Mohon tunggu...
Uliya Fadhila
Uliya Fadhila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kecintaan pada hal-hal baru menunjukkan bahwa saya mudah beradaptasi dengan perubahan dan terbuka terhadap berbagai perspektif serta ide. Saya tidak ragu untuk mencoba sesuatu yang belum pernah dilakukan dan menantang

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Larangan Berjualan di Sekitar Menara Kudus: Menjaga Cagar Budaya atau Mengorbankan Perekonomian Rakyat

14 Oktober 2024   13:27 Diperbarui: 14 Oktober 2024   13:36 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber (dokumen pribadi)

Sejak awal Oktober 2024, suasana di sekitar Menara Kudus, yang biasanya ramai oleh pedagang kaki lima (PKL) dan pengunjung, tampak berubah. Pemerintah Kabupaten Kudus resmi menerapkan larangan berjualan di kawasan tersebut, menertibkan puluhan PKL yang selama ini menjajakan dagangan di sepanjang jalan menuju situs bersejarah tersebut. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan PERDA Nomor : 11 tahun 2017 Tentang Penataan dan Pemberdayaaan PKL. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sementara beberapa pihak menilai kebijakan ini penting untuk menjaga kebersihan dan kelestarian situs cagar budaya, tak sedikit pula yang merasa kebijakan ini telah mematikan mata pencaharian para pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya di sekitar kawasan Menara Kudus.

Alasan di Balik Larangan Berjualan di Menara Kudus

Menara Kudus, sebagai salah satu ikon wisata dan sejarah penting di Kabupaten Kudus, memiliki nilai historis yang tinggi. Memiliki bangunan dari merah batu bata dengan ketinggian sekitar 17 M. Menara yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1685 ini tidak hanya menjadi simbol penyebaran Islam di Jawa Tengah, tetapi juga mencerminkan harmoni antara budaya Islam dan tradisi lokal yang bercampur dalam arsitektur khasnya. Kawasan ini juga menjadi tujuan ziarah bagi umat muslim dan tempat wisata bagi masyarakat umum. Setiap harinya, ratusan bahkan ribuan orang datang ke Menara Kudus untuk berziarah, berwisata, dan menikmati keindahan situs ini.

Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir, kawasan ini semakin dipadati oleh pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar dan badan jalan, menjajakan berbagai barang seperti makanan, minuman, suvenir, hingga perlengkapan ibadah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kualitas pengalaman wisata, karena kemacetan, sampah, dan kondisi yang dianggap tidak tertata. Pemerintah Kabupaten Kudus, melalui Dinas Perdagangan dan Satpol PP, menganggap perlu untuk menata ulang kawasan ini agar lebih teratur dan ramah pengunjung, sekaligus menjaga estetika dan kelestarian cagar budaya.

Kami memahami bahwa Menara Kudus adalah warisan sejarah yang perlu dilindungi. Terlalu banyak pedagang yang berjualan sembarangan akan merusak keindahan dan kenyamanan kawasan ini. Oleh karena itu, kebijakan ini diterapkan bukan untuk mematikan usaha kecil, tetapi untuk menata agar kawasan wisata ini lebih tertib dan nyaman.

Dampak Bagi Para Pedagang Kaki Lima

Namun, di sisi lain, kebijakan ini langsung memicu keresahan di kalangan PKL yang menggantungkan mata pencaharian mereka dari berjualan di sekitar Menara Kudus. Banyak dari pedagang ini yang sudah berjualan selama puluhan tahun dan telah menjadi bagian dari denyut nadi perekonomian kawasan tersebut. Bagi mereka, larangan ini bukan sekadar pengaturan ruang publik, tetapi ancaman langsung terhadap kelangsungan hidup mereka.

Pendapat Masyarakat dan Pengunjung

Di tengah kontroversi ini, pandangan masyarakat juga terbagi. Beberapa pengunjung mendukung langkah pemerintah untuk menertibkan kawasan sekitar Menara Kudus. Mereka merasa bahwa penataan ulang ini perlu dilakukan agar Menara Kudus tetap terjaga kelestariannya sebagai situs cagar budaya. "Jujur saja, kadang kawasan ini terasa terlalu ramai dan semrawut. Kami datang untuk menikmati suasana sejarah, tapi malah harus berdesakan di tengah pedagang yang terlalu banyak. Kalau bisa ditata, saya rasa akan lebih baik" Namun, ada pula yang merasa bahwa kehadiran PKL justru menambah daya tarik wisata di kawasan ini. Menurut mereka, tanpa PKL, suasana di sekitar Menara Kudus akan kehilangan kekhasan dan kehangatan interaksi antara pengunjung dan pedagang lokal. "PKL di sini adalah bagian dari pengalaman berkunjung ke Menara Kudus. Kalau mereka hilang, rasanya ada yang kurang," ujar Fitri, masyarkat pengunjung  Menara Kudus

Jalan Tengah untuk Menara Kudus dan PKL

Kebijakan pelarangan berjualan di sekitar Menara Kudus memang menghadirkan dilema. Di satu sisi, pelestarian cagar budaya dan peningkatan kualitas pariwisata menjadi prioritas yang tidak bisa diabaikan. Di sisi lain, keberadaan para PKL juga merupakan bagian dari kehidupan sosial dan ekonomi di kawasan tersebut. Jalan tengah yang ideal mungkin adalah penataan ulang dengan memperhatikan hak-hak para pedagang, menyediakan lokasi yang layak, serta memberikan pendampingan agar mereka bisa beradaptasi di tempat yang baru. Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan dialog antara pemerintah dan pedagang, diharapkan penataan kawasan Menara Kudus dapat dilakukan tanpa mengorbankan kehidupan para PKL yang telah lama berkontribusi pada denyut perekonomian di sekitar situs bersejarah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun