Bayangkan ini, anda sedang berkemas, pagi ini adalah pagi anda, hari yang sudah anda persiapkan sedemikian rupa, karena hari ini, ada sebuah presentasi besar yang harus anda lakukan. Mulai terbangun, mandi, dan bersiap-siap, pikiran anda tegang, lalu anda mulai menyalahkan semua telpon genggam anda, maklum, kita sedang dalam era GILA, gadget, disana dan disini, terkoneksi, disana dan disini, dalam ketegangan anda, tiba-tiba salah satu telpon genggam anda berbunyi, anda serta merta menjadi lebih tegang, dahi anda segera berkerut, bertanya-tanya, siapa yang mengirim pesan, anda bergegas meraih telpon anda, melihatnya dengan detak jantung yang sedikit lebih cepat dari biasanya, "7997" "Selamat, anda mendapatkan pulsa Rp.20.000,-, silahkan ketik reg(spasi) bla...bla..bla......segera, pastikan anda menjadi 100 pengirim pertama untuk memenangkan...bla....bla..bla....." Terus terang, ini ide siapa sih? Saya kadang berpikir, apakah, pulsa yang kita beli, airtime yang kita bayar, semua itu tidak cukup untuk membiayai biaya operasional perusahaan operator seluler yang kita pilih? Mungkin begitu kali, karena kita sebagai konsumen, dijejali iklan ini dan itu, informasi-informasi yang menjebak, info gaul yang tidak perlu, tidak tahu bagi kalian, tapi bagi saya, ini semua sudah sangat mengganggu! Ruang pribadi kita sebagai konsumen, dijajah semena-mena, protes kemana kita? YLKI? Yang lucu lagi, tapi ingat ini saya lho, tidak tahu kalau anda, produk yang mau diatur slotnya sedemikian rupa, bagi saya, produknya kacangan, kalau produknya bonafide, masak setuju sih diatur demikian? Maksa banget kesannya. Itu soal seluler, nah belum lagi soal TV, prihatin sekali, coba perhatikan, pagelaran pertunjukan langsung olah raga, tinju-lah, bola-lah, lihat cara memaksa memasukkan slot iklan, ala-ala ingin produk dikenal, ya memang sih dikenal, tapi bukannya senang, konsumen (sekali lagi - konsumen macam saya), malah justru sebel! Saya pernah diskusi soal ini, kadang ada jawaban yang memekakkan telinga, begini katanya, "TV itu kan bentuk hiburan massa yang murah meriah (baca : TV teresterial), bentuk hiburan yang paling rendah, jadi kalau dijejali iklan tanpa memperhitungkan estetika tayangan dan proporsi antara siaran utama dan siaran niaga ya lumrah, wong yang nonton-kan kebanyakan strata menengah kebawah, mau protes kemana, mau protes sama siapa, ya nonton aja, kalau bagi kita, ngga suka ya matikan saja TV-nya, atau nonton HBO, bebas iklan" SEMPRUL!!! Beginilah, yang memprihatinkan itu, saat kita sebagai konsumen, dianggap sapi, digampangkan, cara-cara beriklan yang sembarangan, tidak memperhitungkan ruang pribadi, hak konsumen, dan sebagainya, bukankah ini cermin juga sebagai bangsa, mungkin perusahaan-perusahaan yang beriklan, dan atau advertising agency mereka berpikir - kalau pemerintahnya saja tidak memperhatikan rakyat, ya buat apa kita perhatikan rakyat, yang penting pesan sampai, titik, gawat-kan kalau berpikiran seperti ini, sedih saya..... Ingat siaran niaga, awal siaran niaga di TVRI pada jaman keemasannya dulu? slotnya tersendiri, terbebas dari siaran utama, kita boleh memilih, mau nonton, atau tidak, tidak dipaksakan seperti sekarang ini, KUBOTA, Almarhum Benyamin S bintang iklannya, menyenangkan, sungguh menyenangkan, coba lihat beberapa stasiun TV di Eropa, jangan...jangan pergi kesana hanya untuk menonton TV, liat aja di parabola, atau numpang-lah sama yang punya parabola, sistem siaran niaga ini masih dipertahankan, siaran niaga malah jadi bentuk hiburan tersendiri. Soal perusahaan operator seluler, kenapa sih, ngga mau mulai menjadi benar-benar profesional, pelanggan ditanya, apakah mau terima pesan-pesan iklan, apakah mau terima info gaul, jangan asal tancap aja, emang Nazi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H