Bahkan termasuk sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Lebih dari itu, para kiai pimpinan pesantrenya banyak juga yang telah turut serta berkontribusi untuk berdirinya bangsa ini.
Terlepas kapan pesantren sudah ada di Indonesia atau nusantara, namun secara umum, pondok pesantren dipercaya sudah ada sejak abad ke-18.Â
Yang cukup menarik, kurikulum pendidikan di pesantren dari sejak dulu tidak pernah berubah. Baik itu yang disebut pesantren salafiyah yang biasa dikategorikan pesantren tradisional dan concern  terhadap pengajian kitab kuning. Atau pun pesantren yang dikategorikan sebagai pesantren modern yang identik dengan pendidikan yang fokus terhadap pelatihan dan praktik bahasa asing---bahasa Inggris dan bahasa Arab misalnya.
Di sejumlah buku yang mengkaji pendidikan pesantren, kurikulum pendidikan pesantren sejak dulu tak pernah berubah. Sejumlah bidang yang dipelajari pun selalu sama. Tidak pernah lepas dari belajar mengaji Alquran dengan makhraj huruf dan tajwidnya, fiqih, ushul fiqih, ilmu tafsir, tafsir Alquran seperti tafsir Jalalain, hadis, ilmu hadis, tauhid, tasawuf, dan lain sebagainya.
Begitu pun dengan metode pengajarannya, tak berubah dari dulu sampai sekarang. Ada metode sorogan dan ada metode bandongan (Dhofier; 2011).
Namun demikian, kurikulum pendidikan pesantren salafi atau tradisional, sampai sekarang tetap bertahan. Bahkan sebaliknya, dengan kurikulum tersebut telah berhasil dengan menghasilkan ustadz, kiai, atau para ulama handal yang telah banyak memberikan kontribusi bagi bangsa dan rakyat.
Begitu pula dengan kurikulum pendidikan pesantren modern yang mulanya dimotori Pondok Pesantren Darus Salam Gontor, Jawa Timur. Pesantren ini juga telah berhasil berkiprah dalam memproduksi sumber daya manusia (SDM) yang handal, baik iptek maupun imtaq nya.
Nah, melihat kepada kurikulum pendidikan pesantren, seharusnya pemerintah bisa meniru dan mengaplikasikannya pada kurikulum pendidikan sekolah. Termasuk pada mata pelajaran sejarah. Sejarah sebagai pondasi masyarakat mengetahui entitas bangsa ini, sejatinya harus tetap dipertahankan. Bukan malah dihilangkan begitu saja tanpa tedeng aling-aling.
Modifikasi Metode
Sudah menjadi keniscayaan, jika setiap generasi ada masanya. Pun dengan generasi sekarang yang sering disebut generasi milenial. Dalam menyampaikan mata pelajaran sejarag sejatinya harus sudah ada perubahan fundamental.
Siswa tidak lagi dituntut dan diharuskan untuk menghafal nama tokoh sejarah, kapan lahir dan meninggal. Serta tidak lagi terfokus pada hafalan tahun sebuah peristiwa terjadi.