[caption id="attachment_236103" align="aligncenter" width="512" caption="Ilustrasi"][/caption]
Di alam, berlaku prinsip keseimbangan an sich, ada kekuatan positif dan negatif, ada Yin dan Yang. Keduanya berjalan beriringan, saling menguatkan satu sama lainnya hingga menciptakan harmonisasi yang andal dan sangat kuat. Serupa cinta sepasang kekasih hingga mampu melahirkan genarasi yang tangguh untuk kehidupan. Akan tetapi bila salah satu bagian terganggu maka akan terjadi ketimpangan dan akan menjadi mala petaka bagi kehidupan Serupa orang sakit karena terjadinya gangguan metabolisme pada bagian tertentu pada tubuh maka akan menyebabkan tubuh tersebut tidak bisa digunakan pada akhirnya juga akan menggangu produktifitas dalam keseharian kita.
Sebenarnya ada mekanisme impunitas atau self maintenance or defence, reproduksiyang disedikan didalam dirinya. Tapi hanya batas-batas tertentu saja. ibarat serasa haus maka tubuh akan dengan refleks mencari air untuk menutupi dahaga tadi. Dalam kehidupan hutan, self maintenace or defence atau reproduksi itu terjadi, kalau umur suatu pohon, rerumputan sudah tua maka ia akan dengan sendirinya memperbanyak diri dan menumbuhkan banyak rerumputan, pohon-pohon lain serupa dengannya. Namun hutan mempunyai kapasitas optimum untuk bisa mempertahankan diri, lebih dari itu ia akan punah. Bersamaan dengan itu pula, disusul oleh punahnya jutaan sepesies mahluk hidup yang menjadikan hutan sebagai tempat hidup dan berkembang biaknya.
Dalam melakukan pertahanan tersebut segala tanda-tanda atau gejala-gejala seolah ingin menyampaikan pesan kepada manusia bahwa jangalah rusak hutan kami, janganlah rusak habitas kami, tempat kami –jutaan mahluk- hidup dan berkembang biak, selaksa hamba memohon keselamatan kepada Tuhan-Nya. Tapi apa daya, manusia seakan tuli tak mau mendengar.
Perlawanan gajah adalah salahsatu tanda bahwa habitat hutan tempat mereka berkembang biak telah dirusak oleh segelincir manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab atas dasar konglomerasi, perluasan lahan industri, pemukiman, juga pertanian mereka membakar, menebang hutan tanpa ada perbaikan yang seimbang setelahnya, penanaman kembali (reforestasi) misalnya.
Janganlah berapologi atas nama kesejahteraan, bahwa dengan pembukaan lahan industri maka akan menyerap banyak tenaga kerja, seturut kemudian akan memberikan kesejahteraan pada penduduk pekerja tersebut. Tapi bisakah ada kesejahteraan bila membangun hutan dengan merampas tanah penduduk adat, masyarakat yang telah lama tinggal disitu, hanya karena permainan licik penguasa daerah dengan kuasanya mau menjual tanah, hutan kepada perusahaan swasta untuk mengejar rente untuk diri dan kelompoknya sendiri.
Penguasa itu pun ngeles didepan pengadilan, itu adalah tanah tak bertuan, padahal itu adalah secaman bentuk diskriminasi hanya karena masyarakat adat tak paham prosedur administrai untuk melegalkan tanah milik mereka. Karena itu mereka melawan dengan segenap keterbatasan kekuatan yang ada pada mereka. Akhirnya mereka mati berkalang tanah. Tapi itu pun juga tak mengemingkan asah penguasa untuk berbuat keadilan untuk semua.
Kerusakan hutan pun sudah menjadi jadi misal di Sumatera, dari tahun 1982-2012 hutan telah berkurang hingga 50% lebih yaitu dari 3,7 juta hektar bersisa 800 ribu hektar (Walhi, 2012). Bisa dibayangkan seberapa besar ancama yang terjadi pada mahluk hidup yang mendiaminya. Tak jarang banyak hewan-hewan yang mati, punah dan hanya sedikit yang mencoba melakukan perlawanan, salah satunya adalah gajah.Atau diseluruh indonesia sejak tahun 2000-2010 sudah kehilangan 498.000 hektar hutan setiap tahun. Atau dalam setiap detik kerusakan hutan bisa seluas lapangan tenis (Walhi, 2010)
***
Secara umum gajah diklasifikasikan menjadi dua ras yaitu ras Asia (Elephas maximus) dan Afrika (loxodonta africana). Perbedaan mencolok diantara keduanya, pada gajah Asia, kupingnya lebih kecil dari gajah Afrika. Perbedaan lain pada gajah Asia yaitu belalai hanya dimiliki oleh gajah jantan, sedangkan pada gajah Afrika dimiliki oleh jantan dan juga betina. Begitupun dengan berat badan lebih berat gajah Afrika dari pada gajah Asia dengan rata berat rata 10 ton. Hal lain adalah gajah hidup dalam kawanan mempunyai daya jelajah yang cukup jauh berkisar 40-170 km. gajah dewasa rata-rata makan sehari sebanyak 120-270 kg per hari (Wiki), dengan anega jenis makanan rerumputan, akar, ranting, buah dan bunga. Selain rusaknya habitat dimana mereka hidup juga karena variasinya makanan ini pula maka kawanan gajah memasuki perkebunan warga dan memakan, merusak segala yang ada disitu. Disinilah awal persteruan terjadi.
Di desa Balai Raja, Sumatera perseteruan antara gajah melawan manusia hampir setiap saat terjadi, kawanan gajah biasanya melakukan penyerangan pada pemukiman warga pada malam hari, ketika penduduk desa sedang tidur. Bajah biasanya merusakki ladang, kebun bahkan rumah-rumah warga. Tak jarang sampai mencederai, bahkan membunuh beberapa warga. Keadaan ini tak lantas membuat warga berpangku tangan begitu saja. Sebelum bergabungnya WWF (World Wildlife Fund), acapkali perlawanan terhadap gajah warga tak jarang membunuh satwa itu. Tidak peduli gajah dewasa, atau anak gajah semua dibunuhnya sampai mati. Dari tujuh tahun terakhir populasi gajad sumatera dari 700 ekor menjadi 350 ekor (WWF, 2006). Namun setelah gajah dikatakan sebagai hewan yang dilindungi oleh UU maka yang dilakukan oleh warga hanya berupa pengusiran, agar menjauh dari pemukiman warga.
Biasanya gajah yang ngamuk dan merusak adalah gajah jantan, hanya sesekali gajah betina itupun bila dalam pengejaran induk betina berpisah dari anaknya. Dalam keadaan ini induknya akan melawan siapa saja yang mencoba menghalangi untuk menyelamatkan anaknya. Dalam melakukan pengusiran tersebut, warga Balai Raja selalu melakukan shift (jaga) tiap malam. Dan alat-alan yang mereka gunakan pun biasa seperti obor dan meriam dibuat dari paralon, yang cukup berhasil untuk menakut-nakuti gajah agar menjauh dari pemukiman warga.
Meskinya kita bisa ambil pelajaran dari peristiwa ini bahwa mahluk hidup sekecil apapun bila terancam jiwanya akan melakukan perlawanan balik kepada siapapun yang mengancam kehidupan mereka. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah berharmonisasi kembalimerawat, melestarikan-pembangunan yang berwawasan lingkungan-disaat yang sama tidak merusak alam (hutan).
Salam
by Umaee (@AzzamUma)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H