Matahari mulai tenggelam di balik bukit, memancarkan cahaya lembut keemasan. Aku duduk di bangku taman kota, menghirup udara sere yang segar sambil sesekali melirik sekeliling. Tiba-tiba pandanganku tertambat pada sosokmu. Kau berdiri tak jauh dariku, dengan senyuman tipis terlihat menenangkan.
Lirikanmu pertama kali menyapaku, aku merasa dunia seakan berhenti berputar. Mata kita bertemu pandang, cuma dalam sekejap itu, waktu seperti membeku. Lalu, kau mendekat, bisikanmu pelan namun penuh arti mengalun di telingaku. "Kamu sering ke sini?" tanyamu dengan nada pebuh kehangatan. Semenjak saat itu, hatiku mulai tergoda oleh kehadiranmu. Setiap detik, setiap hela napas, selalu mengingatmu. Wajahmu jelita dan senyummu menawan membuatku tak bisa berkutik. Ada sesuatu di matamu yang membuatku ingin terus menatapnya . Setiap kali kau tersenyum, dunia seolah dipenuhi warna-warni. Hati ini berdebar sendu, antara bahagia dan gugup karena kau ada di dekatku.
Aku tak pernah merasa begini sebelumnya. Pertama kali ku jatuh hati, pertama kali ku mengenal cinta. Semua datang secara tiba-tiba, tanpa aba-aba, hanya padamu, hanya untukmu. Kau adalah orang pertama yang membuatku merasa seperti ini. Hatiku berbisik bahwa kau adalah tujuan akhir dari semua getaran-getaran indah ini. Namun, di balik semua keindahan itu, ada satu hal yang membuatku gelisah. Suatu hari, saat aku sedang duduk di bangku favorit, aku melihatmu tertawa bersama seseorang gadis dengan senyum yang tak kalah manis dari senyumanmu. Tangannya menyentuh lenganmu dengan akrab, dan kalian tampak begitu dekat. Dadaku terasa sesak, seolah ada beban besar yang menekan. Apakah dia...? Apakah kau sudah memiliki seseorang?
Hari-hari selanjutnya menjadi lebih sulit bagiku. Aku mencoba tetap tersenyum saat bertemu denganmu, tapi hatiku terasa hampa. Kau masih memperlakukan aku seperti biasa, dengan kelembutan dan senyuman yang sama. Namun, bayanganmu bersama gadis itu terus menghantui pikiranku. Suatu malam, aku memutuskan untuk menghindarimu. Aku tak bisa lagi menahan perasaan cemburu yang menggerogoti hatiku. Saat kau mencoba menghubungiku, aku hanya memberikan alasan-alasan kosong. Aku takut jika kau tahu betapa rapuhnya diriku saat ini. Takut jika kau tahu bahwa aku cemburu. Takut jika kau tahu bahwa aku jatuh cinta kepadamu.
Hingga suatu hari, kau datang ke rumahku tanpa permisi. Matamu yang biasanya berbinar, kini terlihat penuh tanya. "Kenapa kamu menghindariku?" tanyamu langsung, tanpa basa-basi. Suaramu terdengar khawatir, tapi juga marah. Akhirnya, aku menyerah. Dengan suara bergetar, aku mulai bercerita. Tentang perasaanku padamu, tentang cemburu yang menghantuiku, tentang ketakutan bahwa kau mungkin sudah memiliki seseorang. Kau terdiam sejenak, lalu tertawa pelan.
"Gadis itu?" tanyamu sambil tersenyum. "Dia adikku."
"Aku tidak tahu kalau kau..." suaraku tercekat.
"Memiliki perasaan padaku?" potongmu, matamu berkilau penuh harap. "Aku juga, tahu. Aku juga merasakan hal yang sama."
Dunia seolah berputar kembali. Senyummu yang kini kuperhatikan dengan lebih jelas, terasa lebih manis dari sebelumnya. Perlahan, kau menggenggam tanganku, dan untuk pertama kalinya, aku merasa lega. Semua konflik yang kubuat sendiri akhirnya terjawab.
Namun, aku masih punya pertanyaan, akankah aku bisa melepaskan rasa cemburu dan ketakutan itu sepenuhnya? Ataukah ia akan terus menghantuiku?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI