengemukakan bahwa dalam masyarakat modern, moralitas menjadi lebih abstrak dan kompleks karena peran individu dalam divisi kerja sosial yang beragam. Namun, moralitas masih merupakan perekat yang kuat dalam masyarakat. Di Desa Linggoasri, moralitas berperan sebagai perekat yang memungkinkan individu dari berbagai keyakinan agama untuk hidup bersama dalam harmoni.

Moderasi beragama di Desa Linggoasri didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang universal yang terkandung dalam hampir semua agama besar. Kasih sayang, keadilan, belas kasihan, dan cinta terhadap sesama adalah nilai-nilai yang dipegang oleh semua warga desa, terlepas dari agama mereka. Ini adalah contoh konkret bagaimana moralitas yang bersifat universal dapat menjadi landasan untuk menjaga harmoni dalam masyarakat yang beragam.

Sementara konsep moderasi beragama di Desa Linggoasri mencerminkan prinsip-prinsip solidaritas dalam teori Durkheim, ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan terbesar adalah pengaruh media sosial dalam memengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap keagamaan. Teori Durkheim memberikan wawasan tentang bagaimana media sosial dapat memengaruhi integrasi sosial. Ketika media sosial digunakan untuk menyebarkan pesan kebencian dan ekstremisme agama, ini dapat mengganggu integrasi sosial dan solidaritas dalam masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah desa, pemimpin agama, dan individu dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisasi online sangat penting dalam menjaga solidaritas dan harmoni.

Selain itu, pendidikan juga memegang peran kunci dalam mendorong moderasi beragama dan memperkuat solidaritas. Dalam teori Durkheim, pendidikan adalah salah satu lembaga sosial yang membentuk moralitas dan nilai-nilai sosial. Di Desa Linggoasri, pelajaran agama di sekolah lokal mencakup pengajaran tentang nilai-nilai universal yang dimiliki oleh berbagai agama. Siswa belajar untuk menghormati perbedaan dan memahami bahwa inti dari semua agama adalah cinta dan perdamaian. Ini adalah langkah penting dalam memperkuat solidaritas dan mempromosikan moderasi beragama.

Dalam kenyataannya, moderasi beragama adalah jalan menuju harmoni dan kebijaksanaan, dan teori solidaritas sosial dapat memberikan kerangka kerja yang bermanfaat untuk memahami betapa pentingnya konsep ini dalam masyarakat yang beragam keyakinan. Di Desa Linggoasri, penduduknya telah menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat yang beragam dapat hidup berdampingan dalam damai dan saling menghormati. Mereka telah membangun solidaritas yang kuat melalui penghargaan terhadap perbedaan agama, nilai-nilai moral yang universal, dan pendidikan yang mengedukasi tentang toleransi dan kerjasama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun