Begitu banyak para figur-figur Islam yang berhasil membawa perubahan dan menyinari bumi dengan dakwah suci mereka. Kita sudah banyak mengenal para tokoh-tokoh filsafat islam, teologi islam, fiqh dan tafsir al-Qur’an seperti Yusuf Qaradhawi, Ramadhan al-Bouty, Wahbah al-Zuhail, Sayyid Qutb, Umar Tilmisani, dan Aidh al-Qarny tapi sedikit dari kita yang mengenali Bediuzzaman Sa’id Nursi yang padahal merupakan tokoh penting pada syi’ar Islam era modern.
Bediuzzaman Sa’id Nursi (1877-23 Maret 1960) adalah seorang mujaddid, ulama ahlus sunnah, filsuf, dan teologis Islam berdarah Kurdi yang lahir di Nurs, Bitlis Vilayet, Timur Anatolia, Kesultanan Turki Utsmani (Ottoman). Karya fenomenalnya, Risale-i-Nur, kitab pembahasan ilmu tafsir terdiri dari sekitar 6000 halaman. Ia percaya bahwa sains moder dan logika bisa diintegrasikan dalam ilmu Islam dan menjadi jalan menuju masa depan kemajuan Islam. Selama hidupnya sendiri, ia dikenal pernah mengajar ilmu agama di sekolah sekuler dan ilmu sains di sekolah agama.
Sa’id Nursi telah memberikan banyak sekali pengaruh pada era modern islam dan mendapatkan banyak sekali pengikut di berbagai negara walaupun dirinya sudah tiada. Para pengikutnya, yang menyebut diri mereka sebagai “Nurcu” atau “Nur cemaat”, sering menyebut beliau dengan sebutan “Ustad” (guru).
Sejak belia, beliau sudah mempelajari ilmu teologi islam di sebuah madrasah di kampung halamannya dan juga terlibat dalam debat-debat keagamaan terutama yang menyangkut dalam hal-hal teologi agama. Setelah meraih reputasi yang cukup tinggi dalam bidang keagamaan, beliau mendapatkan gelar “Bediuzzaman” yang berarti “orang yang paling berpengaruh pada zamannya”. Ia diundang oleh gubernur wilayah Van dan tinggal di residennya serta mengisi waktu-waktunya di masjid dan perpustakaan.
Pada masa Perang Dunia I, Sa’id Nursi bergabung dalam Tashkilah Makhsusah (Special Organization of Ottoman Empire) dan pernah ditawan oleh tentara Russia selama 2 tahun. Dia kemudian berhasil memebebaskan dirinya pada musim semi tahun 1918 kembali ke Istanbul. Sekembalinya dari Russia, ia disambut dan direkrut sebagai anggota Dar al-Hikmah al-Islamiyah, organisasi yang mengkaji penyelesaian problematika ummat.
Pada masa Republik Turki yang berideologi sekularis dengan otak dari Mustafa Kemal Pasha Attaturk, Sa’id Nursi menjadi figure yang cukup ditakuti oleh para pendukung ideology sekuler termasuk Mustafa sendiri. Ia ditangkap dan beberapa kali mengalami masa pengasingan dan percobaan pembunuhan. Termasuk saat ia diasingkan di Barla dimana ada beberapa intel negara yang mengawasinya dan beberapa kali berusaha membunuhnya.
Walaupun mengalami begitu banyak cobaan, belaiu tidak pernah berhenti menyuarakan pemikiran-pemikirannya dan semakin banyak pula pengikut dan murid-muridnya. Semakin resah pula pemerintahan sekularis Turki. Hinnga beliau pernah ditangkap oleh tentara pemerintah dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa (karena sempat diasumsikan sebagai orang yang kurang waras oleh pemerintah saat itu). Dan uniknya pernyataan sang dokter yang memeriksanya adalah: “Bila Sa’id Nursi benar-benar tidak waras, maka tidak ada orang yang siuman di dunia ini”.
Dalam salah satu kejadian, hanya karena Sang Ustad pernah mengumandangkan azan dengan bahasa Arab (hal yang dilarang oleh pemerintah sekularis Turki), beliau diasingkan ke Provinsi Isparta. Karena disana beliau tetap berhasil mendapatkan pengaruh melalui nasihat-nasihat dan ajaran-ajarannya kepada penduduk sekitar, gubernur Isparta memindahkannya ke sebuah desa kecil bernama Barla. Pada masa pengasingannya di Barla, Nursi bersama murid-muridnya mulai menyusun kitab tafsir dengan bahasa Arab berjudul Risale-i-Nur yang ditulis secara terpisah agar tidak ketahuan oleh tentara pemerintah Turki yang sering berkeliling. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dikirim ke Sav dan berhasil tersusun sekitar 6000 halaman.
Pada tahun 1960, sang imam menutup mata dan beristirahat untuk selama-lamanya di Sanli Urfa dan dimakamkan disebuah tempat yang juga dipercaya terdapat makam Nabi Ibrahim A.S. Setelah kudeta militer, kelompok ekstrim sayap kanan yang dipimpin oleh Alparslan Turkes memindahkan makam Sa’id Nursi disebuah tempat tak bernama untuk menghindari ziarah dari para pengikutnya. Beberapa tahun kemudian, para pengikutnya berhasil menemukan makamnya dan memindahkannya ke wilayah lain.
Karya tafsir beliau, Risale-i-Nur, telah diterima dan bahkan menjadi rujukan para ulama islam di era modern seperti Yusuf Qaradhawi, Ramadhan al-Bouty, Wahbah al-Zuhail, Sayyid Qutb, Umar Tilmisani, dan Aidh al-Qarny.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H