Mohon tunggu...
Ulul Mahasin
Ulul Mahasin Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Bai Al-Muzayyadah (Lelang) Menggunakan Barang Sitaan dalam Sudut Pandang Fiqih Muamalah

29 Mei 2024   00:30 Diperbarui: 29 Mei 2024   00:32 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bidang yang saling berkaitan, salah satu bidang yang sangat diperhatikan ialah bidang ekonomi, karena bidang ekonomi mampu mempengaruhi bidang-bidang yang lainnya. Oleh karena itu, manusia tidak pernah lepas dari ketergantungan kepada orang lain karena manusia pada hakikatnya saling membutuhkan satu sama lain dan disinilah letak eksistensi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari tolong menolong antara satu dengan yang lainnya.

Banyak sekali cabang dari bidang ekonomi salah satunya yaitu jual beli. Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat, karena dalam setiap pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk meninggalkan akad ini. Jual beli itu sendiri memiliki beberapa macam cara dalam melakukan prakteknya salah satunya yaitu Al-muzayyadah atau biasa disebut dengan lelang, salah satu jenis jual beli di mana penjual menawarkan barang dagangannya di tengah-tengah keramaian, lalu para pembeli saling menawar dengan harga yang lebih tinggi sampai pada harga yang paling tinggi dari salah satu pembeli, lalu terjadilah akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual. Lelang termasuk salah satu bentuk jual beli, akan tetapi ada perbedaan secara umum. Jual beli ada hak memilih, boleh tukar menukar di muka umum dan sebaliknya, sedangkan lelang tidak ada hak memilih, tidak boleh tukar menukar dimuka umum, dan pelaksanannya dilakukan khusus dimuka umum.

Pada saat ini banyak sekali jual beli lelang yang dilakukan oleh masyarakat ataupun lembaga dengan hasil barang rampasan dikarenakan banyak macam permasalahan yang dihadapi demi mencukupi kebutuhannya masing masing. Seperti lembaga pegadaian, bank, dan lembaga negara ataupun seperti kejaksaan yang melelang hasil barang rampasan yang dimana praktik jual beli lelang dilakukan dengan rata rata barang sitaan dijual dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran dan ditawar serta diminati banyak orang karena kebanyakan barang masih bagus dengan harga yang murah.

Jika ditinjau dari perspektif islam, Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak boleh bagi yang menerima gadai menjual barang gadai yang diterimanya, tetapi boleh dijual dengan syarat setelah datang masa dan tidak sanggup menebusnya, tetapi harus dijualkan oleh yang menggadaikan atau wakilnya dengan seizin Murtahin (yang menerima gadai). Jika yang menggadaikan tidak mau menjualnya, hendaklah yang menerima gadai memajukan tuntutan kepada hakim. Menurut ketentuan syariat, jika masa yang telah ditentukan dalam perjanjian untuk pembayaran utang telah terlewati, maka jika si rahin tidak mampu untuk mengembalikan pinjamannya, hendaklah ia memberikan ijin pada murtahin untuk menjual barang gadaian, dan seandainya ijin ini tidak diberikan oleh rahin maka murtahin dapat meminta pertolongan kepada hakim untuk memaksa si rahin untuk melunasi utangnya atau memberikan ijin untuk menjual barang gadaian. Karena haram menjual sesuatu yang masih dijual oleh orang lain sebelum akad selesai dengan habisnya khiyar majlis atau khiyar syarat demikian juga dalam khiyar aib menurut pendapat yang unggul.

Sehingga dapat dikatakan bahwa praktek lelang seperti itu belum sesuai dengan syariat islam karena praktik lelang dalam kasus tersebut menggunakan sistem para pembeli bebas melakukan tawar menawar di atas atawaran orang lain karena akan menyakiti perasaan orang lain. Praktik jual beli lelang ini sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW masih hidup dan telah dilaksanakannya secara terang terangan di depan umum untuk mendaatkan harga yang lebih tinggi dari pihak penawar. Praktik lelang ini dibolehkan selama benar-benar seperti yang terjadi di masa Rasulullah SAW. Artinya, lelang ini tidak berca,pur dengan penipuan, atau tercampur dengan trik-trik yang memang dilarang.

Syariat Islam dengan berbagai pertimbangan yang sangat dijunjung tinggi tidak melarang dalam melakukan usaha untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya dan dengan cara apapun selama cara tersebut masih berada dalam garis syariat yang dihalalkan. Sedangkan adanya aturan dalam ajaran Islam tentunya tidak semata-mata hanya aturan belaka yang hanya menjadi dasar, tetapi merupakan suatu aturan yang berfungsi menjaga dari adanya manipulasi atau kecurangan-kecurangan dalam menjalankan bisnis dengan cara lelang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun