Mohon tunggu...
Umar Hapsoro
Umar Hapsoro Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bosan jadi pegawai, lantas berwirausaha. Senang baca, dan suka juga nulis, tapi kadang2. ~ "Pengetahuan tidaklah cukup, ..... karenanya kita hrs mengamalkannya. Niat saja tidaklah cukup, untuk itu kita harus melakukannya."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Tunda Lagi TV Berjaringan

13 Januari 2010   07:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:29 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_53195" align="alignleft" width="297" caption="TV Berjaringan "][/caption] Dua hari lalu, penulis memposting tulisan "Repotnya mengatur TV Berjaringan di Indonesia". Disitu kita mengulas, bahwa telah terlampauinya batas akhir  yang menetapkan pelaksanaan Sistem Siaran Berjaringan (SSB) untuk televisi-televisi yang beroperasi secara nasional di negeri ini. Artinya, bila televisi-televisi dimaksud diatas, berlokasi di Jakarta menginginkan siarannya dapat diterima di daerah tertentu, maka ia harus bekerjasama dengan televisi yang ada di daerah bersangkutan. Peraturan Menkominfo Nomor 32/Per/M.KOMINFO/12/2007, yang menyebutkan penyesuaian batas akhir pelaksanaan TV Jaringan yang diamanatkan UU 32/2002, tentang penyesuaian pelaksanaan sistem TV Jaringan dari batas akhir pada 28 Desember 2007 menjadi paling lambat dilaksanakan pada 28 Desember 2009. Ketika dikeluarkanya dua tahun yang lalu, telah menuai berbagai protes keras dari berbagai pihak, termasuk KPI daerah pun memprotes keras Permen itu. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik di pusat maupun daerah, sebagai lembaga negara yang mengawal UU Penyiaran, terus berupaya mendesak pemerintah dan lembaga penyiaran swasta tidak lagi menunda sistem stasiun berjaringan. Sebab jika terus-menerus ditunda, apalagi sampai tiga kali akan menyebabkan produk undang-undang itu tidak berfungsi dan demokratisasi di bidang penyiaran menjadi terhambat. Beberapa dari suara-suara protes mengatakan, Jangan hanya alasan ketidaksiapan para operator (televisi), Menkominfo menunda pelaksanaan UU Nomor 32 itu, padahal seharusnya sudah harus diberlakukan sesuai amanat konstitusi. "Seharusnya Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini sudah berlaku secara yuridis formal pada tanggal 28 Desember 2007 lalu. Apa haknya seorang menteri membatalkannya,” kata Ishak M. Yusuf, praktisi hukum, konsultan serta pemerhati telekomunikasi dan informatika. Namun, lagi-lagi industri penyiaran televisi masih meminta penundaan pemberlakuannya. Permintaannya pun bervariasi, mulai dari hitungan minggu hingga tahun. Malahan ada yang meminta ditunda satu tahun lagi. Dari beberapa komentar yang masuk pada tulisan sebelum ini, ada yang tadinya belum tahu, ada juga yang menanyakan, apa sih manfaat TV berjaringan? Pertanyaan yang sangat wajar, karena pada dasarnya publik ingin agar televisi yang menggunakan ranah publik frekwensi milik negara, isi siarannya lebih baik dan lebih memperhatikan moral. Sistem berjaringan ini sebenarnya merupakan usaha demokratisasi di bidang penyiaran. Pasalnya, selama masa Orde Baru telah terjadi pemusatan informasi yang dikelola dari Jakarta yang dipaksakan ke seluruh Indonesia. Kenyataan itulah yang justru menafikan keberagaman bangsa. Bangsa Indonesia yang heterogen dipaksakan untuk menerima sajian televisi yang siarannya terpusat di Jakarta. Begitu katanya orang-orang pinter. Adanya siaran lokal juga berpotensi membuka lapangan kerja baru bagi warga daerah setempat untuk berkiprah di dunia penyiaran. Misalnya membangkitkan usaha di sektor rumah produksi, seniman, penulis naskah-naskah sandiwara rakyat dan budayawan dapat tersalurkan untuk berkarya dan berkreasi melalui televisi. Bagi pemerintah daerah tentu juga banyak manfaatnya selain membuka lapangan kerja baru bagi warganya, juga dapat memungkin adanya sumber pendapatan asli daerah dari perizinan pembangunan infrastruktur. Roda perekonomian pun sedikit banyak dapat berputar di daerah tersebut, karena uang iklan tidak lagi tersedot semuanya ke Jakarta. Televisi lokal berjaringan juga akan mendorong televisi lokal yang telah ada untuk meningkatkan kwalitas isi siarannya. Sedangkan masyarakat lokal yang selama ini kesal dan khawatir terhadap isi siaran televisi yang tidak baik dapat lebih mudah untuk menyampaikan keluhan dan kritikannya kepada lembaga penyiaran, baik melalui KPID ataupun langsung. Disamping itu, tentu saja dapat juga dijadikan peluang bagi lembaga perguruan tinggi di daerah untuk membuka program broadcasting, yang berproyeksi ke dunia kerja yang nyata dan menjanjikan. Apabila ini semua bisa direalisasikan dengan kerjasama dan saling bergandeng tangan oleh semua pihak yang terkait. Maka, demokratisasi di bidang penyiaran sudah pasti bukan lagi mimpi, dan pemerataan kesejahteraan tentunya akan terjadi di semua daerah, yang dimulai dari sektor ini. "Selamat datang televisi berjaringan .... Majulah Indonesia-ku" Salam dan selamat untuk saudara-saudaraku di daerah-daerah. Sumber gambar : Google

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun