Mohon tunggu...
Umar Hapsoro
Umar Hapsoro Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bosan jadi pegawai, lantas berwirausaha. Senang baca, dan suka juga nulis, tapi kadang2. ~ "Pengetahuan tidaklah cukup, ..... karenanya kita hrs mengamalkannya. Niat saja tidaklah cukup, untuk itu kita harus melakukannya."

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Berantas Korupsi dengan Kompromi?

13 Februari 2010   04:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:57 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_73495" align="alignleft" width="300" caption="Beware Corruptors Fightback"][/caption] "Katanya mau memberantas korupsi, tapi tersangka korupsi koq dibelain rame-rame?" Agus Condro buka suara soal penahanan mantan koleganya di PDIP Dudhie Makmun Murod. Agus merasa aneh PDIP terkesan ingin membela mati-matian Dudhie. Ada apa? "Dahulu waktu saya membuka kasus ini, saya malah dipecat. Mereka panik dan hendak menutup-nutupi kasus ini, saya dianggap mengigau dan membual. Sekarang buktinya Dudhie ditahan, ini membuka mata publik," begitu kata Agus. Agus mengaku tidak bermaksud memenjarakan teman dan membuka borok partai. Dia hanya memberikan penjelasan kepada penyidik, apa yang pernah dialaminya. "Sekarang dengan ditahannya Dudhie, ini membuktikan saya yang benar dan mereka yang bohong," terangnya. (Detiknews.com) "Padahal, dia kan hanya melaksanakan perintah, …. Hah!, ... Apa katamu? ... Siapa yang berani merintah-merintah anggota dewan yang terhormat?" ... Namun, setelah membaca berita yang disodorkan oleh temanku, saya pun hanya mampu berucap "Oooooo begitu ya kisahnya?" Dudhie, Kamis (11/2/2010), ditahan KPK karena diduga menerima suap terkait pemilihan Miranda S Goeltom. Kasus ini mencuat berdasarkan pengakuan dari mantan politisi PDIP Agus Condro. Pengacara Dudhie, Amir Karyatin, menyatakan "Dudhie sebenarnya hanya menjalankan perintah dari politisi PDIP berinisial PN." (Detiknews.com) Usai mendampingi kliennya diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis(11/2). Amir pun membeberkan, kedua orang itulah yang memberikan perintah sekaligus memberikan uang sebesar Rp500 juta dalam bentuk cek perjalanan kepada Dudhie Mamun Murod, mantan anggota Komisi IX DPR RI juga dari Fraksi PDIP. "Pak Dudhie itu diperintah oleh PN, pada saat pertemuan itu Pak Dudhie nggak tahu, hanya diminta ngambil saja (amplop berisi travel cek)," sebut Amir. Pertemuan yang dimaksud Amir adalah pertemuan di restoran Bebek Bali yang dilakukan setelah fit and proper test Miranda Goeltom. Dudhie, lanjutnya, menyerahkan amplop tersebut kepada Emir Moeis selaku Ketua Komisi IX DPR RI saat itu. "Jadi setelah dibawa (amplop) diserahkan kepada EM, dari Pak EM lalu (isinya) didistribusikan kepada anggota lainnya," pungkas Amir. (Inilah.com) Selang beberapa sa'at berita-berita ini beredar, seperti biasa di pos-pos Kamling Rw, beragam komentar pun mulai bermunculan. Karena rakyat yang tidak suka ikut acara demo-demoan, hanya bisa berkomentar saja, sekalian mengimbangi acara-acara TV yang semakin tidak jelas, seperti misalnya Infotainment, Politainment, serta beragam jenis entertaiment lainnya yang kian marak dipertontonkan di republik ini. Maka rakyat kecil di warung-warung kopi, warung nasi sampai pos-pos Kamling pun mulai ramai dengan "Komentainment" (komentar entertainmen). Barangkali, lantaran alasan itulah dalam kasus penangkapan ini, di komentaiment sempat terlontar komentar-konyol yang bilang, "Udah gitu (baca: tertangkap) nyalahin KPK lagi, mau dibikin apa negara ini?" Katanya, di-indikasikan adanya intervensi politik terkait penahanan Dudhie Makmun Murod oleh KPK. Namun, KPK tegas-tegas membantah. "Kita bekerja profesional tanpa ada kaitan apapun. Semua proses lewat hukum," kata juru bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (11/2/2010). Johan menyatakan, Dudhie yang diduga menerima suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom pada 2004 lalu ini, berkasnya sebentar lagi akan dinaikan ke penuntutan. "Jika ada yang menuduh macam-macam perlu diselidiki lebih lanjut motif tudingan itu. Apakah ada unsur politisnya," kata Johan. (Detiknews.com) Selesai diperiksa, kuasa hukum Dudhie, Amir Karyatin kembali menegaskan, bahwa Panda Nababan juga ikut menerima cek perjalanan. Begitupun Emir Moeis, karena amplop coklat yang diberikan Panda berisi cek perjalanan diberikan Dudhie kepada Emir yang selanjutnya dibagi-bagikan ke anggota Fraksi PDIP. Namun, Johan menegaskan, pengakuan Dudhie tidak bisa serta merta digunakan untuk menetapkan pihak lain sebagai tersangka. Begitupun juga soal siapa yang menyediakan dana tersebut. "Kita akan tindak lanjuti, apakah ada bukti pendukung. Jadi itu tidak sekedar pengakuan saja," ucap juru bicara KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/2). Inilah daftar anggota Komisi IX DPR saat itu yang diduga menerima aliran dana Bank Indonesia. Data disampaikan Presiden Lumbung Infomasi Rakyat (LIRA) Jusuf Rizal di Jakarta berdasarkan kesaksian Hamka Yandhu di Pengadilan Tipikor 28 Juli 2008. Berikut nama ke-52 anggota DPR yang diduga menerima aliran dana Bank Indonesia : No Nama Fraksi Uang Diterima 1 Ir. Emis Moeis PDIP Rp 300 juta 2 H.M Pasca Suzetta Golkar Rp 1 miliar 3 H. Faisal Baasir PPP belum diketahui 4 Drs. Ali Maskur Musa PKB Rp 300 juta 5 Drs. T.M Nurlif Golkar Rp 250 juta 6 Drs.Baharuddin Aritonang Golkar Rp 250 juta 7 Drs. Antony ZA Golkar belum diketahui 8 Ir. Achmad Hafiz Zamawi Golkar Rp 250 juta 9 H. Asep Ruchimat Sudjana Golkar Rp 250 juta 10 Bobby S.H Suhardiman Golkar Rp 250 juta 11 H. Azhar Muchlis Golkar Rp 250 juta 12 H. Abdullah Zaine Golkar Rp 250 juta 13 Martin Bria Seran Golkar Rp 250 juta 14 H. Hamka Yandhu Golkar Rp 500 juta 15 Drs. Henky Baramuli Golkar Rp 250 juta 16 Reza Kamarulah Golkar Rp 250 juta 17 Max Moein PDIP Rp 250 juta 18 Drs. Poltak Sitorus PDIP Rp 250 juta 19 Aberson M. Silaloho PDIP Rp 250 juta 20 Dr. Sukowaluyo PDIP Rp 250 juta 21 Tjandra Wijaya PDIP Rp 250 juta 22 Zulfan Lindan PDIP Rp 250 juta 23 Dipl. Oek. Englina Pattiasina PDIP Rp 250 juta 24 Williem Tutuarima PDIP Rp 250 juta 25 Drs. Sutanto Pranoto PDIP Rp 250 juta 26 Sukono PDIP Rp 250 juta 27 Matheos Pormes PDIP Rp 300 juta 28 Daniel Budi Setiawan PDIP Rp 250 juta 29 Agus Condro Prayitno PDIP Rp 250 juta 30 Dudie Murod PDIP Rp 250 juta 31 H. Sofyan Usman PPP Rp 250 juta 32 Drs. Endin AJ Soefihara PPP Rp 250 juta 33 H. Urai Faisal Hamid PPP Rp 250 juta 34 Habil Marati PPP Rp 250 juta 35 Danial Tanjung PPP Rp 500 juta 36 Drs.H. Aly As'ad PKB Rp 250 juta 37 H. Aris Azri Siagian PKB Rp 25 juta 38 HM. Mukhtar Noerjaya PKB Rp 250 juta 39 Drs. H. Amin Said Husni PKB Rp 250 juta 40 H. Amru Al Mu'tashim PKB Rp 400 juta 41 Drs. Hakam Naja F-Reformasi Rp 250 juta 42 Tubagus Soemandjaja SD F-Reformasi Rp 250 juta 43 Herman L. Datuk Rangkayo B F-Reformasi Rp 250 juta 44 Drs. H. Munawar Soleh F-Reformasi Rp 250 juta 45 Rizal Djalil F-Reformasi Rp 250 juta 46 R. Sulistyadi F-TNI/POLRI Rp 250 juta 47 Suyitno F-TNI/POLRI Rp 250 juta 48 Drs. Udju Djuhaeri F-TNI/POLRI Rp 250 juta 49 Drs. Darsup Yusuf F-TNI/POLRI Rp 250 juta 50 Drs. Hamid Mappa F- KKI Rp 250 juta 51 HMS. Kaban PBB Rp 300 juta 52 Drs. Abdullah Al Wahdi PDU Rp 250 juta Sumber : Jakartapress Dalam tulisan saya sebelum ini, walaupun saya tidak mahir-mahir amat berpolitik. Sempat saya singgung salah satu trik politik yang sumbernya saya peroleh dari berbagai literature yang tersebar di internet, tentang "Up and Down Intrict". Yakni, sebuah kasus bisa tiba-tiba mencuat kepermukaan untuk menutupi kasus lainnya, begitu juga sebaliknya. Maksudnya, sebuah Kasus bisa di tenggelamkan dengan mengangkat isu kasus lainnya, (disini). Ada lakon "Pansus Bank Century." Sebelumnya ada lakon-lakon lain di “teater” Indonesia seperti "Bibit-Chandra", "Antasari", "Prita", "Susno Duadji, dengan infonya soal penerima dana fiktif Bank Century di Makasar", "Pengemplangan Pajak dari Group Bakrie", dan kini kasus suap kader fraksi PDI-P", dan besok mungkin muncul kembali kepermukaan kasus "Lumpur Lapindo" yang masih menyisakan derita rakyat Porong. Akhir dari lakon-lakon itu tentu saja ada yang memuaskan sebagian penonton, dan ada yang tidak berakhir dengan happy ending. Namanya juga teater. Ada yang senang nontonnya, ada juga mencak-mencak sembari bingung sendiri. Khususnya rakyat kecil yang tidak terlalu paham dengan trik-trik, atau manuver-manuver politik. Sehingga mereka pun bertanya, "Akan ada kompromi lagi kah penyelesaian kasus-kasus ini?" (Kompasiana-HUH, 13/2/2010) Atau, akan ada serangan balik dari para Koruptor? "Beware Corruptors Fightback" Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun