Mohon tunggu...
Ulviana
Ulviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah presiden untuk diri saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film "Yuni": Mitos, Dilema Remaja, Budaya Patriarki

27 Desember 2021   07:21 Diperbarui: 27 Desember 2021   08:27 7736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://amp.kompas.com

Judul Film: Yuni
Sutradara: Kamila Andini
Produser: Ifa Isfansyah, Chand Parwez Servia
Tanggal Rilis: 9 Desember 2021
Bahasa: Jawa Banten, Sunda Banten, Indonesia

Budaya patriarki memang selalu menjadi bahasan yang menarik sebagai topik utama pada alur cerita. Apalagi jika dibumbui dengan tradisi mitos nenek moyang mengenai perjodohan. Seperti dalam film yang baru-baru ini sedang disorot oleh masyarakat, yaitu Yuni. Seperti alasan saya ingin menonton film ini, yang paling menarik saat baca sinopsis adalah kebimbangan Yuni untuk percaya mitos atau teguh pada prinsipnya yang menjadi wanita merdeka.
Yuni, yang merupakan remaja dengan pendirian kuat bahwa dirinya manusia yang 'bebas menjadi dirinya sendiri' diuji dengan adanya lamaran ketiga di masa akhir SMA-nya. Dalam mitos yang ia tahu, pamali jika menolak lamaran yang ketigakalinya, karmanya nanti akan sulit untuk mendapatkan jodoh di kemudian hari.
Hal tersebut tidak akan menjadi masalah bagi Yuni jika saja ia bukan seorang yang ambisius untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat perkuliahan. Dengan bimbingan guru BK-nya, Yuni harus memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan beasiswa S1 agar kuliahnya tidak membebani ortu. Syarat yang masih diusahakannya adalah agar tidak menikah dulu dan memperbaiki nilai Bahasa Indonesia dengan tugas tambahan dari guru favoritnya, Pak Damar.
Namun, kedua permasalahan tersebut justru menjadi lingkaran setan untuknya. Tugas tambahan itu menjadikan dirinya semakin dekat dengan Pak Damar, sedangkan kedekatan itu menjadikan Pak Damar menjadi pelamar ketiga dalam hidup Yuni. Dari sini puncak masalah Yuni terjadi.
Dengan tokoh anak SMA memang menjadikan ide cerita semakin relate dengan kehidupan nyata. Karena memang kenyataannya kepercayaan masyarakat kepada mahasiswa yang 'bisa bermanfaat bagi umat' masih belum juga seratus persen. Anggapan banyak sarjana yang nganggur menjadikan masyarakat trauma dini terhadap tingkat pendidikan tinggi. Apalagi jika keadaan ekonomi keluarga dilema mau dilarikan kemana aja, jika digunakan untuk membiayai kuliah dan pada akhirnya anak jadi sarjana nganggur, sia-sia saja uangnya. Kira-kira seperti itu.
Namun, bukan stigma masyarakat tersebut yang menjadi ancaman Yuni untuk melanjutkan ke jenjang kuliah. Pak Damar dengan alasan melamar karena memenuhi keinginan orangtuanya menjadikan rasa kasihan Yuni dipertaruhkan. Milih kuliah atau nikah? mungkin pertanyaan itu yang terngiang-ngiang di kepala Yuni.
Pandangan Yuni mengenai menikah sendiri terpengaruhi oleh Suci, seorang janda tanpa anak yang  menjadi teman akrab Yuni, terutama dalam dunia kebebasannya. Suci menjanda dengan masalalu adanya KDRT. KDRT itu terjadi diakui dari kesalahan Suci karena menikah terlalu dini.
Hingga pada akhirnya, Yuni memutuskan untuk menikah dengan Pak Damar.
Namun, pada hari H Yuni melarikan diri dan bunuh diri.
Mungkin dari tulisan ini akan muncul pertanyaan kenapa akhirnya Yuni memutuskan untuk bunuh diri? Kenapa tidak melarikan diri saja agar tetap bisa melanjutkan sekolahnya? Dan lain sebagainya yang bisa teman-teman analisis sendiri sesuai dengan pemahaman teman-teman. Banyak hal menarik yang belum tertulis di sini. Sebenarnya film ini bisa dilihat dari banyak sisi. Namun, saya memilih untuk membahas dari sisi ini saja :D.
BTW, dalam kajian mengenai kesetaraan gender, film ini rekomended untuk ditonton. Namun, tidak semua usia dapat menonton film ini.
Sekian. Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun