Kepercayaan bahwa siapapun presiden Indonesia yang berkunjung ke Kediri akan lengser masih mengakar oleh sebagian masyarakat Kediri. Sebut saja diantaranya adalah presiden Soekarno, BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid yang tidak lama setelah kunjungannya ke kota tahu tersebut benar-benar lengser atau turun dari jabatannya.
Rupanya mitos tersebut memiliki sejarah di baliknya yang berhubungan dengan sejarah Kerajaan Kediri. Membuka riwayat dari Babad Kadhiri oleh Mangunwijaya yang ditulis pada tahun 1932 Masehi, sebuah manuskrip kuno yang berisi tentang kejayaan Kerajaan Kediri, terdapat satu kutukan yang bunyinya "Jika pasukan Kediri menyerang musuh di daerah lawan lebih dulu akan selalu memenangkan pertempuran, akan tetapi sebaliknya jika musuh langsung menyerang ke pusat kerajaan Kediri lebih dulu maka musuh itu akan selalu berhasil memperoleh kemenangan yang gemilang"
Kata-kata dalam Babad Kedhiri tersebut dimaknai oleh masyarakat dengan siapapun presiden yang sedang menjabat menginjakkan kaki di Kediri tidak akan lama dari itu akan turun dari pemerintahannya, entah diserang oleh musuh atau serangan dari lawan politiknya.
Selain itu mitos ini juga dikaitkan pada beberapa tempat di wilayah Kediri diantaranya Simpang Lima Gumul yang dipercaya sebagai pusat dari Kerajaan Kediri, serta Sungai Brantas yang dipercaya sebagai batas dari Kerajaan Daha (Kediri)
Mitos itu hampir berhasil dipecahkan oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengunjungi Kediri dua kali ketika beliau menjabat, yakni di tahun 2007 dan 2014 lalu paska meletusnya Gunung Kelud. Namun saat itu tidak berani melewati Sungai Brantas yang mana barat Sungai Brantas memang dikenal sebagai daerah pawyatan atau daerah dengan perkembangan pendidikan yang masyhur semenjak masa Kerajaan Kediri daripada daerah timur sungai.
Meski begitu, diluar kepercayaan kita masing-masing terhadap mitos ini adalah wajib bagi kita untuk menghargai budaya yang mengakar pada masyarakat Jawa utamanya Kediri ini dalam melestarikan budaya. Masyarakat Jawa yang masih berpegang teguh pada kepercayaannya ini memiliki alasan kuat untuk mempertahankan tradisi-tradisinya.
Kerajaan Kediri memiliki catatan sejarah yang panjang mewariskan banyak tradisi-tradisi yang masih dilestarikan masyarakat hingga hari ini. Terutama pasca pemerintahan Raja Airlangga di tahun 11 Masehi, lalu berkembang pesat pada pemerintahan Raja Kameswara hingga di tangan Raja Jayabaya.
Dari berdirinya Kerajaan Singasari hingga Majapahit, wilayah Kediri atau Daha selalu menjadi pusat kerajaan. Selain itu juga pada masa kolonial Kediri menjadi Kota Karesidenan. Tidak heran bahwa Kediri menyimpan banyak sejarah meskipun sejauh ini belum banyak ditemukan peninggalan batu dari Kerajaan Kediri.
Babad Kadhiri yang menjadi sumber mitos dari alasan presiden enggan menyinggahi kota tahu ini juga masih menjadi pertanyaan mengenai siapakah musuh yang dimaksud dari Raja Kerajaan Kediri tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H