Mohon tunggu...
Umar Farouk Zuhdi
Umar Farouk Zuhdi Mohon Tunggu... -

Refleksi keberagamaan adalah kemuliaan akhlak. Wujudnya adalah rahmat bagi siapa pun. Menulis sekedar berbagi untuk membuat kehidupan ini lebih manusiawi, lebih adil, dan lebih beradab. Belajar dari matahari dan kesempurnaan penciptanya barangkali dapat membuat hidup lebih memiliki makna..!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Membaca Isyarat-Isyarat Pasca Drama Pilkada

23 April 2017   19:54 Diperbarui: 25 April 2017   21:16 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kesembilan, wajah Anies yang cemberut (tidak banyak senyum seperti dalam debat pilkada di layar tv, walau senyum itu ada yang tulus dan kadang mengejek) dan wajah Ahok yang tersenyum lepas ketika membicarakan sistem Anggaran Pemrov DKI yang  menggunakan Tripple Password sebagaimana bisa dilihat dalam berbagai media membuat orang curious (atau nosy?):  ‘Ada apa dengan Anies?’.   Sebagian menebak: ‘Ah, Anies pasti sedang kaget dan kecewa karena ternyata akan tidak mudah ya untuk mengotak-atik anggaran DKI karena E budgetting itu transparan.  Rakyat bisa langsung mengontrol  pemanfaatan uang rakyat.  Apalagi dengan  Tripple Password itu perubahan satu rupiah saja  di dalam anggaran akan langsung terlacak oleh BPK dan KPK.  Bukan main.  Anies kaget!’  (Susah yaa jadi Ahok.  Jadi gubernur tidak bisa maininanggaran...Mungkin itu yang terlintas di benak Anies)  Jika saya tafsirkan dari disiplin ilmu Komunikasi maka ada yang namanya micro expression.  Mimik wajah Anies menunjukkan adanya beban psikologis berat dan adanya kekecewaan. Mengapa?  Karena apa yang  telah dibayangkan berbeda dengan kenyataan.  Menjadi gubernur DKI itu berat sebab Ahok-Djarot telah memberikan base line kinerja yang sangat tinggi.  Untuk menyamai saja sulit apalagi melebihinya. Namun apa mau dikata  pada saat kampanye janji-janji telah diobral. Untuk bisa seperti Ahok-Djarot, Anies-Sandi harus bermetamorfosis menjadi negarawan. Selesai dengan dirinya sendiri dan total mengabdi kepada rakyat. ‘Menjadi jongosnya rakyat’, kata Ahok.  Apa mau?  Wong mereka baru level politikus yang  ingin menjadi bos-nya rakyat.

Kesepuluh, Jika kecurigaan sebagian publik benar bahwa Anies itu seorang penganut Syi’ah (konon Anies yang punya kekayaan tujuh miliar itu belum pernah naik haji dan umroh?), maka strategi taqiyyah-nya ajaran Syi’ah itu telah dengan sangat berhasil ia gunakan sebagai senjata ‘bunga teratai’ untuk terus terangkat ke permukaan di gemuruh ombak samudra politik kontestasi pilkada DKI. Dan ia sukses!  Kita lantas dapat isyarat baru bahwa mosaik politik kontemporer Indonesia ini sungguh warna-warni. Menarik sebagai realitas pluralitas tapi ada  potensi tak terkendali dan sangat berbahaya.  Pada saatnya kelompok kekuatan anti Ahok ini akan pecah secara alamiah. Bisa meledak dengan suara keras dan menimbulkan kekacauan politik baru sebab HTI, PKS, Gerinda, kelompok Syi’ah dan petualang-petualang politik lintas parpol dan ormas sejatinya tidak dapat disatukan secara idiologis.  Mereka berbeda. Mereka bersatu karena faktor Ahok. Jadi pertarungan politik di internal kubu Anies-Sandi pada saatnya akan bergolak. Wait and see..!

Wah, tentu masih banyak isyarat lainnya yang dapat dipahami secara jernih agar kita menjadi wisemenyambut datangnya gubernur dan wagub baru Jakarta. Untuk sementara sekian dulu saja ya...  Ayo, kita bimbing Anies-Sandi untuk bekerja melayani rakyat Jakarta.  Meskipun tulisan ini sepertinya tidak memihak Anies atau tidak mempercayai kalau ia akan menjadi pelayan rakyat yang baik,  kiranya tidak perlu tulisan ini dianggap sebagai upaya mendestruksi Anies.  Jika ini yang terjadi maka sia-sia kita membangun Indonesia, khususnya Jakarta,  dengan semangat demokrasi.  Saling memberi evaluasi dan memberi kritik dan saran akan membuat kita dapat berdemokrasi secara lebih cerdas dan bermartabat.  Kepada Ahok-Djarot saya berterima kasih dan memberi apresiasi yang luar biasa karena kekalahan Anda berdua sungguh telah mengajari semua orang betapa sangat sedikitnya pemimpin rakyat yang baik seperti kalian.  Kekalahan kalian adalah kemenangan bagi rakyat karena mereka menjadi optimis bahwa negeri ini masih memiliki pemimpin yang amanah dan karenanya mereka memiliki kebanggaan sebagai bangsa.  Bukankah selama ini mereka terbelenggu dalam apatisme seakan negeri ini akan terus terjebak dalam sistem pemerintahan yang  kleptokratik?

Saya sruputdulu kopi panasnya.  Tidak pakai gula pasir. Pakainya gula aren. Konon lebih sehat...! Monggo Mas....Sekian dulu ya...... Ngapunten.  Tabik..!

Umar Farouk Zuhdi

Kaki Gunung Ungaran

21 April 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun