[caption id="attachment_159881" align="aligncenter" width="617" caption="Image - http://penchul.blogspot.com"][/caption]
Dari berbagai sumber, saya mengetahui teori dari arti Socialite/Sosialita itu sendiri. Artinya sudah bergeser, Dulu Sosialita itu lebih kepada seorang yang memang pada dasarnya sudah terlahir kaya yang menggunakan waktu dan hartanya untuk melakukan kegiatan sosial. Namun sekarang? Namanya saja sosialita tetapi hidup tidak bersosialisasi kepada siapa saja melainkan hanya kepada kaum yang selevel dengan mereka. Yang mereka butuhkan hanyalah sebuah pengakuan di masyarakat atau sebuah komunitas tertentu bahwa mereka orang yang berada. Bila kaum sosialita sesungguhnya memiliki tampilan sosialita dan jiwa mereka pun sosialita. Bisa dikatakanlah harta mereka takkan habis untuk tujuh turunan. Ratusan? Puluhan juta? Ah, seperti membuang uang receh ke laut. Namun bagaimana dengan mereka yang pada dasarnya bukanlah seorang sosialita dan terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja namun memiliki jiwa dan keinginan sosialita??? Mungkin mereka lebih tepatnya disebut social climber.
Social climber sendiri adalah seorang yang bukan berasal dari kaum jet set namun sangat mengupayakan diri untuk memasuki komunitas kaum elit. Dengan segala upaya orang-orang ini akan mengaktualisasikan dirinya sendiri agar diterima oleh kaum-kaum tertentu. Dari cara halal sampai cara haram. Bukan begitukah yang sering terjadi di Indonesia ini? Cantik-cantik ternyata korupsi. Barang-barang yang dipakai haruslah ber-merek, warna-warna kontras identik bagi kaum ini dan gaya bicara sudah sangat pasti lebay mode on. Silikon berjalan untuk memamerkan pada semua mata yang melihat bahwa tubuh mereka terawat, bahwa mereka ter-eksklusif, bahwa mereka ber-merk dan bla bla bla. Yah, syukur-syukur kalau itu hasil dari kekayaan mereka sendiri. Tapi bila sudah terkontaminasi dengan sesuatu yang bukan hak mereka padahal mereka kantongi? Waduh! Bukannya hidup yang parah kebangetan???
Mungkin beberapa sosialita ini atau bahkan semuanya mengidap narcisstic disorder personality, yach??? Hehehe... Seperti kisah Ibu Nunun dan fotografer-nya yang saya baca di yahoo baru-baru ini, Bu Nunun selalu ingin dipotret dari berbagai event apapun itu, mengabadikan koleksi perhiasaannya dalam bentuk foto, sepertinya Ibu Nunun berpikir begini "Jangan sampai ada orang yang tidak tahu bahwa aku orang kaya...". Di yahoo dituliskan juga bahwa Bu Nunun membutuhkan orang untuk menulis dan membukukan rangkuman semua koleksi Bu Nunun. Gubraaakkk!!! Sosialita banget yah??? Ada lagi yang lebih sosialita yaitu ratu suap, Artalyta yang di dalam hotel prodeo saja dia tetap tidak sudi menanggalkan ke-sosialita-annya.
Eh, mereka tidak selamanya hanya mementingkan diri sendiri loch. Mereka juga bisa membantu kaum papa lagi pula hidup mereka sudah sangat bercukupan toh? Bagi para social climber alias sosialita ecek-ecek, mereka tinggal korupsi. Terjadilah mereka membantu kaum papa dengan uang haram. Hihihi... Tapi siapa yang bisa jamin mereka melakukan kegiatan sosial itu tanpa kamera seorang wartawan? Siapa yang bisa jamin kalau mereka berbicara dahulu pada sang narator agar berbicara yang baik-baik saja? Siapa yang bisa jamin untuk sehari saja mereka menanggalkan pernak-pernik ditubuhnya? No one can assure.
Miris!!! Hanya karena barang fana, ketulusan pun tergerus habis! Perbandingan antara nilai yang disumbangkan dengan niat mereka meng-ekspos diri sendiri bisa jadi 10:90. Mereka terlalu dipermainkan kepalsuan dunia dan pada akhirnya tidak sedikit para social climber atau sosialita ecek-ecek ini terjerembab di hukum. Para Ibu-ibu pejabat negeri seharusnya berpenampilan yang sederhana di hadapan rakyatnya namun pada kenyataannya mereka lebih memilih berkoar-koar dengan harta kekayaannya.
Jelas sekali bahwa fenomena ini berbanding terbalik dengan kaum pinggiran. Ada sebagian yang berfoya-foya, dan kaum pinggiran? Memikirkan makan apa besok. Kaum sosialita ini membeli tas dengan puluhan juta, sementara uang sebegitu bila disumbangkan pada kaum tidak mampu bisa dijadikan bekal anak-anaknya sekolah. Terkadang berpikir, orang berpendidikankah mereka? Masakkan tidak memiliki sense sama sekali???
Bagi generasi bangsa sebaiknya jangan jadikan teladan seperti mereka ini. Karena cita-cita mereka aneh sekali. Hari ini bercita-cita punya sepatu baru yang mahal walaupun kekecilan tak apalah yang penting masih bisa dipotret terus di-upload ke media sosial dan pamer pada teman-teman. Besoknya mereka bercita-cita membeli tas hermes lalu pamer kesana-kemari. Besoknya lagi mereka bercita-cita pasang implan payudara lalu tanpa malu-malu tersenyum penuh kemenangan di depan teman-teman memamerkan kepalsuan itu. Huft! Hei! Grow up! Nanti juga pas mati sama-sama bakal rata jadi tanah sama dengan para kaum kelas menengah kebawah.
Sangat-sangat kontras bukan? Coba pembaca sama-sama membayangkan sebuah pesta kaum sosialita (bayangkan betulan, yach) Kemudian bayangkan seorang anak kecil yang berdiri di atas rel kereta api menunggu mati karena putus asa akan kerasnya hidup. Kontras nian khan? Ah, sudahlah! Tuhan tidak pernah tidur. Buktinya satu per satu sosialita ecek-ecek itu sudah mendapat balasan dari Tuhan alias diperkarakan. Mereka yang bergaya selangit tetapi sepertinya otak mereka kecil seperti otak ayam. Mereka tidak tahu yah? Arti hidup bukan tentang sampah itu bukan? Arti hidup lebih dari itu. Uuum, but wait a minute... If I'm a socialite, what will be??? :)) ngarepdotcom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H