Demokrasi mafia mungkin merupakan sesuatu yang asing bagi kita, tetapi idiom ini lah yang bisa menggambarkan perilaku mafia dinegeri ini dengan melibatkan segala sektor lembaga negara baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif sebagaimana pilar-pilar demokrasi itu sendiri. Semakin kusutnya dan tidak becusnya para pemimpin negara ini dalam menjalankan tugasnya, alih-alih ingin membangun kemakmuran dan kesejahteraan bangsa setelah reformasi malah mengerogoi arti dari demokrasi itu sendiri.
Mimpi buruk atas kinerja pemerintahan orde baru (otoritarian) memang sesuatu yang ingin kita lenyapkan sebagai bentuk perlawanan terhadap hak-hak warga negara yang begitu dikekang juga praktik korupsi dan abuse of power dan pemegang kekuasaan ini. Kita akhirnya memilih demokrasi dimana pengekangan oleh penguasa sudah tidak sekuat pada masa lalu begitupula kebebasan berekspresi dan berkarya tanpa dihala-halangi oleh aturan-aturan yang begitu ketat dan mengukung.
Namun, demokrasi yang kita bangun tersebut tidak hendak membuat kelakuan dari anak-anak bangsa ini menjadi bebas namun beretika, mempunyai semangat untuk tidak korupsi malahan sebaliknya korupsi makin tinggi, kebebasan ekspresi telah menghilangkan nilai-nilai budaya dan etika dalam bermasyarakat itu sendiri, dan dengan demokrasi itu pula segerombolan mafia merasuk ke dalam tubuh pemerintahan, dengan tujuan menjarah habis-habisan uang rakyat, mereka ini kemudian dinamakan "Mafia Demokrasi".
Karena gerahnya bangsa ini atas perilaku mafia yang kian hari kian tinggi maka bersama-sama sekelompok kecil di pemerintahan membangun sebuah lembaga yang diharapkan membongkar, menangkap dan mengadili para mafia-mafia yang berkeliaran di pemerintahan yang menjarah uang rakyat itu. Dengan UU 30 tahun 2002 terbentuklah KPK.
Dalam perjalananya menegakkan hukum, KPK tentunya punya pasang surut, ada masa euforia karena telah sedikit berhasil menangkap para koruptor-koruptor, hal ini menyebabkan para mafia itu sadar bahwa lembaga ini adalah ancaman normor satu untuk menghancurkan eksistensi mereka atau mafia-mafia di negeri ini. Pada saat ini mereka kian terdesak, dengan kocar-kacir membangun kekuatan sehingga mereka kini secara seragam memusihi KPK. Berbagai macam cara mereka lakukan misalnya menghadapkan lembaga Polri vs KPK , yang terbaru adalah lembaga DPR vs KPK, padahal hanya oknum-oknum yang ada dilembaga tersebut yang memanfaatkan untuk mempengaruhi lembaganya dalam melawan KPK.
Tadi malam pada Acara JLC (Jakarta Lawyer Club), Mafia itu menampilkan dan memperlihatkan dirinya sekaligus menceritakan pola-pola yang mereka lakukkan untuk memanipulasi dan mencederai penegakan hukum di negeri ini. Pada acara JLC semalam dimulai dari membahas Surat Palsu MK, dengan menghadirkan para pelaku sekaligur penasihat hukum dari masing-masing yang terlibat. Pembahasannya pun makin memanas karena saling tuding-menuding adu argumentasi dari masing-masing peserta. Ingin memposisikan diri sebagai pihak yang paling benar dalam hal ini, dan menyalahkan orang lain.
Yang mengejutkan kemudian, ketika telah mengarah para salah satu instasi negara, MK (Mahkamah Konstitusi) sebagai pihak yang mempunyai kewenangan dalam mengadili pemilukada, Muncul orang-orang yang tak diundang (saya sebut para Mafia), dengan terang benderang mereka menyalahkan MK dalam mengambil keputusannya, Sadar atau tidak sadar mereka sempat bercerita pola yang mereka mainkan ketika bersidang di MK. Dalam penjelasanya mereka dalam menampilkan saksi untuk persidangan, mereka mengakui menghadirkan saksi-saksi fiktif yang didoktrin dan dilatih berminggu-minggu sampai simulasi untuk memantapkan persidangan yang akan dilakukan.
Pengakuan ini terang-benderang disampaikan kepada moderator sekaligus Presiden JLC Karni Ilyas. Oleh Karni Ilyas kemudian bertanya berapa banyak uang yang diberikan kepada para saksi untuk memalsukan kesaksiannya di persidangan MK, dijawab yakni sebanyak 5-6 juta perorang dan jumlah saksi yang dihadirkan sejumlah puluhan sehingga uang yang digunakan untuk membayar para saksi palsu tersebut sekitar 100 an juga.
Logika serangan yang mereka pakai untuk persidangan di MK yaitu berlatih sebelum datang di acara serta pembagian tugas-tugas tentang materi apa yang mau disampaikan pada acara tesebut, menurut saya dilakukan pula pada acara JLC semalam, mereka kompak datang ditengah panas-panasnya perbincangan, dan malah memperkeruh suasana. Sampai menyebut pengacara sekaligus calon pimpinan KPK Bambang Wijayanto. Para hadirin sentak riuh dan sempat, ingin mengetahui apa benar yang dikatakan tersebut ? kenapa titba-tiba dia menyebut nama itu ?.
Ketua Komisi dua DPR Khairuman Harahap, mencium gelagat permainan mereka tersebut, menyela dan mengajukan pertanyaan kepada mafia tersebut, siapa yang menyuruh anda datang ke tempat ini ? mereka cuman nyeleneh dan mengatakan pihak TvOne yang menelepon mereka. Mendapat jawaban ini Karni Ilyas jadi berang dan menyangkal pihak TvOne tidak ada yang mengundang mereka.
Pada sesi berikutnya, terungkaplah bahwa yang menelepon mereka adalah salah satu pengacara anggota JLC yang baru masuk partai Demokrat. Analisis saya, para mafia ini mempunyai motif yakni Ingin mengesankan kepada masyarakat melalui acara JLC bahwa persidangan di MK itu tidak benar atau penuh permainan yang kedua, Ada upaya untuk menghalangi Bambang Wijayanto dengan merusak nama baiknya yang sebentar lagi akan fit and proper tes dengan DPR dan menjadi kandidat kuat ketua KPK.