"Jujur aku tak sanggup, aku tak bisa, aku tak mampu dan aku tertatih"
Lantunan lagu Krispatih mengisi kesunyian kamar Bella. Dia tetap tekun mengetik sesuatu di laptopnya. Sudah sebulan ini dia menyendiri di dalam kamar dan tekun dalam tulisan-tulisannya. Mama Papanya hanya bisa pasrah atas keputusan anaknya yang tak mau melanjutkan kuliah lagi.
"Mubazir, Ma. Bella juga bentar lagi akan mati." Katanya suatu ketika sambil menangis tersedu-sedu. Kemudian dia membanting pintu kamarnya. Braakkk!!!
Sekarang Bella hanya diam di kamar dan menulis saja. Tahukah kalian bahwa di dalam tubuhnya ada pembunuh yang sedang beraksi secara sadis? Kanker otak. Rambutnya pun mulai habis berguguran. Di atas meja belajarnya berceceran rambutnya.
"Bell, Kuliah yuk! Gue mau elo yang semangat. Gue yakin elo bisa." Kata Indri sahabatnya membujuk Bella untuk kembali kuliah. Namun, Bella tersenyum pahit menandakan bahwa keputusannya sudah bulat.
Sudah stadium akhir. Daya ingat dan pengelihatannya mulai berkurang. Dia yang cerdas, dia yang pintar sekarang sudah terbodoh karena penyakit yang dideritanya. Dia berteman dengan blognya, blog yang sudah seperti diary dan dia merasa ada kepuasan tersendiri atas blog yang ditulisnya sendiri.
Tak hanya catatan harian di dalam blognya namun juga puisi-puisi cinta yang ditujukan pada Fino. Fino, pujaannya selama kuliah namun tak pernah terungkap cinta itu. Yah, cinta diam-diam. Hanya bisa bertegur sapa itu pun jarang sekali. Fino terlihat tak punya rasa apa-apa pada Bella. Terlebih lagi begitu santer terdengar kabar bahwa Bella berhenti kuliah karena telah penyakitan. Bella terdiam dalam hati menangis, dia tidak bisa memaksakan seseorang untuk mencintainya. Apalagi, orang yang dicintainya sedang tidak tahu apa-apa. Dan lagi, perbedaan iman menjadi jurang pemisah yang sangat jauh untuk diterjang.
"Fin, follow blogku..."
"Blog-nya lucu, yach! Cerita sedih semua. Kayak kamu aja paling sedih sedunia. Semangat dong!"
Kata-kata itu sungguh menjadi semangat untuk Bella. Entah berpura-pura atau tidak, dia merubah penulisannya sehingga tulisannya yang menyedihkan berubah menjadi menyenangkan walau cinta tak didapatnya. Namun, itu hanya bertahan sebentar setelah dia kehilangan harapan untuk kuliah lagi. Penyakitnya memaksanya untuk berhenti kuliah dan, daaan dia menyerah dari kampus untuk selamanya.
Dia pun kehilangan sahabat dan orang yang dicintainya. Terakhir terdengar kabar bahwa Fino telah memiliki kekasih. "Kenapa tak pernah ku sebutkan cinta padanya sedikit pun? Kenapa aku bodoh!" Tangisnya.