Mohon tunggu...
Umar Faruq
Umar Faruq Mohon Tunggu... Penulis - Hukum Tata Negara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik Hukum Yang Apiratif akan melahirkan Hukum yang responsif sedangkan politik Hukum yang konservatif akan melahahirkan hukum yang tirani dan Ortodok

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Apa Bener Korupsi 50 Juta Tidak Harus Dipidana?

4 Februari 2022   01:11 Diperbarui: 4 Februari 2022   01:12 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sumber foto :canva

Keberadaan korupsi tidak bisa di hindarkan yang ada di Indonesia. Korupsi terjadi di berbagai sektor mulai dari pemerintah pusat sampai ke Pemerintah daerah sampai pemerintah desa. Selain sudah tersebar di semua sektor pemerintahan ternyata jumlah yang begitu besar juga menjadi daya tarik tersendiri  bagi para koruptor untuk melakukan hal tersebut, uang negara yang sangat fantastis mulai dari triliunan sampai pada kepada puluhan juta rupiah sudah menjadi hal biasa di Indonesia jika  mengikuti kabar pemberitaan di Media hampir satu Minggu yang terkena OTT.

Dalam catatan pemberantasa korupsi yang ada di  Indonesia di kutip dari data ICW Kerugian negara disebabkan oleh korupsi mencapai  Rp 26,8 Triliun pada Semester 1 2021. Jumlah yang sangat fantastis. Data ini sangat di mungkin akan meningkat setiap tahunnya. Pencegahan tindak pidana sangat begitu lemah , mulai dari lemahnya regulasi dan pengawasan menjadi titik lemah pencegahan korupsi.

Hukuman yang menjerat para koruptor sangat sedikit dalam putusannya terjadi beberapa kasus yang tak sebanding dengan apa yang telah di lakukan, misalnya kasus Ketua DPRD Bengkalis, Heru Wahyudi. Meski terbukti bersalah melakukan korupsi dana bansos, dia hanya divonis 18 bulan penjara dengan jumlah Rp 31 M, aneh sekali bukan tak hanya itu ada kasus Bansos yang melibat Mentri sosial juga mendapat hukuman yang sangat ringan.  Dari dua kasus di atas tampak jelas bahwa dari segala aspek tampaknya tidak serius. Di kutip dari ICW di tahun  2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Dari 1.125 terdakwa kasus korupsi yang disidangkan pada 2019, 842 orang divonis ringan (0-4 tahun penjara) sedangkan yang divonis berat (di atas 10 tahun penjara) hanya 9 orang. Tampak sedikit aneh hukuman yang di jatuhkan kepada koruptor.

Baru - baru ini  serasa terkejut saat Kejaksaan RI  saat menghadiri dengar pendapat bersama di DPR yang memerintahkan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta kepada jajarannya agar perkara kasus korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 50 juta cukup diselesaikan dengan mengembalikan kerugian negara tersebut. Sekilas tampak bagus hal tersebut di lakukan dalam penegakan hukum namun tidak cocok di terapkan dalam kasus tindak pidana korupsi, yang masuk katagori pidana Khusus. Berbeda dengan pencuri sandal jepit yang tetap di lakukan penuntutan oleh negara walau pada akhirnya hakim memutus dengan mengembalikan kepada orang tuanya. Dari kasus sandal jepit ini dapat di ambil titik simpul bahwa jaksa penuntut umum tampak sangat legalistik dalam penerapan hukum tampak melihat dari sisi kanusiaan dengan menempuh jalur di luar hukum.

Korupsi sendiri adalah salah satu perbuatan yang sangat jelas merupakan kejahatan luar biasa  karena di lakukan dengan menggunakan kekuasaan yang dia miliki dan mengambil uang negara yang nyatanya uang tersebut bersumber dari rakyat. Jika mengutip Alm Artijo dalam satu wawancara bersama Mata Najwa , bahwa klok bisa artijo ingin menghukum mati para koruptor.Tak salah jika beliau memilki semangat yang tinggi dalam pemberantasan korupsi  Beliau sendir adalah orang yang memiliki integritas tinggi dan paling di takuti para koruptor karena apabila ada yang melakukan kasasi pasti hukumannya akan di perberat oleh artijo.

Jika kita coba kembali kepada tataran tindak pidan apalagi tidak pidana khusu seberapa jumlahnya harus di proses secara hukum yang berlaku. Mengutip Menurut Roeslan Saleh"pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik salam perbuatan korupsi dengan Uang 50 juta sudah termasuk delik yang di langgar.itu Pembiaran seperti ini yang akan nantinya mengundang orang lain untuk melakukan tindak pidana korupsi karena hukuman korupsi dengan jumlah uang 50 juta tidak akan di proses secara pidana. Jika di usung adalah terkait tindakan Administrasi justru lembaga lain yang nantinya akan berwenang melakukan itu bukan kejaksaan.

Sedikit pendapat saya terkait instruksi yang di lakukan oleh ke kejaksaan RI , harus di akui dengan maraknya bahwa pertama terkait lemahnya edukasi terkait pendampingan anggaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat yang kedua terkait tujuan dari aperatur  pemerintah yang senantiasa memanfaatkan lemahnya regulasi yang di buat yang memungkin celah untuk melakukan korupsi ketiga terkait korupsi yang sedikit ini sering menyasar kepada tataran rakyat kecil yang memiliki ketidak Tahuan terhadap pelaksanaan anggaran.

Namun apabila korupsi tersebut jika memang bersumber dari ketidak Tahuan dalam pengelolaan anggaran maka hukum tersebut harus mempu melihat sebagai hukum yang memberikan ke Adilan atau lebih tepatnya hukum yang Pro terdapat rakyat kecil dengan mempertimbangkan fakta- fakta yang dalam proses persidangan.

Dalam hukum pidana selain mengenal adanya proses secara hukum yang di lakukan oleh pengadilan mulai dari penyelidikan sampai pada putusan. Ada hal yang harus di lakukan ialah terkait proses di luar hukum dalam artian bukan suap tapi penyelesaian di luar pengadilan.Mengutip pendapat Sudarto membagi dalam dua jalur Panel dan Non Panel. Di mana panel sendiri lebih bersifat Represi yang berorentasi terhadap pembalasan , sedang non panel sendiri lebih pada mengarah pencegahan, penangkalan dan sebum adanya kejahatan terjadi.

Selain sebagaimana saya tulis di atas juga dalam hukum pidana mengenal adanya asa oportunitas  dengan memberhentikan penuntutan sekalipun buktinya cukup pemberhentian dalam rangka memberikan rasa keadilan terhadap masyarakat.
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun