Dalam dunia pesantren, nadzam Alfiyah Ibn Malik tersohor sebagai pedoman utama gramatikal Arab, namun demikian banyak khalayak awam yang menganggapnya sebagai rujukan statis. Untuk menjawabnya, saya sebagai internal pesantren, perlu memulai mewacanakan telaah kontekstual itu. Seperti pada nadzam "Wa mi'atan wal alfa lilfardi adhif * Wamiatun biljam'i nazran qad radif". Bait ini didiskusikan dalam proses pembagian nominal dan pemberian secara proporsional dalam jumlah angka. Singkatnya, praktik analogisasi teoritisnya sebagai berikut: Bila ada satu orang, diberi sesuatu bernilai angka seratus atau seribu,hal itu sudah cukup. Tapi kalau cuma senilai angka seratus, dibagi untuk orang banyak, ya... kuranglah, walaupun hal itu ada dan boleh-boleh saja, tapi jarang terjadi. Alhasil, hitungan berangka seratus atau seribu itu berada pada titik sedang bila dinominalkan untuk diberikan kepada satu orang. Angka itu tidak terlalu banyak dan tidak pula sedikit. Beda halnya, bila nominal seratus dibagi untuk orang banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H