Politik dinasti masih terus menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. Bukan tanpa alasan, di mana ada praktik politik dinasti, di sana peyelewengan kekuasaan, korupsi -- kolusi - nepotisme tumbuh subur. Karena itu, hampir seluruh penjungjung nilai-nilai demokrasi selalu menolak dan mengkritik setiap daerah yang mencoba membangun politik dinasti.
Dalam tingkatan nasional, pada tahun 2014 lalu, kita masih ingat betul bagaimana publik beserta para pakar politik ramai-ramai mengecam atas munculnya isu majunya istri Susilo Bambang Yudhoyono, Ani Yudhoyono sebagai kandidat calon presiden 2014. Bukan hanya karena kecewa terhadap kepemimpinan SBY, tetapi mereka tidak ingin ada praktik politik dinasti di negeri ini.
Kritik adanya praktik politik dinasti di tingkat daerah lebih kejam lagi. Sayangnya, diakui atau tidak bangsa ini memang masih sedikit yang menyadari bahaya dari tumbuh suburnya politik dinasti. Itulah mengapa ditengah kritikan itu politik dinasti masih merajalela di negeri ini.
Padahal belajar dari pengalaman di daerah yang membangun politik dinasti, selalu diiringi dengan tingkat korupsi yang merajalela pula. Kita bisa ambil contoh terdekat dari Ibu Kota Jakarta, yaitu Provinsi Banten. Tak bisa dibantah lagi jika praktik politik dinasti di daerah ini mulai dari tingkat provinsi hingga ke kabupaten kota melekat di tanah jawara ini. Dan apa yang terjadi, bukan kegemilangan yang dikenal tetapi korupsi dan kemiskinan yang merajalela.
Menjelang Pilkada Serentak 2018, politik dinasti kembali menghantui berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya Kabupaten Purwakarta, di mana istri bupati Dedi Mulyadi, yaitu Anne Ratna Mustika mencalonkan diri sebagai calon bupati Purwakarta 2018. Secara aturan hukum memang tidak dilarang, tetapi secara etika dan pengalaman, politik dinasti mengancam demokrasi di Indonesia.
Apalagi Anne bukanlah orang yang memiliki pengalaman luas dalam pemerintahan. Sehingga majunya Anne di Pilkada Purwakarta 2018, dipastikan hanya rencana keluarga DM untuk membangun politik dinasti di tanah Pasundan ini. Apalagi keikutsertaan Anne di Pilkada Purwakarta berbarengan dengan sang suami yang maju di Pilgub Jawa Barat.
Hal itu mengindikasikan adanya ambisi besar dari keluarga DM untuk menguasai Jawa Barat. So, apakah kita sebagai warga Jawa Barat mau membiarkan daerah ini ke depan di pimpin oleh satu keluarga besar? Apakah kita lupa dengan bukti-bukti bahwa politik dinasti selama ini menggerogoti prinsi-prinsip demokrasi? Yang lebih memprihatinkan tentu politik dinasti telah mencederai cita-cita mulia adanya Pilkada di Negeri ini, yang mana pergantian pemimpin seharusnya bisa mensejahterakan rakyatnya, justru yang terjadi menyengsarakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H