pesantren yang dikenal masyarakat umum lainnya, ialah suatu lembaga pendidikan Islam dalam masyarakat, terutama dikalangan perdesaan yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu-ilmu agama islam sebagai pedoman hidup dengan menekankan moral dalam bermasyarakat. Kiprah podok pesantren dalam dunia sosial masyarakat, tentu perannya sangatlah penting. Karena, sudah menjadi subkultur mayarakat yang sangat menyatu, bahkan dalam realitas kehidupan tak kan lepas dari masyarakat.
Pondok
Dilain sisi dalam perkembanganya dunia digital, dalam dunia pondok pesantren masih eksis dengan memeperthankan nilai- nilai tradisional sebagai transfer ilmu keagaaman. Padahal fungsi pondok pesantren selain sebagai transfer ilmu keagamaan dan nilai- nilai islam, juga sebagai kontrol masyarakat, dan  melakukan rekaya sosial atau perkembangan masyarakat.
Sering kita temukan, masyarakat di sekitar pondok pesantren lebih relatif bagus dibandingkan dengan masyarakat yang jauh dari lingkungan pesantren. Hal ini, sudah tidak diragukan lagi bahwa pesantren memiliki kontribusi yang nyata. Karena pesantren mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi masyarakat dilingkungan sekitar.
Dalam konteks pembangunan manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun juga peran masyarakat dari seluruh komponen. Maka, Mahasiswa pesantren dengan hadirnya teknologi digital saat ini juga harus bisa untuk menempatkan  dan bisa berdampingan dengan teknologi di berbagai kehidupan.
Dengan perkembangan digital saat ini, menurut Kementrian komunikasi dan informatika (Kominfo), bahwa indeks literasi digital di Indonesia menemapati posisi di level sedang, yakni pada skor 3, 49. Padahal pada tahun 2020, skornya berada pada angka 3,46. Hal tersebut menandakan bahwa adanya kemajuan yang lumayan baik, dengan harapan indonesia akan semakin melek digital.
Untuk menjawab tantangan di era digittal ini, sangatlah penting untuk memahami keamapuan literasi diigital, salah satunya juga harus memiliki kecakapan digital. Selain hanya mengerti, memahami, mengetahui penggunaan aplikasi atau aplikasi media sosial. Akan tetapi juga harus paham serta memahami, mengevaluasi kegunaan dari platform media  atau teknologi digital lainnya.
Pada hari sabtu, tanggal 15 Oktober 2020, Gerakan Literasi pandu digital Indonesia 2022 bersama UIN Salatiga, menyelenggarakan webinar literasi digital untuk mahasiswa pesantren. Di isi oleh para pemateri Digital Trainer yaitu Annisa Choiriya, Humanity and Empathy Dr. Muammad Chirul Huda dan  Emotional Intelligence Muammad Mustafid, S. Fil.
Ada beberapa hal penting yang disampaikan dalam webinar ini, tentunya banyak sekali manfaat dan poin penting, diantaranya :
1.Dalam literasi untuk selalu berinovasi untuk berkarya, mencoba hal baru, menemukan masalah baru, berkolaborasi untuk mencapai tujuan, dan mengakui kekurangan. Karena literasi sudah menjadi sebuah keharusan untuk dimiliki para mahasiswa universitas Islam/ santri Pondok pesantren mengingat bahwa diinternet banyak konten yang kurang baik, dengan hal ini harus cakap dalam berdigital, mengetahui, memahami, menggunakan, dan mengevaluasi.
2.Perubahan teknologi analog ke digital, inovasi model bisnis dengan proses memanfaatkan teknologi digital, selain itu itu mengenai restrukturisasi level sistemik yang terjadi didataran ekonomi, kelembagaan dan masyarakat. Â
3.Harus cerdas dalam memanfaatkan ruang digital, dengan berinteraksi dalam ruang digital harus bisa menampilkan kembali identitas bangsa dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai Bhineka Tunggal Ika, untuk bisa menghargai dan mentoleransi segala hak-hak digital yang ada dalam ruang digital, serta menjaga keamanan , kenyamanan,dan ketentraman diruang digital dengan menerapkan etika digital.
4.Memahami kebhinekaan di Era Post Truth, Era Posts Truth menunjukan bahwa masa deoan di mana masyarakat mengalami kelebihan informasi akibat dari derasnya globalisasi informasi. Di lain sisi, sebuah era mengenai kejujuran-kemunafikan, kebenaran-kebohongan, fiksi-nonfiksi sudasudah menjadi hal yang tidak jelas lagi. Sehingga tantangan mengenai budaya digital, di antaranya ialah mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya kesopanan dan kesantunan, minimnya kepahaman hak-hak digital, kebebasan ekspresi yang melampui batas, menghilangnya budaya indonesia, berkurangnya toleransi, dan penghargaan pada perubahan, Â menghilangnya batas-batas privasi serta pelanggaran hak cipta dan kekayaan intelektual. Dengan hal ini, landasan hukumnya terdapat dalam UU No. 11 tahun 2008 yang diubah menjadi UU No. 19 Tahunn 2016 tentang Informasi dan Transaksi elekronik.