Mohon tunggu...
Izzatul Ulya
Izzatul Ulya Mohon Tunggu... Lainnya - tertarik dengan baking roti dan gambar

kunjungi juga: iublognote.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masyarakat dan 'Proposal' Pembangunan Gedung Baru DPR

29 Agustus 2017   07:24 Diperbarui: 29 Agustus 2017   11:35 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lagi dan lagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan gigihnya mengajukan 'proposal' untuk pembangunan gedung barunya. Usulan mengenai pembangunan gedung baru bukan terjadi sekali ini saja, tetapi juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Mereka seolah tak pantang menyerah untuk mewujudkan hal ini, hingga berharap 'proposal' tersebut disetujui oleh presiden.

Usulan dan rencana tersebut tak ubahnya membuat masyarakat bertanya, "untuk apa? Pun membuat masyarakat merasa geram. Berkali-kali usulan tersebut ditolak oleh rakyat. Namun berkali-kali pula mereka tetap memperjuangkan. Selalu saja ada alasan untuk menjawab pertanyaan masyarakat, dari mulai anggotanya bertambah hingga gedung yang miring. Jenakanya lagi pada akhir Juli lalu, usulan pembangunan apartemen karena takut macet yang membuat mereka sering terlambat untuk menghadiri persidangan.

Menurut data yang berhasil saya himpun dari beberapa sumber, DPR pertama kali mengajukan pembangunan gedung baru sejak tahun 2006 dengan dalih tak mampu menampung 560 anggota DPR beserta staffnya. Dua tahun kemudian, sekretariat jendral DPR mengadakan lelang konsultan untuk mereview masterplan, AMDAL, dan audit struktur gedung. Kemudian pada tanggal 2009, secretariat Jendral DPR memberi konsep desain gedung dengan letter U terbalik yang mengajukan dana sekitar 1,6 -- 1,8 triliyun. Pada April 2011, masa Presiden SBY meminta pembangunan DPR tidak dilanjutkan. Namun DPR tetap keukeuh agar pembangunan tersebut tetap dilanjutkan dengan menurunkan anggaran 1,13 triliun. Saat itu rakyat menolak hingga satu bulan kemudian ketua DPR pada saat itu, Marzuki Ali, membatalkan proyek tersebut.

DPR tak menyerah begitu saja, muncul lagi usulan pembangunan gedung baru yang tak kalah fantastis. Tahun 2014, DPR mengajukan anggaran Rp 2,7 triliun dari total anggaran 27 triliun untuk pembangunan gedung baru. Gilanya lagi satu tahun kemudian muncul pembangunan tujuh megaproyek di dalam komplek parlemen. Rakyat pun semakin geram. Tidak berhenti begitu saja. DPR tetap melanjutkan ambisinya dengan cara menurunkan tujuh megaproyek menjadi tiga proyek dengan anggaran yang relative tipis, yakni 2,08 triliun. Tepat hingga saat ini DPR kembali mengajukan anggaran senilai 5,7 triliun untuk pembangunan gedung baru dan apartemen. Lagi-lagi masyarakat dibuat geram atas apa yang dilakukan oleh para wakil rakyat tersebut. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengisyaratkan untuk tidak menyetujuinya.

Terlepas dari 'perjalanan panjang' pembangunan gedung baru tersebut, muncul pertanyataan dan amarah dari masyarakat. Garis besar dari masalah ini adalah mengenai 'reaksi masyarakat' yang cenderung terus menolak. Masyarakat menganggap bahwa ini adalah masalah klasik untuk membangun 'proyek' mereka sendiri. Padahal gedung DPR masih terlihat mewah dan berdiri kokoh. Munculnya usulan pembangunan gedung baru apalagi apartemen dianggap sudah diluar dari kepentingan umum. DPR seolah enggan untuk berempati terhadap kondisi masyarakat yang telah memilihnya.

DPR memang memiliki hak budget sebagai badan legislator, itu artinya DPR berhak mencantumkan anggaran dalam APBN untuk kepentingan operasional DPR. Tapi setidaknya selaku wakil rakyat harus merasakan empati terhadap kondisi masyarakat yang masih terjadi kesenjangan di luar sana. DPR diharap lebih bijak dalam mengeluarkan pendapat dan mampu memilih skala prioritas yang mengesampingkan kepentingan pribadi, seperti pembangunan apartemen yang dilengkapi fasilitas mewah. Rakyat sudah kadung tidak percaya dengan DPR. Ini akibat dari hubungan sebab-akibat dalam hal ini adalah ketidaktransparan dari para wakil rakyat tersebut. DPR melupakan rakyat. Padahal rakyat telah memberikan kepercayaan kepada mereka sebagai wakil.

Jikalau memang perlu pembangunan yang 'mendesak', tanggung jawab DPR adalah menyampaikannya kepada rakyat dengan cara terbuka. Apabila masyarakat menolak, singkirkan ego dan dengarkan aspirasi rakyat yang telah percaya terhadap penyelenggaraan negara, terutama dalam bidang legislasi. Dalam hal ini, harapan rakyat adalah DPR selaku wakil rakyat, tidak melupakan konsep hubungan rakyat dengan wakil yang dipilihnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun