Mohon tunggu...
Ruslan Yunus
Ruslan Yunus Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis -

Belajar Menyenangi Humaniora Multidisipliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemerdekaan Menjadi Diri Kita Sendiri

16 Agustus 2017   10:04 Diperbarui: 23 Oktober 2017   13:41 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dua quote berikut ini adalah tentang kebebasan atau kemerdekaan. Yang pertama adalah, "Freedom is being you without any one's permission". Quote ini tidak diketahui, siapa yang mengatakannya pertama kali alias anonim. Yang kedua adalah, "What then is freedom ?  The power to live as one wishes",  yang berasal dari Cicero, seorang filsuf Rumawi Kuno, yang hidup pada tahun 106 - 43 SM.

Untuk kesekian kalinya kita memperingati proklamasi kemerdekaan kita 17 Agustus 1945. Kali ini adalah yang ketujuh puluh dua tahun, sebuah usia yang mungkin terbilang sudah mulai matang untuk sebuah kemerdekaan. Namun, di tengah kondisi kehidupan bangsa saat ini dan arus globalisasi yang terus mendera,  tersisa sebuah pertanyaan: masihkah kita merdeka untuk menjadi "diri kita sendiri" ?

Kalau boleh menengok sejenak kebelakang dan membayangkan ketika seorang Cut Nyak Dien, yang pada tahun 1899, bangkit membulatkan tekad untuk meneruskan perjuangan suaminya Teuku Umar, yang gugur pada sebuah pertempuran melawan Belanda di Meulaboh. Bersama pengikutnya, Cut Nyak Dien melanjutkan Perang Aceh, perlawanan bersenjata terhadap Belanda, meski untuk ini harus keluar- masuk hutan. Ia menjadi salah seorang yang paling ditakuti Belanda, karena dapat mengancam kedudukan dan pemerintahan Belanda di tanah Aceh. Beliau wafat pada tahun 1906 di pengasingan, setelah sebelumnya tertangkap oleh tentara Belanda.

Kita juga bisa membayangkan bagaimana seorang Panglima Sudirman yang sedang terbaring sakit, memutuskan untuk meninggalkan kota Yogyakarta untuk melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda, yang kembali ingin menjajah Indonesia melalui Agresi Militer ke II-nya tahun 1948-1949. Dengan hanya memiliki satu paru-paru yang berfungsi sehingga beliau harus ditandu, Panglima Sudirman memimpin tentara dan rakyat bergerilya melawan Belanda demi untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa tentara Indonesia, secara "de facto"  masih eksis, meski ibukota Yogyakarta sudah diduduki oleh  tentara Belanda. Setelah sekitar tujuh bulan memimpin perang gerilya, Sudirman, sosok yang dikenal sangat religius dan sederhana ini, dipanggil menghadap Ilahi Rabbi pada tanggal 29 Januari 1950, dalam usia 34 tahun.

Kita juga bisa membayangkan bagaimana rasa haru dan bangga terhadap Kontingen Garuda II, yang dipimpin oleh Letkol Inf. Solichin GP,  ketika mengemban misi perdamaian PBB di negara Kongo tahun 1960-1961. Ketika itu, Kongo yang baru merdeka dari Belgia, sedang dilanda konflik antar suku. Disamping menguasai tugas- tugas kemiliteran  dengan sangat baik, Kontingen Garuda II juga mampu menciptakan kedekatan dengan rakyat Kongo, sehingga mereka mau menerima kehadiran pasukan perdamaian PBB. Hal ini membuat decak kagum para petinggi  UNOC dan negara- negara lain yang ikut di dalam misi perdamaian ini.

Kita juga bisa membayangkan bagaimana rasa haru dan bangga seluruh rakyat Indonesia menyaksikan pesawat  N- 250 Gatotkaca, karya putra- putri  IPTN, terbang di atas angkasa nusantara dengan anggunnya pada penerbangan perdana tanggal 10 Agustus 1995. Prestasi ini membuktikan bahwa anak- anak  bangsa ini pun,  jika diberi peluang dan kesempatan, mampu menguasai dan mengembangkan teknologi maju, sejajar dengan bangsa- bangsa besar lainnya di dunia.

Kita juga bisa membayangkan bagaimana keprihatinan seorang Tri Rismaharini, walikota Surabaya, terhadap masa depan moral anak- anak yang tinggal di sekitar lokalisasi Dolly, yang letaknya berada di tengah pemukiman penduduk. Setelah memikirkannya berpuluh- puluh hari, ia memutuskan untuk menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara ini, yang telah beroperasi puluhan tahun, terhitung tanggal 18 Juni 2014. Penutupan lokalisasi ini sekaligus untuk mengembalikan kehormatan perempuan- perempuan eks penghuni lokalisasi dengan memberi bantuan dan kesempatan luas  untuk beralih ke pekerjaan terhormat. Sebuah keputusan pemerintah kota yang sangat berani dan kontroversial (Semoga Allah selalu membimbing ibu Risma di dalam kepemimpinannya).

Kita pun bisa membayangkan bagaimana rasa haru dan gembira para guru dan orang tua siswa menyaksikan "Habibie- Habibie cilik", Gerry Mohammad Dundan dan Ferris Nugraha, dua siswa Indonesia, yang masing- masing berhasil merebut medali emas dan perak pada Olimpiade Fisika Asia (APhO)  ke- 18, yang diadakan pada tanggal 1-9 Mei 2017, di kota Yakutsk, Rusia. Lima siswa lainnya memperoleh "honorable mention" (setara dengan juara III). Mereka bersaing dengan siswa dari 22 negara lainnya.

Dan masih banyak lagi, tidak dapat kita sebutkan satu- persatu disini. Mereka yang dengan gigihnya  berjuang untuk sebuah kemerdekaan, Kemerdekaan Indonesia.

Pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa, "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya". Pernyataan kemerdekaan, baik pada naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 maupun pada naskah Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, adalah pernyataan sakral atas kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Dan di dalam ruang kemerdekaan ini, sesungguhnya, terletak pula kemerdekaan untuk menjadi "diri kita sendiri" , sebagai bangsa secara insani.

"Diri kita sendiri" adalah diri yang dibangun dari nilai- nilai religi,  integritas, dedikasi, profesionalisme,  kecerdasan, kerja keras, keberanian, persamaan, penghormatan, toleransi, kerendahan hati, dan kebanggaan, seperti yang telah ditunjukkan oleh para pendahulu kita, yang telah berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan ini, dan oleh mereka yang tetap setia dan gigih berjuang untuk terus menjaga dan mengisi kemerdekaan ini. "Diri kita sendiri"  bukanlah diri yang dibangun dari nilai- nilai materialisme, kapitalisme, hedonisme, individualisme, arogansi, hegemonisme,  apatisme, immoralitas, dan semacamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun