Mohon tunggu...
Ulil Hidayah
Ulil Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Walisongo Semarang

Ulil Hidayah Mahasiswa Ekonomi Islam UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan sebagai Pembentuk Karakter Bangsa

30 Maret 2022   08:23 Diperbarui: 30 Maret 2022   08:25 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Makna dari ketentuan tersebut hakekatnya memandang pendidikan sebagai proses untuk membantu anak dan generasi muda agar menjadi manusia dewasa yang cerdas, berkarakter, bermoral, berilmu dan bertaqwa, dan menguasai ketrampilan vokasional/profesional. Karakter merupakan watak/ciri seseorang yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya. Karakter dapat memberikan peran dan fungsi terhadap tingkah laku seseorang. Karakter itu perlu dengan sengaja dibangun, dibentuk, ditempa dan dikembangkan serta dimantapkan.

Pembangunan karakter sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan kecil di dalam rumah, di dalam masyarakat, hingga meluas di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembentukan karakter merupakan proses tanpa henti yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman hidup, dan lingkungan. Lembaga pendidikan harus berupaya untuk menjadi lembaga yang benar-benar dapat memberikan kontribusi kepada negara dan bangsa khususnya, dan kepada mutu kehidupan dan kemanusiaan pada umumnya, dapat mewujudkan program pendidikan karakter berintegritas, unggul dalam perbuatan, berbagi dengan sesama, beriman kepada Tuhan, dengan harapan dapat menyemai dan memupuk agar tumbuh pembaharuan karakter berdasarkan nilai yang dimiliki untuk mewujudkan perbuatan berbudi luhur.

Implementasi dari nilai-nilai tersebut di antaranya memfokus pada nilai kejujuran. Kejujuran adalah akhlak mulia yang senantiasa berpegang teguh kepada kebenaran dalam segala aspek kehidupan. Nilai-nilai yang ditabur itu tentu tidak secara begitu saja, atau secara gampang membentuk karakter jujur, melainkan memerlukan upaya kesungguhan dan sepenuh hati dalam melatih diri, membiasakan dengan tekun, sampai terbentuklah kebiasaan dalam membentuk karakter.

Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal. Membangun kekuatan karakter bisa dilakukan melalui lingkungan formal seperti sekolah, atau non-formal seperti keluarga dan masyarakat. Pendidikan karakter diberikan melalui penanaman nilai-nilai karakter. Bisa berupa pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Output pendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya hubungan baik kepada Tuhan, diri sendiri, sesama, lingkungan, masyarakat luas dan lain-lain.

Masyarakat menilai betapa pentingnya sekolah yang terutama diharapkan untuk berperan dalam membangun karakter, mengembangkan sikap jujur, kerja keras, disiplin, motivasi untuk berprestasi yang tinggi, sikap kompetitif, kreatif, ingin belajar sesuatu yang baru, serta mempunyai sikap ilmiah. Proses belajar di lingkungan sekolah bukan hanya proses di mana siswa mendapat informasi dan pengetahuan, melainkan juga harus menjadi proses belajar yang intensif yang dapat mensosialisasikan nilai-nilai, sikap, dan kemampuan kepada pribadi siswa.

Pendidikan karakter perlu diberikan tidak hanya secara teoritik di sekolah, namun juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu adalah bukti bahwa pendidikan yang diberikan telah merasuk ke dalam diri seseorang. Ketika makan bersikap sopan, ketika hendak tidur berdoa, ketika keluar rumah berpamitan, tekun dan semangat mewujudkan obsesi dan cita-cita, jujur, dan berbuat baik kepada siapapun.

Kemampuan-kemampuan yang dikemukakan di atas yang diharapkan menjadi sistem nilai yang menjadi acuan setiap orang, memerlukan wahana untuk mentransformasikannya dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Salah satunya yaitu lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah yang diharapkan menjadi pusat kebudayaan. Pusat terjadinya proses pembudayaan moral dan akhlak mulia, dan pusat pembudayaan budaya pribadi terpuji.

Pendidikan formal yaitu sekolah mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan dan pewarisan karakter, dan hal ini merupakan suatu proses transformasi. Dalam proses transformasi itulah pendidikan berfungsi. Jadi, proses pendidikan adalah proses transformasi karakter, di samping juga transfer ilmu pengetahuan. Pendidik akan mampu memberikan peranan yang sangat berarti bagi pembangunan karakter, jika ia mampu menunjukkan keteladanan dalam bersikap, berpikir, berbicara, dan bertindak selama proses pendidikan. Kedudukan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan sangatlah strategis dalam proses transformasi karakter.

Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Sekolah adalah lembaga yang membantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga. Sebab, pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak adalah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan jalur luar sekolah ke jalur pendidikan sekolah (formal) memerlukan "kerja sama" antara orang tua dan sekolah (pendidik), karena keluarga adalah bagian kehidupan dalam sebuah masyarakat yang pertama dan utama bagi seorang anak.

Peranan keluarga dalam mendidik generasi muda adalah untuk memelihara nilai-nilai warisan budaya, agama, tradisi, dan nilai-nilai moral agar anak memiliki watak jujur, bertanggung jawab, optimis, giat, berani, gigih dan ulet, kreatif, peduli terhadap sesama, disiplin, berjiwa kebersamaan dan menjalankan pola hidup sederhana. Perlu dipahami, bahwa jika keluarga tidak dapat memperkuat proses sosialisasi yang terdapat di sekolah, dan sekolah memperkuat apa yang terjadi di keluarga, maka tidak ada satu pun program pendidikan yang dapat efektif mencapai tujuan pendidikan, terutama dalam mengefektifkan peranan pendidikan untuk memelihara dan mengembangkan karakter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun