Mohon tunggu...
Akhmad Hairul Umam
Akhmad Hairul Umam Mohon Tunggu...

Peace Maker, Energetic Traveler, and Free Thinker!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Inspiratif Membawa Perubahan

10 April 2011   01:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:57 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh. A. Hairul Umam

Perwakilan guru dari Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah berkumpul dalam acara Teachers for changes workshop selama tiga hari 25 - 27 Maret 2011 di Pondok Cabe Tangerang. Workshop ini membicarakan bagaimana menjadi guru yang lebih efektif, inspiratif dan membawa perubahan bagi generasi bangsa Indonesia. Acara yang digagas oleh Initiatives of Change Indonesia ini berangkat dari visi besar untuk menyebarkan semangat perubahan di wilayah pendidikan dan menjadikan guru sebagai penebar perubahan karakter bagi anak didik selaku penerus bangsa.

Masa depan Indonesia ada di tangan para guru, bukan politisi, menteri dan presiden. Hal ini bukan tanpa alasan karena guru bersentuhan langsung dengan generasi bangsa (anak didik) dalam hal pembentukan karakter dan keterampilan lain seperti membaca, menulis dan berpikir. Guru juga menjadi model anak didik yang setiap saat ucapan, pikiran, dan tindakannya ditiru. Bahkan peran model ini tidak hanya berlaku saat di sekolah tapi juga berlaku saat mereka ada di rumah dan bersosial dengan masyarakat.Tidak jarang guru selalu menjadi rujukan bagi masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial yang tengah terjadi.

Habib Chirzin, mantan komisioner HAM bidang pendidikan dan tokoh perdamaian dunia, yang menjadi pembicara kunci dalam workshop internasional ini menyampaikan beberapa fakta sejarah peran guru dalam upaya mencerdaskan bangsa. Menurutnya, hampir tokoh-tokoh nasional seperti Syahrir, Hatta, Soekarno dan presiden kedua, Soeharto sebelum masuk ke akademi militer mereka adalah seorang guru. Guru memainkan peranan penting bagi perjalanan bangsa hingga sekarang ini. Sebagai pendidik dan penentu generasi bangsa, guru mengemban amanah profetik yang agung dan prilakunya selalu dilihat dan ditiru oleh masyarakat baik disadari atau tidak.

Sebagai profesi yang sangat agung, guru mempunyai peran strategis untuk membawa perubahan. Namun profesi ini tidak banyak disadari oleh guru akibat pola pikir dikotomis yang memandang guru tak ubahnya seperti profesi lain yang hanya mengejar target kurikulum yang sifatnya pragmatis. Tidak heran masalah etika, disiplin dan karakter anak didik cenderung dikesampingkan dengan dalih ada guru agama yang lebih cocok untuk menanganinya. Wajar saja jika guru semacam ini tidak inspiratif di mata anak didik lantaran mereka hanya mengajarkan ilmunya dengan pendekatan kognitif tidak dengan hati dan perasaan yang sejatinya guru juga menyelipkan nilai-nilai moral pada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas ataupun di luar.

Fenomena pelajar yang sering tawuran, seks bebas, hamil di luar nikah, penyalahgunaan alkohol dan narkoba adalah bukti kegagalan pendidikan yang idealnya mampu menciptakan generasi muda yang bekarakter dan penuh tanggungjawab. Lalu siapakah yang salah dengan kegagalan pendidikan ini, pelajar, guru atau pemerintah? Bagi penulis tidak ada yang perlu disalahkan, fenomena ini adalah hasil dari proses panjang dalam dunia pendidikan yang perlu kita perbaiki.

Guru Inspiratif

Kedepan yang diperlukan adalah menciptakan kesadaran guru bahwa profesinya tidak hanya sekedar mengajarkan ilmu tapi menginspirasikan anak didik menjadi pribadi bertanggungjawab. Guru inspiratif adalah bukan mereka yang hanya mampu memberikan pemahaman akan suatu ilmu yang diajarkan melainkan juga mampu mengajak anak didik menemukan jati dirinya sehingga menjadi pribadi yang lebih manusiawi dan sadar tanggungjawab hidupnya. Inilah misi profetik agung bagi seorang guru yang dituntut untuk terus menerus menginspirasikan anak didiknya menemukan makna hidup dan akhirnya menciptakan perubahan.

Bagi penulis, workshop yang menghadirkan fasilitator dari 6 negara (Australia, Ukraina, India, Lebanon, Vietnam dan Kenya) mempunyai kesan berbeda dengan pelatihan yang penulis pernah ikuti. Ini bukan karena label internasional melainkan konsep dan metode pelatihan yang menggunakan teknik kontemporer world café dan open space technology, yang memberikan ruang bagi peserta untuk berbicara apa saja terkait masalah pendidikan. Banyak peserta yang aktif berbagi pengalaman tentang dilema moral dan derita seorang guru tanpa rasa takut seperti masalah diskriminasi status antara guru PNS dan Honorer, gaji terlambat, tim sukses ujian dan bisnis duplikasi sertifikat untuk sertifikasi guru.

Perbincangan yang jujur, apa adanya tentang dilema moral yang dilakukan sebagian guru telah menggugah kesadaran kolektif mereka untuk melakukan perubahan radikal yang dimulai dari diri mereka sendiri. Sangat susah bicara perubahan pada anak didik jika tidak diawali contoh yang baik dari seorang guru karena jantung perubahan pendidikan berpusat pada guru itu sendiri.

Kesadaran pentingnya perubahan tidaklah cukup. Guru perlu aksi nyata melalui berfikir kritis reflektif memaknai ulang apa itu perubahan, tantangan dan membuat visi menjadi aksi kolektif bagi perubahan dunia pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun