Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sampai Kau Dipecat, Papi...

13 Agustus 2016   12:12 Diperbarui: 13 Agustus 2016   12:18 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku harus bagaimana lagi? Sudah terlanjur kau telanjangi, kau buntingi dan yang terakhir aku harus mengundurkan diri dari karir terbaikku karena merawat buah hati kita. Ah, ingin rasanya aku mengulitimu hidup-hidup agar kau tahu kesakitan ini. Tidakkah kau tahu aku menderita siang dan malam. Merana sepanjang malam membayangkan kau meniduri wanita-wanita yang bukan istrimu. Zinah!!!

Aku jijik, jijik mengingat masa-masa pacaran kita yang terlalu singkat karena terburu-buru kau bawa kedua orangtuamu untuk melamar aku. Padahal aku masih merindukan saat-saat karir gemilangku, aku masih merindukan saat-saat para pria memuja-muja aku yang begitu cantik. Aku pikir kau serius membawa aku pada rumah tangga yang dewasa, ternyata konyol!

Aku menderita, di kehamilan pertamaku kau mendua diam-diam. Kuadukan kau pada kedua orangtuamu, tapi jawaban kedua orangtuamu hanya mencibir. Mana? Mana rasa hormat kalian yang dulu ketika menghadap keluarga besarku saat lamaran? Ternyata kalian sama saja. Aku hidup tiada berkawan.

"Kenapa belum resign?" Tanya Ibumu yang mulutnya bau sekali saat menggendong anak pertama kita, hadir seolah-olah dia mertua terbaik. Aku hanya bisa terdiam, kalau aku menuruti emosi yang berkecamuk mungkin aku sudah meneriaki wajah Ibumu.

Kau selalu mendatangi aku malam hari, saat menyusui anak pertama kita. Kau bisikkan, "Resign-lah, pikirkan anak kita siapa yang rawat? Biar aku yang mencari rezeki untuk keluarga kita."

"Supaya apa? Supaya kau puas untuk selingkuh lagi???"

"Hei! Aku menyesal, aku tidak akan melakukan hal itu lagi," katamu lembut lalu memeluk aku. Seketika kulihat ketulusan terpancar dari matamu, aku kira kau memang betul-betul tulus demi pertumbuhan buah hati kita.

Kumantapkan langkahku mengajukan pengunduran diriku, dan semuanya berakhir. Sampai aku mendengar suara lemah Ibuku yang mendengar pengakuanku melalui telepon. Ya, dia hanya berkata 'terserah', tapi aku tahu hatinya menangis karena sudah lelah menyekolahkan aku dan sekarang aku harus didikte keluarga besarmu.

Tahun berganti, kau pun dimutasi di kota yang berbeda meninggalkan aku dan anak kita dan ternyata kau mendua lagi. Kau hancurkan hatiku. Bahkan sekarang aku sedang mengandung anak kedua kita. Tanpa kusadari badanku sudah tak seperti dulu lagi, wajahku tak secantik dulu lagi semua kukorbankan untuk anak-anak kita. Kenapa kau seperti itu? Apa karena aku sudah menjadi Ibu-ibu yang tidak modis. Aku menjerit, tapi Ibumu membela perbuatan bejatmu. Bahkan saat aku menunjukkan bukti-bukti photo perselingkuhanmu di facebook samaranmu, keluargamu tetap membela.

"Hallo, Papi... Kau tidak pulang lagikah?"

"Di sini lagi banyak kerjaan, belum bisa ditinggal..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun