X: Ehrrhhhgghhh…sabar ko (senyum-senyum kecut)
Y : Saya tahu ji nah,.saya tahu ji itu yang curi air ku.. (muka memerah)
Nah ini yang masih jadi misteri sampai saat ini, bahkan setelah 20 tahun usia sekolah kita, belum ada yang bisa mengetahui persis dari mana si Y dapat suplay air buat mandi bahkan bisa menyembunyikan cadangan air di dalam lemari. Disaat penghuni aspura lain hendak mencari sumber air ke sawah atau pancuran, oknum Y sudah keliling aspura sambil baca buku, sudah mandi dan sudah wangi saudara- saudara..!!
Kalau ada penghuni aspura yang sampai tamat sekolah tidak pernah merasakan ke sekolah tanpa mandi, mungkin dialah orangnya. SALUTE!!! Padahal ada juga yang berhari-hari ke sekolah hanya modal cuci muka dan sikat gigi. Itupun, air sikat gigi ngangkut pake botol air mineral dari ruang saji, ditambah sikat giginya di halaman asrama karena kamar mandi sudah tidak layak baunya untuk dibuka. Berhari-hari air tidak mengalir dan bak air kering, jadi bau toilet aspura sangatlah luar biasa.
*******
Tahun pertama di asrama ada aturan yang menegaskan bahwa siswa-siswi tidak dapat meninggalkan asrama selama 3 bulan pertama.
(Sekarang masa karantina sisa 2 bulan kan?)
Wisata pertama setelah 3 bulan masa karantina saat itu adalah Air Terjun Takapala yang terdapat di Kota Malino. Jarak air terjun dari asrama sendiri ada belasan kilometer. Semua siswa pun menyambut gembira momen rekreasi pertama keluar asrama ini. Tapi bukan siswa andalan namanya kalau tidak kreatif, mendengar tujuan wisata adalah AIR TERJUN (ada air banyak loh), maka yang terlintas pertama kali adalah mandi sepuasnya dan mencuci! Hasilnya, pada rame-rame bawa cucian dan ajang wisatanya berubah jadi mencuci di Air Terjun Takapala. Hebat dan luar biasa, hanya siswa SMA PLUS yang bisa begini !
Asrama bukan hanya seputar masalah air. Soal snack juga selalu menarik untuk dikenang. Di mana ada snack, di situ penghuni asrama berkumpul. Hal yang paling menyenangkan jika penghuni aspura ada yang kedatangan tamu atau kunjungan keluarga. Sudah dipastikan stok makanan siap memuaskan penghuni asrama. Pengintaian dan pengamatan terus tertuju pada kamar yang dapat kunjungan. Berharap keluarga yang berkunjung segera berlalu. Tidak butuh waktu lama setelah keluarga yang berkunjung meninggalkan asrama, tanpa komando semua pada berteriak "serbuuuuu !" makanan dan snack pun habis ditelan predator.
Masalah klasik lainnya adalah sandal, terutama sandal jepit nih. Klaim sepihak tentang kepemilikan sandal jepit sudah terjadi sejak sebulan pertama asrama berpenghuni. Siapa saja bisa ke ruang saji dengan sandal jepitnya yang bertuliskan namanya, namun sebesar apapun nama pemilik tertulis di sandal, tidak menjamin pemilik sandal akan kembali ke asrama dengan memakai sandalnya sendiri. Pulang tanpa alas kaki alias nyeker hampir tiap siang atau makan malam terjadi.
Saat-saat krusial adalah saat lonceng makan berbunyi (dulu panggilan makan dengan lonceng dibunyikan dari ruang saji), pertarungan merebut dan memakai sandal kadang sengit terjadi. Tidak peduli sandal berada di depan kamar siapa, selama itu parkir di depan kamar maka itu adalah sandal yang bisa diperebutkan. Jadi tidak heran kalau ada yang biasa kehilangan sandal di asrama. Air yang tersimpan rapat di dalam lemari aja bisa ditekkel apalagi cuma sandal jepit.
Kesulitan hidup berasrama dengan segala tantangannya, mulai dari sulitnya mencari air sampai fasilitas yang begitu minim menjadikan siswa di asrama lebih solid. Rasa senasib dan sepenanggungan membuat kami lebih dekat bahkan seperti saudara kandung. Fasilitas hiburan yang dimiliki hanya saat itu hanya televisi tabung di ruang tv. Berhubung tv cuma satu maka tontonan favorit pun seragam. Aspura akan menonton ramai-ramai saat serial Dawson Creek tayang. Pembina asrama juga melarang siswa membawa alat elektronik (tidak bisa dibayangkan kalau saat itu sudah bisa membawa laptop atau gadget). Bawa radio pun dilarang, alasannya bisa mengganggu konsentrasi belajar di asrama dan mengganggu siswa lain.
Kalau dipikir-pikir galak dan tega benar melarang media hiburan buat siswa. Tapi banyak hikmah dibalik larangan ini. Bagaimana kehidupan kami saat itu tanpa media hiburan? Jawabannya kami baik-baik saja dan tetap bahagia. Waktu luang jadi banyak dihabiskan dengan bercanda satu sama lain, bercerita tentang daerah masing- masing, tentang keluarga, tentang mimpi dan cita-cita masa depan. Mau kuliah di mana, ambil jurusan apa nantinya. Banyak cerita yang bisa dibagi saat berkumpul bersama.
Untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman di daerah, saat itu masih menggunakan bantuan pos atau surat-menyurat yang biasanya kami titip setiap hari minggu kepada teman-teman yang akan melakukan kebaktian di Malino. Jika ada yang punya kepentingan mendesak dan harus menelpon ke rumah, maka siswa diizinkan tiap hari minggu ke Malino, tepatnya ke Kantor Pelayanan Telkom yang menyediakan SLJJ ke rumah masing-masing.
Soal pesawat telepon, diakhir tahun pertama akhirnya sekolah punya fasilitas sambungan Telkom. Tentu kabar gembira buat seluruh siswa, karena kami bisa lebih gampang kalau ada keluarga yang menghubungi. Hal ini pun dianggap ajaib, karena hanya boleh menerima panggilan telepon setelah jam pelajaran sekolah usai.
Saat itu udah ada TOA dan terima kasih buat Daeng Sorang (Almarhum penjaga sekolah) yang setia menerima jika ada telepon masuk.