Apa jadinya jika sekelompok pemuda bergerak memberdayakan sebuah kota? Komunitas CangKir (Bincang Pikir) di Kota Metro mungkin adalah salah satunnya. Kehadiran komunitas initelah memberikan warna tersediri bagi sebuah kota kecil di Provinsi Lampung yang dikenal sebagai kota Pendidikan. Di Kota kecil ini, sesungguhnya terdapat berbagai potensi kreatifitas, sayangnya tak banyak yang berupaya menggali dan mengembangkan berbagai potensi tersebut. Komunitas CangKir hadir dengan gagasan-gasan baru dan segar untuk menggali berbagai potensi lokal dan mengembangkannya menjadi aset untuk meningkatkan peradaban dan kemajuan masyarakat.
Adalah Rahmatul Ummah, Oki Hajiansyah Wahab, dan Dharma Setyawan yang berusaha memulainya.Tiga pemuda ini awalnya hanya saling mengenal satu sama lain lewat tulisan-tulisan mereka di media massa lokal. MedioAgustus, 43 minggu lalu mereka bertemu danmembincangkan banyak hal, tak terkecuali soal perkembangan dan masa depan kota. Kebetulan, ketiganya berangkat dari tradisi pergerakan mahasiswa dan memiliki kegelisahan yang sama.
Oki adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampun yang tengah berusaha menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Diponegoro. Rahmatul Ummah adalah mantan Ketua KPU Metro , semasa mahasiswa bergiat sebagai aktifis organisasi mahasiswa dan juga berbagai program pemberdayaan masyarakat. Sementara Dharma Setyawan adalah aktifis mahasiswa yang kemudian memilih berkiprah sebagai akademisi di STAIN Jurai Siwo Metro.
Oki, Rahmat dan Dharma ternyata memilikikeperihatinan yang sama tentang kotannya. Kota berpredikat Kota pendidikan ini minim sekali kultur diskusi, belajar dan menulis yang kontinu. Mereka bertiga memiliki mimpi, anak-anak muda di Metro punya budaya berpikir, berbincang, berdiskusi, belajar dan menulis yang intensif.
Ketiganya bertekad mentransformasikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada anak-anak muda lainnya agar kultur intelektual di lota berpenduduk 160.000 orang ini terus berkembang. Ketiganya meski memiliki latar belakang organisasi yang berbeda meyakini bahwa proses pembelajaran dan pemberdayaan adalah ibarat mata uang bersisi dua yang tidak dapat terpisahkan, Pemberdayaan hanya bisa dilakukan dengan proses-proses, tahapan atau siklus pembelajaran sesuai tujuan dari pemberdayaan itu sendiri.
Ketiganya akhirnyabersepakat untuk membuat sebuah komunitas yang programnya sarat dengan intelektualitas namun cair dalam gerak dan langkah. Pada 4 September 2014 ketiganya bersepakat memulai diskusi rutin yang digelar setiap Kamis malam. Diskusi ini dinamkan diskusi Kamisan, Komunitas penyelenggaranya adalah Komunitas CangKir yang merupakan kependekan dari Bincang Pikir. Ketiganya berharap , lewat diskusi rutin ini akan menjadi medium bertemunya berbagai kegelisahan warga untuk selanjutnya melahirkan hal-hal baru yang mungkin saja bisa bermanfaat.
Komunitas ini sejak awal dibangun dengan semangat kemandirian. Diskusi perdananya yang digelar sederhana di pelataran rumah hanya dihadiri belasan orang. Uniknya , sejak diskusi perdana para peserta ada yang menyumbang kopi, gula, tikar dan sebagainya. Diskusi perdana pun sukses, lambat laun diskusi ini menjadi dikenal diseantero kota dan dihadiri oleh puluhan orang setiap minggunya.Ada pandangan kalo belum diskusi di Kamisan belum keren. Hingga kini,sudah 43 serial diskusi rutin setiap minggu digelar.Berbagai narasumber baik nasional mapun lokal hadir, dari akademisi , politisi berdatangan antusias. Pada beberapa kesempatan , peneliti asing juga sempat hadir menjadi narasumber diskusi.
Sejak awal didirikan, kultur kemandirian , kreatifitas dan gotong royong pun diusung sebagai identitas komunitas ini. Komunitas ini berusaha membuang jauh-jauh sikap skeptis dan tradisi lama dimana sebuah komunitas tak akan bertahan lama tanpa kucuran dana pemerintah atau donor. “Kami yakin, kebaikan yang kami segerakan ini akan menginspirasi yang lain untuk ikut membantu,” ujar Rahmat.
Antusiasmediskusi mendorong ketiganya untuk melahirkan medium baru untuk menyalurkan berbagai ide dan gagasan. Tradisi menulis mulai digelorakan kepada para pegiatnya. Tanggal 28 Oktober 2014 yang bertepatan denganHari Sumpah Pemuda dipakai sebagai momentum untuk mengkampanyekan “Metro Menulis” sekaligus mendirikan laman jurnalisme warga pertama di Kota Metro yang diberi nama pojoksamber.com. Lagi-lagi dana untuk mendirikan portal ini diambil dari urunan para pendirinya.
Wali Kota Metro Lukman Hakim, sejumlah akademisi, aktivis, ratusan pelajar dan mahasiswa menghadiri pendirian portal jurnalisme warga ini.Istmewanya Profesor Bart Dewancker dari Universitas Kitakyushu Jepang diundang sebagai pembicara. Portal berita warga ini lahir sebagai medium untuk menyuarakan unek-unek warga Metro. Gerakan Metro Menulis dan pojoksamber.com menjadi awal prestasi KomunitasCangKir, yang masih berusia muda namun terus tumbuh dengan semangat kemandirian, gotong royong dan kolaborasi.
Dari Minggu ke Minggu Diskusi Kamisan , kehadiran pojoksamber.com pun semakin ramai dan dikenal masyarakat. Tak hanya dkenal di Kota Metro tapi kota-kota lainnya di Lampung. Diskusi –pun terus berkembang, tak hanya memperbincangkan masa depan Kota Metro, tapi isu-isu nasional- pun diperbincangkan. Saking semangatnya diskusi digelarsejak ba’da Isha hingga dini hari.
Pegiatnya terus bertambah dari minggu ke minggu. Perlahan para pegiatnya mulai diundang ke berbagai kampus, jika ada honor, mereka sumbangkan semua untuk Komunitas CangKir. Honor-honor tulisan di berbagai media mainstream juga mereka sumbangkan seluruhnya untuk kemajuan komunitas.
Komunitas ini juga mulai rutin menggelar kelas menulis yang diikuti oleh berbagai kalangan warga, mulai dari anak SD hingga orang tua ikut dalam program ini.Kini,beberapa alumni program klinik menulismulai menghiasi rubrik-rubrik opini di media-media lokal dan menjadi kontributor di pojoksamber.com . Beberapa diantaranya bahkan telah berhasil menembus media-media nasional. Menariknya, setiap mendapatkan honor tulisan , sebagian disumbangkan untuk pengembangan komunitas.Perlahan berbagai fasilitas mulai dimiliki mandiri, mulai dari LCD, wirelessdll.
Pada diskusi minggu ke 14 para pegiatnya bersepakat untuk mendirikan tempat diskusi permanen. Soal tanah, tak masalah. Ada sebidang tanah bekas kolam pemancingan milik Rahmat yang bisa digunakan. Kini tinggal mencari material untuk pembangunan sekretariat itu. Tempatini diniatkan akan digunakan sebagai pusat kegiatan belajar dan berkumpul komunitas-komunitas yang ada di Metro.
Awal Bulan Desember pembangunan dimulai. Lagi-lagi, gotong royong menjadi andalan. Semua penggiat CangKir urunan dan turun tangan. Ada yang menyumbang honor tulisan, ada yang menyumbang papan, kayu, semen, batu,tenaga bahkan lirik lagu.Tukangnya? Semua pegiatnya bergantian turun tangan. Sinergitas yang nyata . Anak-anak mudaini berjuang keras untuk mengejawantahkan ide-ide mereka menjadi hal-hal nyata.
Kegigihan anak-anak muda di Komunitas ini menguundang simpati dari berbagai kalangan dukungan mulai mengalir, mulai dari dukungan material hingga tenaga Walhasil di awal tahun 2015 rumah papan panggung berukuran 15x 6 meter berdiri diatas kolam. Mereka menamakannya Rumah Bersama, Rumah tempat ide-ide komunitas tumbuh, hidup dan berkembang. Rumah ini memang didedikasikan untuk berbagai komunitas beraktifitas, makanya disebut Rumah Bersama, ungkap Dharma.
Perlahan, berbagai fasilitas pendukung mulai dilengkap. Mulai dari wifi gratis, tv kabel, alat-alat musik, hingga perpustakan sederhana. Kini , Rumah Bersama selain menjadi tempat berkumpul komunitas juga menjadi tujuan wisata edukatif dari berbagai sekolah yang ada di Kota Metro. Kini tak hanya kalangan intelektual yang berkumpul, anak-anak muda, fotografer hingga supporter bola juga mulai terfasilitasidi Rumah Bersama. Beragam kegiatan dibuat untuk meramaikan rumah bersama. Kesan tempat berkumpul para intelektual perlahan mulai hilang, kini berbagai kalangan. Kegiatanya kini tak hanya berdiskusi dan menulis , setiap bulan juga digelar Layar Kamisan untuk menonton film dan juga nonton bola bareng.
Perkembangan komunitas yang cepat inilah yang menjadi daya tarik bagi berbagai kalangan untuk ikut berkolaborasi. Dari Rumah Bersama kemudian lahir penerbitan lokal pertama di Kota Metro yang diberi nama Sai Wawai Publishing. Sai Wawai sendiri berarti Satu Kebaikan. Hingga kini ena buku telah diterbitkan oleh penerbit lokal bermodalkan semangat ini.
Dari Rumah Bersama ini juga lahir lembaga riset yang diberi nama serupa yakni Sai Wawai Institute yang digawangi oleh dosen-dosen muda dan fokus pada penelitian. Geliat intelektual terus tumbuh dan beragam kegiatan kreatif yang lahir pada gilirannya tak hanya berdampak pada pengembangan kapasitas anggotanya, melainkan juga memberikan dampak ekonomi bagi para pegiat komunitas.
Dari Rumah Bersama, Komunitas CangKir mulai maju selangkah dengan memikirkan berbagai langkah konkret lainnya yang berdampak pada kemajuan kota. Pilihannya pada Bank Sampah. Dengan Bank Sampah, persoalan klasik sampah kota harapannya bisa dipecahkan. Lagi-lagi, tak butuh waktu lama, Bank Sampah yang berada di Kelurahan Rejomulyo, Metro Selatan berhasil dilahirkan pada 22 Maret. Bank sampah ini didirikan dirumah salah satu pegiat komunitas.
Lagi-lagi gagasan yang diawali dengan kegotong-royongan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak , mulai dari sektor swasta, pemerintah kota hingga universitas. Beberapa profesor dari Universitas Lampung bahkan bergabung dalam gerakan ini. Dari bank sampah ini pula kemudian lahir dan berkembang Relawan Sampah Mari Bersihkan (SAMBER) dan Gerakan Pungut Sampah yang perlahan diikuti warga kota dari berbagai kalangan.
Dari Rumah Bersama berbagai ide dan kreatifitas terus lahir dan berkembang bagai gurita.Mulai dari inisiatif komunitas musik yang sukarela mengamen untuk kemudian menggunakan hasilnya untuk merekam lagu sayangi metro. Merangkul para pelajar yang bergiat di komunitas film yang membuat film dokumenter tentang persoalan sampah kota hingga berbagai aksi-aksi nyata lainnya.
Energi positif anak-anak muda dari komunitas di kota kecil ini kini perlahan menyebar ke penjuru kota. Di usianya yang relatif muda, Komunits CangKir bergerak cepat menyambut tantangan zaman dengan memberdayakan berbagai potensi sumber daya manusia. Para pegiatnya menyadari bahwazaman ini adalah zamanyang mesti diisi dengan nilai-nilai intelektualitas, kreatifitas dan kerja-kerja konkret. Bagi Komunitas CangKir, karya adalah hasil kolaborasi nyata antara ide, kreativitas dan kerja-kerja yang berbasis manfaat.
Bottom of Form
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H