Mohon tunggu...
Ully Yushariyen
Ully Yushariyen Mohon Tunggu... Novelis - Pegiat Pemilu

Saya adalah seorang penulis pegiat pemilu

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ully Yushariyen, S.Pd: Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu

11 April 2023   10:44 Diperbarui: 11 April 2023   10:45 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aspek keterwakilan perempuan pada dua lembaga penting penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu RI, menjadi awal dukungan keterwakilan politik perempuan. Yakni, dengan memastikan penyelenggara bukan hanya yang memahami politik gender, melainkan hadirnya perempuan secara angka dan makna.

Kaitannya dalam demokrasi yang merepresentasikan keterwakilan politik perempuan, Joni Lovenduski dalam esainya Politik Berparas Perempuan menjelaskan argumentasi pentingnya politik yang diwakili perempuan. Pertama, argumen keadilan yang menyatakan dalam negara yang demokratis perempuan secara formal konstitusional sama dengan laki-laki.

Kedua, argumentasi pragmatik; kecenderungan partai politik yang membela perempuan akan dipilih oleh perempuan (dari hasil penelitiannya di Inggris pada 1979). Ketiga, argumentasi perbedaan yang mengatakan bahwa perempuan membawa pengaruh dan dampak politik yang lebih baik dan menguntungkan semua pihak, seperti terhubung dengan masyarakat sipil, masyarakat pinggiran, dan praktik subordinasi.

Dalam konteks tahapan Pemilu 2024 ke depan, pemilihan penyelenggara pemilu merupakan bagian dari sistem pemilu yang harus memastikan terwakili oleh perempuan sekurang-kurangnya dalam 30% kuota perempuan. Berarti jumlah yang diinginkan adalah setidaknya 3 orang perempuan di KPU dan 2 orang perempuan di Bawaslu RI. Angka ini menjadi sangat penting dalam mengakomodasi kepentingan pemilu inklusif dan jaminan kesamaan politik perempuan secara konstitusional.

Dalam pemahaman keadilan yang disampaikan Lovenduski di atas, bahwa Indonesia sudah meratifikasi hak Sipol, Ekosob, dan CEDAW sebagai implementasi aspek kesetaraan perempuan di ranah politik. Aturan perundangan telah menempatkan affirmative actions terhadap politik perempuan semata-mata untuk meyakinkan bahwa politik perempuan merupakan rekayasa positif dalam mencegah dan menjawab politik hanya dalam ranah laki-laki.

Secara filosofis, manusia yang memiliki kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakan secara tak terbatas pula. Batasan yang dimaksud adalah beragamnya kepentingan kelompok dalam suatu tujuan politik untuk meminimalisasi praktik dominasi dalam ranah kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun