2. Masyarakat Multikultural
Menurut J.S. Furnivall, masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua tau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik.
Selain definisi yang diungkapkan oleh J.S. Furnivall, Nasikun juga mengungkapkan definisi multikulturalisme. Menurut Nasikun, masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih dari tatanan sosial, masyarakat, atau kelompok yang secara kultural, ekonomi, dan politik dipisahkan (diisolasi), dan memiliki struktur kelembagaan dan berbeda satu sama lain.
Dalam konteks Indonesia, corak masyarakat Indonesia yang “Bhinneka Tunggal Ika” bukan lagi hanya berkutat pada keanekaragaman suku bangsa, melainkan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah pandangan yang mengakui dan mengagumkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan. Multikulturalisme dapat berkembang ketika didukung adanya toleransi dan kesediaan untuk saling menghargai.
Kesimpulannya Masyarakat Multikultural adalah Masyarakat yang terdiri lebih dari satu tatanan sosial. Sehingga kehidupan harmonis adalah tujuan utama dari masyarakat multikultural. Akan ada tantangan ketika masyarakat tersebut bergesekan. Dan sejauh ini Indonesia sudah seringkali kedapatan konflik sosial ketika Masyarakat hidup dengan Multikultural. Sulit sekali rasanya merubah pola fikir masyarakat ketika tatanan hidup mereka berbeda. Selalu ada kesalahpahaman dan provokator-porvokator yang ikut mengkeruhkan susanan. Konflik sosial inilah yang akan dibahas dalam pembahasan kasus kita dibawah.
Pembahasan Kasus
Konflik sosial antar etnis pada tahun 1998. Konflik ini diawali oleh krisis moneter yang mengakibatkan sendi-sendi negara lumpuh dan meluas sehingga berubah menjadi konflik antar entis Pribumi dan etnis Tionghoa, Masyarakat yang memang sudah membenci etnis tionghoa, menuduh bahwa etnis Tionghoa lah yang membuat Indonesia krisis moneter. Saat itu etnis Tionghoa memang secara materi lebih tinggi dibanding masyarakat lain. Dan beredar informasi palsu bahwa Etnis Tionghoa sengaja membawa kabur uang rakyat dan menimbun sembako agar masyarakat kita kesulitan dan sengsara.
Konflik terjadi pada 113 - 15 Mei 1998 di beberapa kota besar. Jakarta, Surabaya, Medan, Solo dan Palembang. Konflik ini mengakibatkan banyak aset-aset Tionghoa dijarah dan dibakar. Selain itu, juga banyak laporan yang menyatakan telah terjadi pelecehan seksul atas perempuan etnis tionghoa, dan pembunuhan pun tak bisa dihindari. Konflik antar etnis ini benar-benar menjadikan Indonesia seperti lautan darah.
Konflik tersebut terjadi pada masyarakat multikultur di indonesia. Karna pada saat itu masyarakat terdiri dari beberapa etnis yang berbeda. Dikasus tersebut etnis tionghoa lah yang mendapat perlakuan tidak baik, ternyata ada beberapa kejadian di zaman dahulu yang menjadikan etnis tionghoa tidak disukai masyarakat indonesia.
Penelitian Amy Freedman dari Franklin and Marshall College, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa kebencian terhadap etnis Tionghoa merupakan hasil dari politik pecah belah Soeharto. Dalam penelitian berjudul "Political Institutions and Ethnic Chinese Identity in Indonesia," Freedman menyebut Soeharto memaksa masyarakat Tionghoa untuk melakukan asimilasi sembari mengidentifikasi mereka sebagai bukan pribumi. Soeharto kala itu memanjakan etnis tiongho dengan segudang investasi, yang mana membuat etnis tersebut lebih unggu secara materi dibanding masyarakat pribumi. Inilah yang menjadikan 1998 puncak dendam pribumi ketika Soeharto diturunkan.
Lalu pada zaman Belanda, konon dikatakan bahwa Belanda tidak menganggap tionghoa adalah pribumi yang harus dijajah. Namun mereka menjadikan rekan bisnis sehingga perlakuan yang didapat berbeda dengan pribumi. Padahal, Etnis China sudah menjadi rekan dagang dengan pribumi sebelum Belanda datang. Faktor tersebut yang menjadi alasan adanya tuduhan-tuduhan tentang perbuatan etnis tionghoa yang tadi dikatakan ingin membuat indonesia krisis moneter. Padahal, krisis moneter yang dialami indonesia adalah karna nilai mata uang kita anjlok dan membengkaknya utang luar negeri. Disini, masyarakat belum bisa mengerti dan merubah pola fikir tentang hidup dengan multikultural. Banyak dari mereka yang menganggap etnis tionghoa adalah orang lain, mereka bukan warga negara indonesia, dan tidak pantas diperlakukan sama. Sejatinya, walaupun minoritas, etnis tionghoa adalah tetap warga negara indonesia yang wajib diperlakukan adil dan tidak berbeda. Rumor dan informasi tentang mereka yang menyebabkan kriss moneter seharusnya tidak langsung ditelan begitu saja, melainkan harus dicari dulu akar penyebabnya.