Tiga tahun yang lalu, saya mengikuti Ujian Nasional tingkat SMP. Saat itu adalah tahun kedua pelaksanaan ujian nasional 20 paket. Ujian Nasional pada saat itu saya rasakan cemas sedikit saja. Dan Alhamdulillah, nilai yang saya dapat memuaskan. Walaupun seperti biasanya, sebelum ujian nasional dimulai banyak terkirim paket-paket jawaban termasuk ke handphone saya. Saya memutuskan tidak menggunakan kunci jawaban itu.
Tahun ini, saya mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer. Yang saya pikirkan saat pertama kali mendengar UNBK adalah kata "Wow". Indonesia mengadakan ujian nasional dengan komputer. Ini merupakan salah satu kemajuan bagi Indonesia. Maka kami belajar seperti belajar di Ujian Nasional biasa. Kelebihannya adalah tahun ini boleh memilih mata pelajaran ipa. Itu lebih memfokuskan belajar daripada 6 mapel. Walaupun saat pelaksaan USBN sedikit membingungkan karena mendekati hari H ternyata belum ditetapkan soal mata pelajaran yang akan diujikan. Kesimpulan yang kami dapatkan adalah: "Belajar aja. Yang penting belajar giat" Lalu, Simulasi UNBK pertama dimulai. Kami merasakan UN yang tidak seperti UN. Ini seperti Try Out yang dilaksanakan seperti biasanya hanya dalam bentuk komputer. Begitu pula dengan simulasi UNBK kedua. Hari berganti hari namun saya pribadi tidak merasakan kecemasan UN. Di segala sosial media bertebaran H-1 UN. Hours-5 UN. Saya dan teman-teman tetap belajar.
Karena saya bersekolah di sekolah asrama, kami saling bahu-membahu dan meminta doa ke seluruh guru, pembina asrama, dan adik kelas. Saat saya menelepon adik saya (yang juga mengikuti UN Tingkat SMP), ibu saya mengatakan bahwa UN bayar. Saya sedikit kaget. Mungkin untuk perubahan Indonesia yang lebih baik? Ibu saya mengatakan setiap mapel bayar 50 ribu. Berarti, untuk 4 mapel bayar 200ribu rupiah. Menurut saya itu jumlah yang tidak sedikit untuk ukuran ujian selama 2 jam. Bagaimana dengan anak-anak di desa? Anak-anak yang kurang mampu? Bagaimana dengan yang di Papua sana? Pelaksanaan UNBK mulai rancu di sini. Karena di daerah masih susah untuk akses internet. Salah satu teman saya mengatakan bahwa dia harus menggunakan laptop pribadinya untuk mengikuti UNBK.
H+1 UN : Bahasa Indonesia. Karena kami sebelumnya sering latihan soal-soal dari berbagai macam sumber seperti Detik-Detik, TO DKI, PRA UN Gunadarma sehingga kami merasa soalnya dapat dikerjakan. Kami dapat bernafas lega setelah ujian selesai. Sorenya, saya dan teman-teman mendapat penambahan materi dari guru matematika. Karena mapel besoknya adalah Matematika.
H+2 UN : Matematika. Sama seperti bahasa indonesia, saya juga berlatih dari berbagai macam soal. Saya juga mendownload aplikasi UN CBT SMA di gadget saya. Pada awal matematika, saya masih merasa soalnya dapat dikerjakan. Meskipun lebih banyak yang tidak berbau "angka jadi" daripada angkanya. Di pertengahan soal, saya mulai merasa adanya kerumitan. Ada 4 soal dimensi tiga tahun ini. Dan itu butuh nalar lebih. Mungkin bahasa saya terdengar berlebihan namun itulah yang terjadi. Saya menghabiskan berlembar-lembar kertas coretan. Dan 5 menit sebelum ujian berakhir, ada countdown di aplikasi yang membuat setiap siswa semakin kalang kabut. Ruangan ujian saya ber-AC tapi saya berkeringat karena soal itu. Setelah selesai, saya dan teman-teman masih membahas soal matematika itu sampai ke asrama. Bukan membahas mencari pembahasan, tapi membahas tingkat kerumitannya. Bahkan guru SMP juga bertanya kepada saya, "Soal matematikanya susah ya?" dan saya cuma bisa senyum. Sementara teman saya, anak IPS, bilang soal IPSnya biasa saja. Dilihat dari kisi-kisi, memang sesuai dengan kisi=kisi namun pembaruan tingkat soal ini..... hm. Pulang ke asrama, saya langsung telepon orang tua dan cerita soal ujian matematika yang susah ini.
H+3 UN : Bahasa Inggris. Seperti bahasa Indonesia. Hal yang membuat saya kaget di mapel ini adalah, kami diberitahu proktor ujian nasional bahwa kalau memberi tanda centang pada bagian ragu-ragu, maka itu dihitung salah walaupun sudah dijawab. Saya tidak tahu ini benar apa tidak, sebab ada teman saya yang mencentang ragu-ragu lumayan banyak. Dan saya tidak tahu itu bagaimana nilainya. Sementara ini sudah hari ketiga UN. Baru diberitahu soal centang ragu-ragu di sini. Saya hanya bisa pasrah. Begitu juga teman-teman saya.
H+4 UN : Mapel pilihan. Saya memilih mapel fisika. Di sekolah saya, guru fisika saya mengajar dengan bagus. Guru saya membuat buku soal yang tiap sub-babnya ada banyak soal. jadi kami sudah mengerjakan ribuan soal fisika saya rasa. Ditambah try out mingguan dan soal persiapan un. Saya sudah waswas sejak awal karena paranoid dengan matematika. Saat mengerjakan soal, barulah saya tau. Feeling saya benar. Tahun ini, banyak soal teori. Otomatis, butuh nalar lebih banyak. Tidak keluar dari kisi-kisi memang, tapi ada soal yang rancu. Antara gambar dengan keterangan berbeda. Dan jawabannya sama-sama ada. Saya bingung jadinya. Teman saya yang memilih mapel biologi bilang kalau soalnya ada mirip sama soal OSK Biologi waktu dia SMP dulu. Yah, mau bagaimanapun ujian sudah selesai. 10 detik terakhir, saya hanya bisa memandangi jawaban saya yang saya ragukan.
Alhamdulillah dan ya sudahlah. Ujian Nasional telah selesai. Tingkat soal dirumitkan mungkin untuk perkembangan kualitas murid Indonesia yang lebih baik. Saat selesai UN ini, saya merasakan: 12 tahun wajib belajar sudah selesai. Saatnya berkarya. Kuliah di depan mata masih buram di mata saya. Rencananya, besok saya dan teman-teman akan rafting di Sukabumi. H+4 UN, H-1 Libur. Hahaha. Itu saja curhat dari saya, seorang siswa SMA biasa yang menghadapi segala kerancuan UN tahun ini dan kurikulum Indonesia. Semoga Indonesia lebih baik dengan UN dan pendidikannya meningkat seperti Finlandia. Pendidikan akan gratis dan menghasilkan siswa yang bagus pula. Aamiin. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H