Berikut adalah kebingungan yang sering kita dengar,yang berkaitan dengan pemilu
·Pemiluadalah momen penting yang menentukan nasib bangsa. Ini sangat ambigu.Ambil contohbegini. Lembaga survey sering melakukan survei mengenai siapa pemenang pemilu jika pemilu dilakukan hari ini. Hasilnya luar biasa. Selalu berubah-ubah. Artinya, jika pemilu sebenarnya dilakukantiap bulan saja, maka hasilnya juga berubah-ubah. Jika hasilnya begitu dinamis,bisa berubah-ubah juga,maka akan sangat berbahaya jika nasib bangsa ditentukan ditangan rakyat yang punya karakteristik galau seperti ini.
Berarti pemilu punya kelemahan. Bisa jadi pemilu yang menyedot dana banyak,mungkin hanya memilih wakil rakyat untuk satu hari,bukan untuk lima tahun.
Tapi, Jika salah pilih, toh tidak terjadi kiamat. Jadi, pemilu bukan momen penting. Pemilu adalah momen aneh. Momen dimana kita memilih siapa yang pantas mewakili kita untuk satu hari tersebut.
·Pemilu adalah momen maha penting untuk menentukan wakil rakyat kita di DPR. Pada kenyataannya, kita tahu sendiri bahwa DPR adalah sarang koruptor yang sudah sepantasnya dibubarkan. Seringkali kita berlindung dibalik pribahasa bahwa jika ada tikus dilumbung gabah,jangan bakar lumbungnya.
Tapi, mari kita cermati pribahasa tersebut. Apakah masih cocok? Apakah masih ada lumbung-lumbung untuk menyimpan gabah dizaman sekarang lni? Lumbung sebagai tempat penyimpanan gabah diperlukan karena pabrik penggilingan gabah masih sedikit,sehingga perlu tempat penyimpanan. Artinya, zaman telah berubah, DPR bisa saja mati seiiring matinya suatupribahasa dan itu sangat alamiah. Pabrik penggilingan telah banyak, artinya saluran aspirasi juga telah berkembang.
kita tida perlu terlalu berharap banyak kepada lumbung yang sudah tidak relevan lagi.
·Pemlu adalah momen berbahaya. Pemilu adalah momen yang bisa menghasilkan ekstrim kanan.Semua partai sekarang tiba-tiba menjadi ultra nasionalis. Banyak partai yang menjanjikan kemajuan, menjanjikan untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang disegani bangsa lain. Sejak kapan Indonesia punya spirit aneh seperti ini.
Indonesia tidak pernah punya mimpi menjadi yang terbaik di dunia, atau di asia. Indonesia bukan AKB48 yang terlalu banyak bicara tentang mimpi. Indonesia juga bukanMadonna dengan American dream nya. Indonesia itu sederhana, kesejahteraan umum,meningkatkan kecerdasan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Indonesia tidakbisa didangkalkan ingin menjadi seperti Amerika, China, Jepang atau Rusia. Indonesia adalah bangsa polos yang baru merdeka yang berani mencantumkan dalam pembukaan UUD untuk menghapuskan penjajahan di seluruh dunia. Pernyataan yang naïf, tapi itulah yang menyebabkan kita besar.
Spirit non blok, dan spirit Asia-Afrika tidak dihasilkkan ketika kita menjadi bangsa super power, justru pada saat kita masih lemah dan baru merdeka. Kekuatan Indonesia bukan kekuatan militer atau kekuatan ekonomi yang dijanjikan semua partai pemilu saat ini. Kekuatan Indonesia adalah kekuatan spirit, spirit respect dan sprit toleransi. Spirit yang justru berbau kekiri-kirian. Bangsa kita dilecehkan bukan karena kita lemah,tetapi karena kita melupakan pembukaan UUD. Kita tidak lagi menjadi bangsa netral. Kita sudah menjadi bangsa yang pro barat. Sehingga tidak aneh jika mimpi menjadi negara super power telah meracuni pikiran parpol kanan, mimpi para fasis.
·Politik kita adalah politik yang maknanya terlalu telanjang. Artinya seperti ini. Bayangkan jika arti payudara hanyalah sebuah daging yang menempel di dada. Tidak ada apapun hal bermakna dari definisi seperti itu. Begitu juga dengan politik. Politik kita hanya diartikan kekuasaan, bukan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan ketika kita berpolitik. Dampak pemaknaan yang begitu telanjang ini sangat mengerikan. Payudara kehilangan fungsinya sebagai organ yang penting untuk perkembangan bayi , dan menjadi sekedar daging biasa.
etika politik hanya mengenai kekuasaan, maka para politisi kita menjadi bingung ketika sudah berkuasa. Mereka begitu inginnya menjadi anggota DPR, tetapi ketika sudah terpilih, Sidang-sidang DPR malah kosong. Mereka hanya tahu bahwa berkuasa itu penting, tetapi tidak tahu apa yang bisa dilakukan ketika berkuasa. Apa yang bisa kita harapkan jika kita hanya tahu bahwa payudara itu hanya seonggok daging ?
·Semua partai politik yang ada sekarang ini sama saja. Artinya tidak peduli partai itu partai islam atau partai nasionalis, visi misinya sama saja, normatif demi kemajuan bangsa. Seandainya ada satu parpol yang berani beda, semisal ingin menghancurkan bangsa, mungkin saya akan memilih partai tersebut.
Parpol sebetulnya dibangun sebagai daya kreasi luar biasa manusia yang disebut blok aspirasi. Artinya, parpol tidak untuk memuaskan seluruh aspirasi kita, tetapi membagi aspirasi menjadi aspirasi-aspirasi dasar yang ingin kita pilih. Diluar negeri, memilih parpol akan lebih mudah. Akan sangat mudah jika satu parpol diidentikkan sebagai parpol yang sering menaikan pajak atau mengurangi pajak ketika berkuasa. Bahkan dimasa lalu, kita bisa tahu bahwa jika PKI berkuasa, maka kita dijanjikan angin surga tentang reformasi agraria. Tapi, lihat sekarang. Hampir tidak ada bedanya jika Golkar PDIP atau PKS berkuasa. Semuanya terlalu cair.
Ketika semua partai itu sama saja, maka ada konsekuensi yang mengerikan. Bisa jadi bukan golput yang haram, tetapi justru memilihlah yang haram. Ketika semua partai sama saja, otomatis kita tidak punya pengetahuan kenapa kita memilih. Dalam agama, kita tidak boleh melakukan sesuatu yang kita tidak ada pengetahuaannya tentang apa yang kita lakukan. Jadi, bisa jadi ada yang keliru dalam fatwa tersebut.
Jika kita tidak bisa menentukan parpol, dan lebih kepada figur, mungkin kita berpikir mengenai kompetensi. Ketika tidak ada nilai yang ditawarkan parpol, maka ada satu masalah yang ditawarkan dari sistem tersebut. Kita justru akan jatuh kepada kebingungan yang lebih dalam. Mari kita asumsikan bahwa semua caleg kompeten.
jika parpol didirikan bukan atas nilai-nilai, sangat memungkinkan untuk menggabungkan Abu jahal dan Umar dalam satu parpol. Dua-duanya sangat kompeten jika urusannya cuma masalah kompetensi. Lantas bagaimana membedakan mereka berdua?
Yang kita tahu, mereka berbeda justru karena nilai-nilai yang dipercayai mereka berbeda, dan memilih Hizb (partai)nya sesuai keyakinan mereka. Sebuah nilai yang justru tidak ditawarkan oleh parpol. Amat naïf jika kita hanya melihat kompetensi, karena kemungkinan memilih Abu Jahal dan Umar akan menjadi sama besarnya.
·Hati-hati kepada para pecundang yang sering mengumbar tentang bahaya kecurangan. Saya lebih percaya dengan Foucoult. Kekuasaan itu menyebar, bukan terpusat. Setidaknya saya yakin bahwa 12 parpol punya kader minimal setingkat kades. Kecurangan jangan hanya diartikan dangkal seberapa masifnya kecurangan terjadi. Seandainya 1 parpol hanya melakukan kecurangan di satu TPS dari ribuan, karena kecilnya parpol tersebut, bukan berarti dia paling bersih. Ingat, babi tidak menjadi halal karena kita hanya makan satu sendok sedang yang lain makan satu kandang. Berapapun besar kecilnya yang dimakan, tidak akan mer6bah babi menjadi halal.
·Saya tidak percaya sama sekali bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pilihan. Buktinya, setelah reformasi, siapa yang menang dan kalah begitu dinamis. Rakyat kita begitu kejam kepada para caleg. Mereka cuma menerima uangnya, tetapi tidak ada yang berubah dengan pilihannya. Jika rakyat kita bodoh dan terpengaruh dengan politik uang, idealnya petahana akan selalu menang dalam setiap pemilu. Hanya petahanalah yang punya akses dengan dana besar. Satu-satunya yang bodoh adalah media yang selalu menganggap rakyat kita bodoh. Saya tidak pernah menganggap rakyat bodoh. Saya menganggap mereka kejam. Dan akan sangat kejam jika dana yang dikeluarkan malah akan menghasilkan golput sebagai pemenang pemilu. Kejam tetapi keren.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H