Mohon tunggu...
Ulil Albab
Ulil Albab Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengamat budaya lokal keagamaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Slametan 7 Hari yang Unik di Desa Plaosan Magetan

13 Februari 2024   19:38 Diperbarui: 13 Februari 2024   19:57 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi slametan 7 hari di Desa Plaosan memiliki ciri khas tersendiri. Hal pertama yang akan dilakukan oleh keluarga duka adalah menyiapkan makanan dalam bentuk masak atau mentah untuk masyarakat desa atau yang dikenal dengan istilah ater-ater yang masih dilakukan secara gotong royong. Hal ini dilakukan sebagai bentuk sedekah dan diharapkan pahalanya mengalir kepada orang yang dislameti.

Selanjutnya pada sore hari ba'da Asar, keluarga dan beberapa tetangga akan menuju ke makam orang yang dislameti dengan membawa ubarampe seperti nasi, lauk pauk ayam ingkung, dan pisang. Di makam akan dilaksanakan slametan dan doa yang dipimpin oleh sesepuh. Ritual ini hanya dilakukan oleh pria saja.

Di selametan 7 hari, biasanya keluarga akan melepas seekor ayam pejantan di area pemakaman. Ayam tersebut boleh diambil dan dibawa pulang selain dari anggota keluarga orang yang diselamati. Selanjutnya, setelah pulang dari makam, mereka akan menuju punden desa  untuk melakukan ritual yang sama dan dengan ubarampe yang sama.

Hal ini dilakukan sebagai upaya meminta keselamatan bagi mayit dan juga kelancaran acara slametan. Alasan dipilih tempat punden desa karena di tempat itu diyakini sebagai cikal bakal atau tempat dimana leluhur yang membabat desa berada. Sehingga, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur tersebut diadakanlah acara selamatan setiap kali warga setempat memiliki hajat, tak terkecuali acara selamatan kematian.

Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Tahlilan setelah Maghrib yang dihadiri oleh beberapa orang yang dipilih di desa tersebut yang dinilai bisa mengaji. Setelah tahlil selesai, dilanjutkan dengan acara inti yakni acara slametan yang dihadiri seluruh warga desa, baik Muslim maupun Non Muslim.

Slametan dilakukan dengan berbagai ubarampe seperti tumpeng, ayam ingkung, aneka lauk pauk dan pisang raja. Dalam setiap ritual yang dilakukan ada Ubarampe yang wajib ada, salah satunya adalah pisang raja. Secara simbolis pisang raja memiliki makna kemanisan, kabahagiaan, dan harapan yang baik.

Tradisi dan keyakinan itu masih dilakukan serta diyakini sebagai bentuk penghormatan kepada tradisi leluhur yang telah turun temurun. Dalam tradisi tersebut terselip ajaran Islam, yakni pembacaan doa bagi mayit berupa Tahlilan dan doa bersama setelah ritual slametan.

Walaupun sedikit berbeda dengan slametan tujuh hari seperti daerah lain, namun inti yang ingin dituju tetap sama, yakni memanjatkan doa untuk pengampunan bagi keluarga yang telah tiada. 

Wassalam 

Sumber data : wawancara dengan salah satu warga desa Plaosan bernama Rendi Aji 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun